13 Juli 2022 17:07 WIB
Editor: Akbar Wijaya
Bermacam pertanyaan masih menyelimuti keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) yang tewas ditembak oleh Bharada E pada Jum’at (8/7/2022) pukul 17.00 WIB di kediaman Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo Jalan Duren Tiga No.46, Jakarta Selatan.
Salah satunya pertanyaan kemana tiga ponsel milik Brigadir J yang oleh utusan Mabes Polri disebut hilang. Apa saja pertanyaan-pertanyaan lain keluarga?
Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J mempertanyakan penjelasan Kepala Biro Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan bahwa putranya menembak lebih dahulu ke arah Bharada E dan tembakan itu meleset. Menurutnya keterangan perwira tinggi Mabes Polri itu janggal lantaran posisi antara Brigadir J dengan Bharada E, sebagaimana diterangkan Ramadhan hanya berjarak sekitar 10 sampai 12 meter.
“Yang [katanya Mabes] menembak langsung pertama kali siapa? Almarhum. Ada yang kena? Tidak. Seharusnya siapa yang mendahului [menembak] dia yang makan korban duluan,” kata Samuel saat memberikan keterangan kepada para wartawan, Selasa (12/7/2022), seperti dikutip dari YouTube Kompas TV.
Samuel menyindir keterangan Ramadhan soal kemampuan Bharada E yang mampu menghindari tembakan peluru dalam jarak relatif dekat tersebut.
“[Katanya] langsung ditembak si Bharada E menghindar. Hebat ya bisa menghindari peluru,” ujar Samuel.
Samuel menambahkan putranya merupakan salah satu prajurit polri yang punya kemampuan menembak jitu (sniper). Menurutnya, saban ada acara-acara penting Brigadir J kerap ditugaskan sebagai sniper di titik-titik rawan.
“Kalau ada lebaran dia ditempatkan di titik-titik rawan [sebagai] sniper. Secara awam pun kita pikirin memang sudah janggal. Anak kita yang duluan nembak tidak kena. Si Bharada E membela diri nembak langsung kena,” ujarnya.
Samuel yakin kemampuan menembak anaknya jauh lebih baik dari Bharada E. Sebab putranya tersebut merupakan salah satu prajurit terbaik lulusan Pusat Pendidikan Brimob, Watukosek, Pasuruan, Jawa Timur.
“Melebihi sniper ini si Bharada E, padahal [pangkatnya masih] balok-balok. Sedangkan anak saya ini lulusan Watukosek. Kalau gak terpilih dia [sebagai prajurit] terbaik gak mungkin dikirim ke marih (mabes),” katanya.
Samuel menduga keterangan Mabes Polri tentang adanya bekas-bekas tembakan di kediaman Ferdy Sambo sebagai hal yang mungkin saja direkayasa. “Bukti ada di sana (rumah Ferdy Sambo) bolong-bolong, jadi dalam pikiran saya bolong-bolong bisa saja dibolongin,” katanya.
Rohani Simanjuntak, tante Brigadir J mengungkapkan pada Senin (11/7/2022) sekitar pukul delapan malam, ada rombongan dari Mabes Polri yang datang ke kediaman almarhum. Di antara rombongan itu ada Kombes Leonardo Simatupang yang berdasarkan penelusuran Narasi menjabat sebagai Kasubbagbinlihprofbagrehabpers Divpropam Polri.
Kepada Leo dan kawan-kawan keluarga sempat meminta agar tiga buah ponsel milik Brigadir J dikembalikan ke pihak keluarga.
“Jadi mamanya bilang: ‘HP anak saya setahuku tiga HP-nya, tolong, tolong [dikembalikan]’. Karena di situ bukti-bukti semua ada, itu bukti kuat untuk penyidikan ini,” ujar Rohani seperti dikutip dari YouTube CNN Indonesia.
Namun permintaan itu dijawab dengan mengatakan bahwa ponsel milik Brigadir J tidak ada.
“Dari [rombongan] Mabes katanya HP itu tidak ada.”
Jawaban tersebut tentu saja menyisakan tanda tanya di benak keluarga Brigadir J. Sebab, sekitar satu jam sebelum peristiwa penembakan terjadi, Brigadir J sempat berkomunikasi dengan ibunya. Ia mengabarkan sedang dalam perjalanan pulang dari Magelang menuju Jakarta.
“Hari jumat sekitar jam 4 sore (komunikasi terakhir), mamanya Brigadir Nopryansah. Kondisinya baik-baik saja baru pulang dari Magelang menuju Jakarta,” ujar Rohani.
Keluarga mengungkapkan pada Senin (11/7/2022) malam rombongan dari Mabes Polri datang ke kediaman orang tua Brigadir J. Namun menurut Rohani rombongan tersebut secara tiba-tiba memerintahkan seluruh anggota keluarga yang hadir untuk tidak menyalakan ponsel dan merekam.
“Ada lagi yang pakai baju putih celana hitam katanya kayak gini (sambil nunjuk-nunjuk): jangan main HP, jangan ada yang ambil video, jangan ada yang kamera," ujar Rohani menirukan permintaan tersebut.
Permintaan itu dijawab pertanyaan bernada protes oleh anak Rohani.
"Terus anak saya bilang, kenapa kau atur-atur, HP-HP kami kok, kok kau jadi sibuk atur hp kami,” tutur Rohani.
Selain soal HP, Rohani juga mengeluhkan kedatangan tim Mabes Polri yang menurutnya bertamu tanpa etika lantaran langsung menutup tirai-tirai jendela rumah
“Sekitar jam delapan malam orang dari Mabes datang ke rumah. Kami kayak disekat, rumah itu ditutup semua gordyn,” ujar Rohani.
Mendapat perlakuan seperti itu Rohani mengaku tidak terima. “Jadi aku marah sama orang itu, “Pak kalau bertamu tolong Pak dengan sopan, kan ada kalau kita bertamu ke rumah orang pasti kita ngucapin asssalammualaikum, shalom, horas, begitu pak caranya bertamu jangan kayak begini caranya,” protes Rohani.
Menurut Rohani protes tersebut ia lakukan lantaran pihak keluarga, terutama ibu Brigadir J, masih merasa syok dan trauma dengan kematian putranya. “Jadi kami selaku orang tua yang kehilangan anak kami masih syok dan trauma,” kata Rohani.
Keluarga Brigadir J sempat mempertanyakan keberadaan CCTV di kediaman Ferdy Sambo kepada rombongan Mabes Polri yang datang. Namun salah satu perwakilan rombongan berpangkat Kombes mengatakan bahwa CCTV tidak ada dengan alasan fasilitas rumah dinas tidak selalu lengkap.
“Datang si kombes yang di sini langsung kayak kepanasan lah ku bilang begitu (kenapa tidak ada CCTV), “Wah pak itu kan rumah dinas. Di rumah dinas tahu lah pak itu gak lengkap semua’,” ujar Samuel menirukan jawaban perwira Mabes Polri tersebut.
“Masa gak lengkap semua di rumah jendral?” tanya Samuel terheran-heran.
Menurut Samuel seyogyanya pengamanan di rumah seorang perwira tinggi setingkat Kadiv Propam mestinya sangat tinggi.
“Itu kan rumah jenderal bintang dua biasanya rumah seorang jenderal safety-nya sangat tinggi, berupa CCTV,” ujarnya.
Keberadaan CCTV menurut Samuel bisa menjadi kunci pemecahan kasus ini.
“Setahu saya yang di pintu kamar utama seorang jenderal pasti ada CCTV, itulah saksi kunci. Tapi tidak ada di situ, di tempat lain ada, apa tidak ditiadakan. Itulah satu kejanggalan,” katanya.
Sementara itu bagi Rohani, alasan tidak ada rekaman CCTV di lokasi kejadian perkara menunjukkan kejanggalan yang atas kasus ini.
“Kalau dia tidak membuka CCTV berarti orang itu ada yang ditutup-tutupi. Kenapa HP [anak] kami tidak diberikan? Kenapa CCTV tidak mau membuka? Bahkan dibilang CCTV tidak ada di rumah jenderal, dari situ sudah praduga kita kuat anak kita tidak salah.” kata Rohani.
Setelah Rombongan dari Mabes Polri pulang, Rohani mengaku lima ponsel keluarga Brigadir J tak lagi bisa digunakan. Ia menduga ponsel-ponsel itu sudah disadap.
“Jadi sekarang HP kami tidak bisa digunakan lagi, HP yang ada di rumah kami lima sudah disadap, kami tidak bisa pakai lagi, komunikasi dengan siapa pun kami tidak bisa pakai lagi,” kata Rohani.
KOMENTAR
Latest Comment