Setelah meninggalnya Paus Fransiskus, Vatikan sedang mempersiapkan pemilihan Paus yang baru melalui proses konklaf.
Proses ini akan dimulai dalam waktu 15 hingga 20 hari setelah kepergian Paus, sesuai dengan tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Pada saat ini, dewan kardinal akan berkumpul untuk menentukan calon paus yang terbaik untuk memimpin Gereja Katolik. Hanya kardinal yang terpilih yang dapat berpartisipasi dalam pemungutan suara.
Pembatasan dalam proses ini sangat ketat, dan semua proses dilakukan secara rahasia untuk menjaga integritas pemilihan. Informasi mengenai pelaksanaan tidak akan dibocorkan hingga pilihan resmi diumumkan.
Konklaf dan Cerobong Asap
Sesuai dengan tradisi yang dibangun sejak 1878, konklaf akan berlangsung di Kapel Sistina. Para kardinal akan berkumpul di ruang pemilihan yang tertutup. Ruang ini dibangun untuk menjaga kerahasiaan dan membatasi komunikasi dengan dunia luar.
Isolasi ini penting untuk memastikan bahwa setiap kardinal dapat memberikan suara tanpa adanya tekanan dari pihak luar atau pengaruh apapun.
Prosedur pemungutan suara akan dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, setiap kardinal akan memberikan suara secara tertutup. Jika tidak ada calon yang memperoleh suara yang cukup, maka pemungutan suara akan diulang hingga seorang kandidat terpilih dengan dukungan sekitar 2/3 suara.
Saat ini terlihat bahwa Vatikan mulai memasang cerobong asap di atap Kapel Sistina. Cerobong asap ini akan menjadi satu-satunya alat komunikasi semua yang terisolasi di dalam Kapel Sistina.
Dari dalam cerobong asap itu akan muncul asap dengan dua warna. Jika warna hitam yang muncul maka itu pertanda pemilihan konklaf belum menemukan penerus Paus saat ini. Sedangkan jika warna putih yang muncul maka saat itu Gereja Katolik telah memiliki Paus baru.
Pemilihan Nama Paus yang Baru
Setelah asap warna putih tampak dari cerobong asap di atas Kapel Sistina, maka kardinal terpilih sebagai Paus akan ditanyai kesediaannya untuk menerima jabatan sebagai Paus.
Apabila bersedia, mereka pun akan memilih nama baru untuk digunakan selama menjabat sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik.
Biasanya mereka akan memilih nama yang terinspirasi oleh santo atau Paus sebelumnya yang mereka kagumi. Nama tersebut sering kali mencerminkan harapan dan visi yang ingin diwujudkan selama masa kepemimpinan mereka.
Sebagai contoh, Paus Benediktus XVI memilih namanya terinspirasi dari Benediktus XV yang dikenal sebagai pembawa damai dalam periode yang sulit bagi Eropa.
Para Paus pada umumnya cenderung menghindari menggunakan nama "Petrus" karena diakui sebagai nama yang terlalu agung dan terdapat keinginan untuk tidak tampak meniru pendahulunya. Seperti tercatat dalam sejarah, Petrus adalah salah satu murid Yesus yang mengajarkan ajaran Yesus hingga banyak orang percaya pada keimanan Kristen.