15 Juli 2022 07:07 WIB
Editor: Akbar Wijaya
Sidang Komisi Kode Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP PK) atas putusan etik kepada AKBP Raden Brotoseno menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Putusan ini menggugurkan hasil putusan sidang etik AKBP Raden Brotoseno sebelumnya pada Oktober 2020 yang hanya menjatuhkan sanksi administratif berupa demosi dan permintaan maaf kepada atasan.
"Hasil dari sidang KKEP PK yang dilaksanakan pada 8 Juli 2022 pukul 13.30 WIB memutuskan untuk memberatkan putusan sidang komisi kode etik Polri Nomor PUT/72/X/2020 tanggal 13 Oktober 2020 menjadi sanksi administratif berupa PTDH," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis sebagaimana dikutip Antara.
Nurul menjelaskan hasil putusan ini tertuang dalam surat putusan PUT KKEP PK/I/VII/2022. Selanjutnya Sekretariat KKEP PK akan mengirimkan putusan ke Bagian SDM Polri untuk ditindaklanjuti dengan keputusan PTDH.
"Dan untuk keputusan (KEP) PTDH-nya belum ada," katanya pula.
Nurul tidak menjabarkan hal-hal yang menjadi pertimbangan KKEP PK dalam mengambil keputusan. Hal ini, kata dia, akan disampaikan setelah surat keputusan PTDH AKBP Brotoseno turun dari SDM Polri.
Dengan demikian, pemberhentian AKBP Raden Brotoseno baru dinyatakan resmi secara administratif setelah surat keputusan tersebut diterbitkan.
"Kita tunggu KEP dulu, tanggal (resmi PTDH) sesuai KEP, kita tunggu mudah-mudahan segera," ujar Nurul.
Dalam putusan sidang etik 13 Oktober 2020 AKBP Raden Brotoseno tidak diberhentikan sebagai anggota Polri karena ada pernyataan dari atasan bahwa ia berprestasi dan perilaku baik selama berdinas di kepolisian. Brotoseno menerima putusan itu dan tidak mengajukan banding. Ia kembali bertugas sebagai staf di Divisi Teknologi, Informasi dan Komunikasi (Div TIK) Mabes Polri.
Indonesia Corruption Watch mempertanyakan penugasan kembali Brotoseno yang telah divonis bersalah atas kasus dugaan korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat tahun 2016. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Brotoseno lima tahun penjara. Ia kemudian mendapat remisi hingga bebas pada tahun 2020.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo merespons kritik tersebut dengan merevisi Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Polri dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri dengan menerbitkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia pada tanggal 14 Juni.
Melalui Perpol Nomor 7 Tahun 2022 itu Kapolri memiliki kewenangan melakukan peninjauan kembali terhadap putusan sidang etik.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap AKBP Raden Brotoseno sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.
"Putusan PTDH tersebut sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dengan cara memproses hukum dan memecat anggota yang sudah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan putusannya sudah berkekuatan tetap," kata Poengky.
Menurut Poengky putusan untuk Brotoseno memberi sinyal kepada para anggota Polri lain agar tak main-main dengan korupsi.
"Putusan PTDH Brotoseno ini sekaligus sebagai efek jera bagi yang bersangkutan dan bagi anggota lainnya agar tidak coba-coba melakukan korupsi. Institusi Polri harus dijaga agar bersih dari korupsi. Polri bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme merupakan amanat reformasi kultural Polri," kata Poengky.
KOMENTAR
Latest Comment