7 September 2022 13:09 WIB
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Akbar Wijaya
Gontor berdalih proses hukum kepada pelaku penganiayaan tidak dilakukan lantaran ada perjanjian antara keluarga dan pihak pesantren saat pendaftaran.
Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor 1 Pusat Ponorogo menuai sorotan usai kabar tewasnya salah satu santri mereka akibat penganiayaan mencuat.
Sorotan terhadap Gontor tertuju pada sejumlah hal: tidak memproses hukum pelaku penganiayaan dan berbohong mengenai penyebab kematian korban kepada keluarga.
Apa saja hal-hal penting yang perlu diketahui mengenai kasus ini?
Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor 1 Pusat Ponorogo mengakui tidak memproses hukum terduga pelaku yang mengakibatkan meninggalnya santri kelas 5i bernama Albar Mahdi bin Rusdi.
Pihak Gontor beralasan sikap mereka dilandasi perjanjian antara orang tua santri dengan pesantren yang berisi kesanggupan tidak melapor polisi apabila anak yang mereka titipkan meninggal.
“Calon santri ketika akan mendaftar ke Gontor, orang tuanya sudah disodori dua formulir. Yang satu namanya surat pernyataan untuk ditandatangani orang tua yang berisi bersedia menyerahkan anak ke Gontor dengan kesanggupan tidak melapor ke polisi dalam hal-hal yang menyebabkan kematian,” kata Juru Bicara Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor 1 Pusat Ponorogo Noor Syahid kepada Narasi, Selasa (6/9/2022).
Saat penyerahan jenazah Albar ke keluarga di Palembang, Syahid mengakui pihaknya tidak langsung memberi tahu penyebab sebenarnya Albar meninggal.
Di hadapan keluarga dan para pentaziah yang datang, pihak Gontor menyampaikan Albar meninggal karena kelelahan usai mengikuti acara perkemahan.
“Ada dua kali pemberitahuan kepada keluarga, yang satu pemberitahuan di depan khalayak takziah, maka terjadilah kebohongan atau semacam ketidakbenaran yang diinformasikan itu,” ujarnya.
Lantaran pihak keluarga enggan menerima penjelasan yang disampaikan barulah pihak Gontor memberi tahu penyebab sebenarnya kematian Albar.
“Setelah kemudian itu tidak bisa diterima, karena pihak keluarga ternyata sudah mengantongi informasi yang lebih diyakini. Akhirnya keluarga dan pihak pengantar Gontor dibawa ke kamar untuk memberitahu penyebab kematian sebenarnya, yaitu karena dugaan penganiayaan,” terang Syahid.
Syahid mengatakan saat itu mediasi antara keluarga korban dan pihak Gontor urung dilakukan karena kendala teknis para pimpinan pesantren sedang di luar kota.
“Terjadi keterlambatan respons Gontor karena pimpinan yang mengurusi hal-hal begini sedang berada di luar kota.”
Syahid mengklaim Gontor sudah mengambil tindakan tegas terhadap para terduga pelaku yang mengakibatkan tewasnya Albar. Tindakan tegas itu berupa pemberhentian mereka sebagai santri Gontor.
“Pada hari yang sama ketika almarhum wafat, kami juga langsung mengambil tindakan tegas dengan menjatuhkan sanksi kepada santri yang diduga terlibat, yaitu dengan mengeluarkan yang bersangkutan dari Pondok Modern Darussalam Gontor secara permanen dan langsung mengantarkan mereka kepada orang tua mereka masing-masing,” kata Syahid.
Noor Syahid mengatakan pihak Gontor siap mengikuti proses hukum terkait peristiwa wafatnya korban.
Kepolisian Resor Ponorogo, Jawa Timur mengungkapkan Albar Mahdi bukan satu-satunya korban pennganiayaan di lingkungan Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo.
"Total ada tiga santri termasuk korban AM, namun yang dua santri luka-luka," kata Kapolres Ponorogo Ajun Komisaris Besar Polisi Catur Cahyono dikutip Antara di Ponorogo, Selasa (6/9/2022).
Menindaklanjuti kasus dugaan kekerasan fisik dan penganiayaan itu, Kapolres menegaskan pihaknya masih terus melakukan penyelidikan dan telah memeriksa tujuh orang saksi.
Mereka yang sudah diperiksa terdiri atas dua santri, dua dokter, serta tiga ustadz (guru ngaji) Ponpes Gontor 1.
Kasus dugaan kekerasan atau penganiayaan yang mengakibatkan seorang santri meninggal dunia ditindaklanjuti Polres Ponorogo setelah menerima pengaduan dari pihak Ponpes Modern Darussalam Gontor yang diwakili salah satu ustadznya.
Dari pemeriksaan awal, diperoleh bukti petunjuk bahwa pemicu terjadinya tindakan kekerasan fisik yang dialami korban AM dan dua orang santri lainnya karena kesalahpahaman dengan santri senior.
Namun, Kapolres belum menjelaskan secara rinci motif para senior santri itu tega menganiaya santri juniornya AM hingga meninggal dunia.
"Jadi, pemicunya kesalahpahaman, tapi kami masih akan mendalami lagi karena butuh waktu. Nanti akan kami sampaikan lebih lanjut motifnya," katanya.
Polisi belum bisa menyampaikan identitas pelaku penganiayaan santri karena masih mendalaminya.
“Terduga pelaku dari kalangan dari santri juga. Untuk terduga pelaku nanti kita sampaikan lagi karena ini masih dalam proses penyidikan,” terang.
Titis Rachmawati, kuasa hukum keluarga korban Albar mengatakan keluarga meminta kepolisian memproses hukum kasus dugaan penganiayaan yang menimpa anak mereka.
Permintaan ini lantaran sedari awal pihak Gontor tidak memberikan informasi yang benar mengenai penyebab kematian korban.
Awalnya pihak Gontor menjelaskan Albar meninggal dunia pada Senin, 22 Agustus 2022, sekitar pukul 10.20 WIB saat berkegiatan Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum).
Dalam surat resmi yang disampaikan Gontor disebutkan Albar meninggal karena sakit.
Namun saat jenazah Albar tiba di rumah duka di Palembang pada Selasa, 23 Agustus 2022, ibu korban memaksa untuk membuka peti jenazah. Saat itulah ibu korban menyadari putranya tidak meninggal karena sakit.
"Hingga akhirnya Senin (5/9) kemarin pihak Gontor menyampaikan kepada publik pernyataan maaf dan mengakui ada dalam pengantaran jenazah tersebut tidak sesuai fakta, serta mengakui ada dugaan aksi kekerasan di lingkungan pesantren yang berdampak pada korban," kata Titis dikutip Antara.
Menurut Titis, pihak keluarga sangat menyesalkan sikap inkonsistensi dari pihak Pondok Modern Darussalam Gontor karena sudah mengetahui peristiwa kekerasan tersebut, namun tidak menjelaskan kejadian sebenarnya kepada keluarga korban.
Pihak Gontor justru menerbitkan surat keterangan kematian pada 22 Agustus 2022 yang menyatakan santri Albar meninggal dunia karena sakit.
Yang tak kalah mengecewakan, Gontor baru terbuka setelah Soimah selaku ibu korban mengadu ke advokat Hotman Paris dan memviralkan kasus ini.
Titis mengatakan saat ini penanganan kasus tewasnya Albar oleh Polres Ponorogo masih bersifat laporan tipe A (inisiatif polisi). Ia mengatakan tidak tertutup kemungkinan keluarga akan melakukan laporan resmi terkait kematian Albar.
Titis juga berharap kepolisian mengusut pihak yang memerintahkan pembuatan surat pernyataan Albar meninggal dunia karena sakit. Hal ini penting untuk mengetahui apakah penyebab kematian karena sakit itu datang dari pihak rumah sakit atau justru dari pesantren.
"Terkait permintaan maaf, sebagai manusia kita enggak boleh tidak memaafkan, tapi kami belum tahu siapa sih [yang harus] kita terima maafnya," kata Titis.
"Ketika pimpinan pondok pesantren mengatakan diduga terjadi tindak pidana penganiayaan, seharusnya mereka bisa menyimpulkan karena bila ber-statement begitu pasti sudah ada. Kami hanya ingin keadilan dan objektif mengacu pada hukum."
Soimah, ibu korban berharap pihak keluarga mendapat kejelasan mengenai peristiwa dugaan penganiayaan yang dialami anaknya.
Keluarga juga berharap kasus kekerasan terhadap anaknya menjadi yang terakhir dan jangan sampai terulang.
"Cukup pada anak saya, jangan sampai terulang. Saya ingin dunia pendidikan jangan ada perbuatan (kekerasan) fisik. Terkait proses hukum, semua saya serahkan ke pengacara kami, kondisi saya masih syok," kata Soimah yang juga berprofesi sebagai wartawati di Kota Palembang.
Soimah, ibu korban sempat menceritakan berbagai kejanggalan terkait meninggalnya Albar di Facebook pada 31 Agustus 2022 lalu.
Ia menceritakan keluarga sudah memperoleh informasi kabar meninggalnya Albar pada Senin 22 Agustus pukul 10.00 WIB. Namun jenazah Albar baru diantar pihak Pondok Pesantren Gontor ke kediaman keluarga di Palembang pada 23 Agustus 2022.
“Padahal di surat keterangan yang kami terima meninggal pukul 06.45 WIB. Ada apa!, rentang waktu itu menjadi pertanyaan keluarga kami,” tulis Soimah.
Ia mengatakan saat serah terima jenazah dilakukan pihak Gontor tidak menyampaikan informasi yang benar mengenai penyebab meninggalnya almarhum.
“Di hadapan pelayat yang memenuhi rumah saya, disampaikan kronologi bahwa anak saya terjatuh akibat kelelahan mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum). Apalagi anak saya dipercaya sebagai Ketua Perkajum,” kata Soimah.
Namun, karena banyak laporan dari wali santri lainnya bahwa kronologi tidak demikian, pihak keluarga meminta agar jenazah dibuka.
Soimah dan keluarga lantas memutuskan menghubungi pihak kepolisian dan rumah sakit untuk dilakukan autopsi. Namun, sebelum langkah itu dilakukan pihak Gontor akhirnya mengakui bahwa korban meninggal akibat terjadi kekerasan.
Kasus penganiayaan santri asal Palembang, Sumatera Selatan, yang terjadi di Ponpes Modern Darussalam Gontor mencuat usai ibur korban mengadu ke pengacara Hotman Paris di kanal medsos Instagramnya, "HOTMAN 911".
Kepada Hotman, Soimah menangis dan meratapi kematian anaknya yang disebutnya tidak wajar.
Dalam video singkat tersebut, Hotman Paris langsung meminta Kapolda Jatim untuk menindaklanjuti pengaduan ini.
"Hallo Pak Kapolda Jatim. Ini ada ibu yang anaknya meninggal diduga akibat penganiayaan," ujar Hotman dalam unggahan videonya.
KOMENTAR
Latest Comment