20 Juli 2022 08:07 WIB
Editor: Akbar Wijaya
Ghana mengonfirmasi kasus pertama virus Marburg yang telah menewaskan dua orang. Ini pertama kalinya virus mirip Ebola ini ditemukan di negara Afrika Barat.
Layanan Kesehatan Ghana (GHS) menyampaikan hasil diagnosis laboratorium dua pasien yang meninggal akibat virus ini.
“Ini adalah pertama kalinya Ghana mengkonfirmasi penyakit virus Marburg,” jelas Kepala GHS Patrick Kuma-Aboagye, seperti dikutip dari The Guardian (18/07/2022).
Sebanyak 98 orang yang diidentifikasi terkena kontak dengan kedua pasien sudah berada di bawah karantina. Hingga saat ini, tidak ada kasus Marburg lain yang terdeteksi di Ghana.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga mengiyakan kabar ini dan bilang sudah menginvestigasi bersama pihak otoritas Ghana dalam meneliti virus ini.
“Otoritas kesehatan [Ghana] telah merespons dengan cepat, bersiap untuk kemungkinan wabah. Tindakan ini bagus karena tanpa aksi segera dan tegas, Marburg bisa dengan mudah menyebar,” ujar Direktur Regional WHO untuk Afrika Dr Matshidiso Moeti, dalam laman resmi WHO (17/07/2022).
Virus ini sebenarnya sudah menyebar ke sejumlah negara di wilayah Afrika lainnya. Yang terbaru, Guinea telah mengkonfirmasi satu kasus pada September 2021 lalu. Wabah sebelumnya dilaporkan terjadi di Angola, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Afrika Selatan dan Uganda.
WHO menyebut virus Marburg merupakan virus yang sangat mudah menyebar dan punya ciri-ciri yang mirip kayak virus Ebola. Wabah virus Marburg pertama kali terjadi pada 1967, ketika sebanyak 31 orang terinfeksi, tujuh di antara mereka meninggal secara bersamaan di Marburg dan Frankfurt, Jerman.
Marburg diketahui ditularkan dari kelelawar buah dan menyebar di antara manusia melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi. Selain itu, kera hijau juga disebut sering jadi sumber penyebaran virus mematikan ini.
Gejala virus ini biasanya ditandai dengan demam tinggi, sakit kepala parah dan lelah berlebihan. Banyak pasien mengalami tanda-tanda perdarahan parah dalam waktu tujuh hari.
WHO bahkan bilang bahwa penampakan pasien yang terkena virus ini terlihat “seperti hantu” dengan mata cekung, wajah tanpa ekspresi, dan kelesuan yang ekstrem.
Tingkat kematian kasus bervariasi dari 24% hingga 88% pada wabah sebelumnya, tergantung pada jenis virus dan kualitas manajemen kasus.
Sampai saat ini, belum ada vaksin atau perawatan antivirus yang bisa mencegah penyakit ini, sama dengan ebola. Namun, perawatan intensif seperti pemberian cairan oral dan pengobatan gejala spesifik, bisa meningkatkan harapan hidup pasien.
WHO memastikan ada sejumlah cara untuk memutus rantai penyebaran virus mematikan ini. Salah satunya mengurangi kontak dengan hewan-hewan yang dianggap bisa jadi jalan transmisi virus.
Pencegahan bisa dilakukan dengan memakai sarung tangan, masker dan alat perlindungan lainnya jika harus bersentuhan langsung dengan hewan-hewan tersebut. Mengurangi konsumsi daging kelelawar, kera hingga babi juga dianjurkan untuk mencegah virus masuk ke tubuh.
Selain itu, ketika ada pasien terkonfirmasi virus ini, secepat mungkin dikarantina dan dijauhkan kontaknya dengan orang lain. Pun, kalau udah sembuh, pencegahan masih harus dilakukan semisal aktif menggunakan kondom selama setahun pascasembuh dari virus ini, untuk menghindari penyebaran lewat cairan tubuh.
Penulis: Firda Iskandar
KOMENTAR
Latest Comment