Hukum menikah kerap kali ditanyakan saat bulan Ramadhan, terutama pasangan yang ingin melepas masa lajangnya, pertanyaan ini juga muncul lantaran adanya kekhawatiran takut mengganggu ibadah.
Dalam Islam sendiri, menikah adalah sebuah ibadah, tidak hanya mendatangkan berkah namun juga pahala. Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Qur'an surah An Nur ayat 21:
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: “Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Hukum menikah di bulan Ramadhan
Pada hakikatnya tidak terdapat larangan dalam syariat islam untuk menikah di bulan Ramadan, kecuali saat ihram (haji/umrah).
Namun, hal yang perlu diperhatikan ketika menikah saat Ramadan adalah larangan jima’ (berhubungan seksual) bagi suami-istri selama berpuasa.
Selain menahan untuk tidak makan dan minum sejak menyingsingnya fajar hingga tenggelamnya matahari, puasa juga menuntut orang yang melaksanakannya untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang dilakukan, seperti jima’.
Oleh karenanya, selama kedua mempelai dapat menjaga puasanya agar tetap sah, maka menikah pada bulan Ramadan boleh dilakukan.
Akan tetapi, jika terdapat kekhawatiran pengantin akan melanggar puasanya karena menikah, maka pernikahan sebaiknya dilakukan sebelum atau sesudah Ramadan.
Dari sini kita memahami bahwa pernikahan yang dilangsungkan di bulan Ramadan hukumnya sah. Pada dasarnya esensi paling penting dari pernikahan bukanlah waktu pelaksanaanya, namun lebih kepada niat dari pernikahan tersebut.
Buya Yahya dalam kanal YouTube Al Bahjah TV juga menjelaskan bahwa melaksanakan pernikahan di bulan Ramadan sah sah saja dilakukan, karena tidak memengaruhi keabsahan puasa yang tengah dijalani selama kedua pengantin mampu menahan hawa nafsu selama puasa.
“Nikah di bulan puasa [Ramadan] boleh dan tidak batal. Yang membatalkan puasa adalah berhubungan suami istri di siang hari,” jelas Buya Yahya.
Perkara yang perlu diperhatikan saat menikah di bulan Ramadhan
Hal yang perlu diperhatikan saat menikah pada bulan Ramadan adalah bahwa kedua mempelai harus bisa menahan hawa nafsu untuk tidak membatalkan puasanya.
Kedua mempelai harus dapat menahan untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang saat puasa seperti memasukkan sesuatu ke dalam tubuh, muntah dengan sengaja, mengeluarkan sperma dengan sengaja, jima', haid, dan gila.
Untuk pelanggaran mengenai jima’, orang yang melakukannya ketika berpuasa dikenai dosa dan dikenai kafarat untuk membayar perbuatannya.
Namun, hal tersebut bukan berarti sepasang suami istri tidak boleh mengekspresikan kasih sayangnya satu sama lain. Hal-hal umum seperti mencium pasangan atau memeluk pasangan masih boleh dilakukan selama tidak diikuti dengan hawa nafsu.
Perkara ini didasari oleh hadis berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ لِأَرَبِهِ. وَفِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمِ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ فِي شَهْرِ الصَّوْمِ
Artinya: “Dari Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menciumku ketika beliau sedang puasa dan pernah mencumbuku ketika sedang puasa, namun beliau memang seorang yang paling bisa mengendalikan nafsunya di antara kalian." (HR. Musim)