Kemunduran Demokrasi, Bagaimana Jika Kotak Kosong yang Menang Pilkada 2024?

3 Sep 2024 20:09 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi kotak kosong dalam Pilkada. (Sumber: Freepik)

Penulis: Rusti Dian

Editor: Rizal Amril

Sebanyak 43 daerah di Indonesia hanya memiliki calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Jika tidak ada yang mendaftar lagi, maka calon tersebut akan melawan kotak kosong.  Lantas, bagaimana jika kotak kosong menang Pilkada?

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memperpanjang masa pendaftaran bakal calon kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Perpanjangan ini sampai Rabu (4/9/2024). Hal ini dikarenakan masih ada daerah yang hanya memiliki calon tunggal untuk Pilkada yang akan digelar November 2024.

Perpanjangan waktu ini tentu menguntungkan bagi partai politik (parpol). Sebab, mereka dapat menyiapkan bakal pasangan calon yang akan diusung dan mencari rekanan. Harapannya, perpanjangan waktu juga dapat meminimalisasi calon kepala daerah yang melawan kotak kosong saat Pilkada.

Fenomena kotak kosong dalam Pilkada 2024 ini akan menjadi sejarah tersendiri bagi bangsa Indonesia. Jumlah kotak kosongnya termasuk yang terbanyak sepanjang sejarah demokrasi di Indonesia

Kotak kosong termasuk pilihan politik. Namun, tidak selamanya pilihan kotak kosong itu baik. Tak heran jika ada yang mempertanyakan apabila kotak kosong yang justru menjadi pemenang dalam Pilkada. 

Apakah itu sah? Lantas siapakah yang akan menduduki jabatan kepala daerah? Simak penjelasannya berikut ini.

Pengertian kotak kosong

Kotak kosong bukan frasa yang dimaknai sebagai kotak suara yang kosong. Kotak kosong adalah munculnya calon tunggal yang tidak punya saingan. Dalam surat pemilihan, posisi lawan akan dinyatakan dalam bentuk kotak kosong.

Biasanya fenomena kotak kosong terjadi di daerah dengan jumlah pemilih yang sedikit. Namun, di Indonesia justru berlaku sebaliknya. Jumlah pemilih di daerah-daerah Indonesia cukup besar. Ada penyebab lain seperti sistem koalisi yang pragmatis, sulitnya memenuhi persyaratan, hingga partai yang gagal melakukan kaderisasi. 

Fenomena kotak kosong muncul pertama kali pada Pilkada 2015. Kala itu, Mahkamah Konstitusi memutuskan jika pada masa pendaftaran hanya ada satu pasangan calon (paslon) yang mendaftar, maka ada opsi kotak kosong bagi parpol yang tidak mengalihkan dukungannya.

Opsi kotak kosong ini memungkinkan daerah yang hanya memiliki calon tunggal tetap bisa mengikuti Pilkada serentak. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat tren kotak kosong ini terus meningkat. Puncak tertingginya yaitu pada Pilkada 2024 yang akan berlangsung.

Mengutip BBC Indonesia, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan bahwa fenomena ini menandai kemunduran demokrasi. Apalagi di Indonesia sedang tren “koalisi gemuk” yang seolah memberi kesan bahwa Pilkada hanyalah formalitas belaka.

“Saya rasa ini kemunduran demokrasi karena kompetisinya dihilangkan. Yang seharusnya masyarakat bisa melihat adu gagasan, menjadi tidak ada,” ujar Khoirunnisa pada Sabtu (1/9).

Bagaimana jika kotak kosong menang Pilkada?

Dalam Pasal 54D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mensyaratkan paslon tunggal dapat menang dari kotak kosong jika berhasil mengumpulkan lebih dari 50 persen suara. Pasal ini juga menunjukkan dua pilihan bagi KPU untuk menentukan waktu pemilihan kembali kepala daerah. 

Pasangan calon yang kalah dalam Pilkada tersebut boleh mendaftarkan diri kembali dalam pemilihan berikutnya. Pemilihannya dapat dilaksanakan pada tahun berikutnya atau mengikuti jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan in casu Pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016.

Kemungkinan kotak kosong yang menang dalam Pilkada itu pasti ada. Nantinya, daerah tersebut akan dipimpin oleh Penjabat (Pj) sementara. Mekanisme ini pernah dijelaskan oleh KPU RI jika sekiranya pasangan calon tunggal tidak memenuhi syarat ketentuan untuk dinyatakan terpilih.

“Kapan pemilihan selanjutnya? Yaitu 2029. Selama periode pemerintahan pasca Pilkada 2024 ini akan dipimpin oleh Penjabat Sementara,” ujar anggota KPU RI, Idham Holik pada Jumat (30/8).

Penjabat tersebut bisa berganti-ganti selama periode 2024-2029. Pemilihan penjabat gubernur dipilih oleh presiden atas usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan DPRD Provinsi. Sementara penjabat kabupaten/kota dipilih oleh Mendagri dengan usulan dari DPRD kabupaten/kota.

Guna meminimalisasi adanya kotak kosong, KPU RI pun melakukan perpanjangan pendaftaran. Hal ini selaras dengan aturan Pasal 135 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2024.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER