29 Desember 2022 11:50
Arsip Foto - Direktur Lokataru Haris Azhar (kanan) didampingi kuasa hukum tiba untuk menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/3/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nym.
Penulis: Agung Pratama S.
Editor: Akbar Wijaya
Menkopolhukam Mahfud MD menyebut peristiwa jatuhnya ratusan korban di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang 1 Oktober 2022 lalu bukan termasuk pelanggaran HAM berat.
Mahfud menjelaskan pernyataannya tersebut berdasarkan hasil kesimpulan Komnas HAM setelah menyelidiki peristiwa yang mengakibatkan 135 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka.
"Ini adalah hasil penyelidikan Komnas HAM. Menurut hukum, yang bisa menetapkan adanya pelanggaran HAM berat atau tidak itu hanya Komnas HAM," kata Mahfud dalam cuitannya di Twitter, Rabu (28/12/2022).
Pada 2 Desember 2022 lalu Komnas HAM memang menyatakan bahwa peristiwa Kanjuruhan terjadi akibat tata kelola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip dan norma keselamatan dan keamanan.
"Kesimpulannya adalah peristiwa Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat konferensi pers di kantornya, Rabu (2/11/2022).
Kesimpulan peristiwa Kanjuruhan tak termasuk pelanggaran HAM berat menuai kritik pegiat isu-isu hak asasi manusia, Haris Azhar.
Anggota Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak) ini menilai tragedi Kanjuruhan telah memenuhi syarat sebagai pelanggaran HAM berat. Hal ini karena sejumlah unsur yang disyaratkan dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah terpenuhi.
Haris menjelaskan Pasal 9 Undang-Undang Pengadilan HAM dinyatakan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan diartikan sebagai perbuatan berbentuk serangan secara meluas atau sistematis, dan ditujukan langsung kepada penduduk sipil.
Haris mengatakan sistematis yang dimaksud dalam pasal itu berarti ada kebijakan untuk melakukan persiapan atau pembiaran ketika peristiwa terjadi. Dalam tragedi Kanjuruhan ia melihat tidak ada upaya menghalau atau menghentikan serangan aparat kepada warga sipil.
“Dugaannya terpenuhi ya, serangan terjadi, warga sipil terjadi, dilakukannya secara sistematis atau meluas saya kira yang tepat adalah sistematis bukan meluas, jadi saya kira unsur-unsurnya terpenuhi untuk diperiksa lebih jauh," ujar Haris.
Haris mengatakan Indonesia bisa dibilang sebagai gudangnya peristiwa pelanggaran HAM berat. Ia menyebutkan ada ratusan bahkan ribuan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Namun sampai saat ini baru sekitar 15 kasus yang sudah diselidiki dan lebih sedikit lagi jumlahnya yang telah dibawa di pengadilan. Haris menyebutkan beberapa kasus pelanggaran HAM berat yang sudah sampai ke pengadilan: kasus Timor-Timor, kasus Tanjung Priok, kasus Abepura, serta kasus Paniai.
Haris mengatakan biasanya Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi usai menyatakan suatu peristiwa sebagai pelanggaran HAM biasa. Rekomendasi itu biasanya berisi pengembalian pelaku ke institusi pelaku untuk dimintai proses hukum. Namun Haris belum melihat langkah itu dilakukan Komnas HAM.
Sedangkan untuk pelanggaran HAM berat yang disimpulkan Komnas HAM akan ditindaklanjuti Kejaksaan Agung untuk dibawa ke tahap penuntutan di pengadilan HAM.
Biasanya, pengadilan HAM untuk pelanggaran HAM berat akan mengejar aktor paling bertanggung jawab dalam suatu peristiwa, bukan sekadar pelaku-pelaku lapangan
"Dia menghukum siapa yang paling bertanggung jawab yang punya kekuasaan, kewenangan untuk terciptanya peristiwa atau sebetulnya punya kewenangan menghentikan tapi tidak menghentikan,” tambah Haris.
Kesimpulan Komnas HAM bahwa tragedi kanjuruhan bukan pelanggaran HAM berat membuat PSSI dan PT LIB sebagai penanggung jawab sistem Liga 1 tidak terseret ke pengadilan. PSSI dan PT LIB dapat terjerat karena menurut Haris dalam pelanggaran HAM berat aktor dari nonnegara pun bisa dimintai pertanggung jawaban.
Selain itu ia Haris juga mengkritik kinerja TGIPF bentukan pemerintah yang menurutnya bekerja tanggung dengan hanya mengeluarkan anjuran moral.
Ia menilai seharusnya pemerintah bisa mengeluarkan rekomendasi sesuai dengan kelengkapan hukum yang ada. Selain itu kasus Haris menilai pengananan tragedi Kanjuruhan seperti jeruk makan jeruk.
“Ditangani polisi enggak cukup, perlu ada mekanisme-mekanisme pemidanaan lain yang seharusnya ditempuh untuk mengurai dan membuat terang, serta membuat keadilan menghukum pelakunya. Tapi itu enggak direkomendasikan oleh pemerintah, “ sambung Haris.
Ia menilai penanganan oleh kepolisian malah memunculkan pelanggaran HAM baru, yaitu mengorbankan para prajurit.
Menurutnya tragedi Kanjuruhan dapat menjadi standpoint bagi perbaikan dan pembinaan sepak bola Indonesia.
“Coba siapa yang menikmati persepakbolaan Indonesia tanpa menuntut penyelesaian kasus kanjuruhan, mereka sudah menghalalkan darah saudara sebangsanya” pungkas Haris.
Latest Comment
Belum ada komentar
Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya