26 Juli 2022 14:07 WIB
Editor: Akbar Wijaya
Rusia melancarkan serangan rudal ke Pelabuhan Odessa pada 23 Juli 2022 lalu. Serangan ini hanya berselang sehari setelah Rusia dan Ukraina mendatangani kesepakatan izin ekspor biji gandum melalui Laut Hitam di Dolmabache Palace, Istanbul, Turkiye.
Bagi Presiden Ukraina Vlodymyr Zelensky serangan itu menunjukkan Rusia tak bisa dipegang komitmennya. “Ini membuktikan satu hal. Apapun yang Rusia katakan dan janjikan, mereka selalu menemukan cara untuk mengingkarinya” ujar Zelensky dalam pidatonya Sabtu (23/7/2022) malam.
Amerika Serikat mengatakan serangan ini menimbulkan kecurigaan serius atas komitmen Rusia terhadap kesepakatan kemarin.
Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier menganggap serangan rudal Rusia tersebut sebagai sikap tidak menghargai PBB.
Perjanjian Rusia-Ukraina mengenai ekspor biji gandum melalui Laut Hitam berlangsung di Turki dan difasilitasi PBB pada Jumat (22/7/2022).
Perjanjian ini diharapkan bisa mengatasi krisis pangan global yang semakin mendesak, khususnya bagi negara-negara di Afrika.
Wilayah-wilayah di Afrika menghadapi kekurangan pangan yang serius lantaran kekeringan yang diperparah COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina.
Beberapa negara di Asia seperti Pakistan, Malaysia, Mesir, Bangladesh, dan Indonesia juga mengandalkan ekspor biji gandum dari Ukraina.
Kesepakatan yang disebut sebagai perjanjian “Mirror” ini berlaku hingga 120 hari sejak ditandatangani. Butuh waktu dua bulan untuk membuat kesepakatan ini terwujud.
Hal ini dikarenakan, pihak Ukraina menolak untuk bersepakat secara langsung dengan Rusia. Oleh sebab itu, PBB menjadi penengah perjanjian ini.
Demi berlangsungnya perjanjian ini, akan dibangun pusat koordinasi dan pemantauan yang didirikan di Istanbul. Pengelolanya adalah pihak dari PBB, pihak Turki, serta pihak resmi dari Rusia dan Ukraina.
Jangka waktu perjanjian ini dapat diperpanjang apabila kedua belah pihak menyetujuinya.
Kesepakatan yang dihadiri oleh Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tersebut berisi:
* Rusia tidak akan menargetkan (serangan) di pelabuhan pada saat pengiriman (biji-bijian) sedang transit.
* Kapal Ukraina akan memandu kapal-kapal kargo melalui perairan yang telah ditambang.
* Turkiye, didukung oleh PGG, akan melakukan inspeksi terhadap setiap kapal, untuk menghindari kekhawatiran Rusia mengenai adanya penyelundupan senjata.
* Ekspor gandum dan pupuk dari Rusia akan difasilitasi.
“Hari ini, terdapat mercusuar di Laut Hitam. Sebuah mercusuar harapan” seru Antonio Guterres saat memimpin acara penandatanganan perjanjian.
Meski sudah menandatangani perjanjian, Antonio masih pesimis bahwa perjanjian ini akan menjadi jalan untuk perdamaian kedua negara.
"Langkah bersama yang kami ambil dengan Ukraina dan Rusia ini diharapkan akan menghidupkan kembali jalan menuju perdamaian. (Meski demikian), pada saat ini, saya tidak melihat kondisi untuk proses perdamaian” pungkas Antonio.
Berdasarkan kesepakatan yang dibuat antara Rusia dan Ukraina di Turkiye, Pelabuhan Odessa merupakan satu dari tiga pelabuhan yang tidak boleh diserang.
Rusia mengklaim serangan rudal mereka di Pelabuhan Odessa hanya menyasar kapal militer Ukraina. Di kapal tersebut terdapat senjata yang dikirim dari Washington, Amerika Serikat.
“Rudal jarak jauh berpresisi tinggi yang diluncurkan dari laut menghancurkan kapal perang Ukraina yang berlabuh dan persediaan rudal anti-kapal yang dikirim oleh Amerika Serikat ke rezim Kyiv,” ujar pihak kementerian pertahanan Rusia pada Minggu (24/7/2022), dilansir dari The Moscow Times.
Presiden Ukraina mengatakan perang mengakibatkan ekspor 20 juta ton biji gandum Ukraina tertahan. Zelensky juga menyebut bahwa di Ukraina terdapat gandum senilai USD 10 miliar atau sekitar Rp 149,9 triliun jika dihitung per kurs hari ini.
Reporter: Berlian Rahmy Lidia
KOMENTAR
Latest Comment