5 Cara agar Tetap Istiqomah dalam Beribadah

14 Mar 2024 11:03 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi istiqomah dalam ibadah. (Sumber: Pexels/Michael Burrows)

Penulis: Elok Nuri

Editor: Rizal Amril

Sebagai hamba, kita diperintahkan untuk selalu istiqomah menjalankan segala aturan yang telah ditetapkan Allah Swt. Namun, manusia sering kali mengalami fase malas ibadah, lantas bagaimana cara agar tetap istiqomah dalam beribadah?

Mengutip dari laman NU Online, istiqomah adalah luzum tho'atillah, yaitu konsisten dalam ketaatan dan kepatuhan kepada Allah ta’ala.

Orang yang istiqomah adalah orang yang taat kepada Allah dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan perkara yang dilarang Allah.

Orang yang berhasil istikamah dalam ketaatan kepada Allah, maka surga menjadi tempatnya di akhirat kelak.

Allah ta’ala berfirman dalam surah Al Fushshilat yang berbunyi:

 إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (فصلت: ٣٠ )

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih, dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’,”  (QS Fushshilat: 30).

Firman Allah “kemudian mereka istiqomah” dalam ayat tersebut, menurut Sahabat Abu Bakar ra. bermakna, “mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.”

Sementara menurut Ibnu ‘Abbas, istikamah dalam ayat tersebut bermakna, “konsisten dalam melaksanakan kewajiban.”

Cara agar tetap istiqomah dalam beribadah

Seperti yang disinggung di awal, istiqomah dalam menjalankan ibadah bukanlah suatu hal yang mudah, oleh karenanya, berikut adalah cara agar tetap istiqomah dalam beribadah:

1. Meluruskan niat dan tujuan

Cara pertama adalah meluruskan niat dan tujuan ibadah. Niat di sini berarti menentukan mau dibawa ke arah mana dan untuk tujuan apa ibadah kita sebenarnya.

Seperti yang telah disinggung dalam hadis Nabi Muhammad saw. berikut:

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]

2. Memaknai dari kalimat syahadat

Syahadat adalah sebuah ikrar keimanan dan ketakwaan seorang hamba kepada Allah Swt. 

Jika kita memahami dan memaknai kalimat syahadat, maka tidak ada lagi keraguan dan bahkan dapat meningkatkan kadar istikamah untuk menjalankan ibadah kepada Allah Swt.

3. Memahami ayat-ayat Al-Qur’an

Cara ketiga adalah dengan membaca Al-Qur’an dan memaknai tiap ayat-ayatnya. 

Dengan memahami ayat-ayat di dalamnya, Al-Qur’an dapat menjadi panduan utama seorang muslim hidup.

Hal tersebut telah disampaikan Allah Swt. dalam surat An-Nahl ayat 102 berikut,

قُلْ نَزَّلَهٗ رُوْحُ الْقُدُسِ مِنْ رَّبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهُدًى وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

Artinya: ”Katakanlah, “Rohulkudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Tuhanmu dengan kebenaran, untuk meneguhkan (hati) orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang yang berserah diri (kepada Allah).”

4. Berkumpul dengan orang-orang saleh

Berteman atau berkumpul adalah jalan penting yang bisa mempengaruhi keadaan seseorang. Jika benar lingkungannya maka akan ada banyak ilmu, hikmah, dan manfaat yang bisa dipetik. 

Namun, jika salah cara dan lingkaran pertemanannya, maka percikan kesalahan itu juga akan menimpanya.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda:

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً 

Artinya: “Dari Abu Musa, dari Nabi Muhammad, beliau bersabda: “Perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi, ada kalanya penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu mendapatkan aroma wanginya. Sedangkan pandai besi ada kalanya (percikan apinya) akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan aroma tidak sedap darinya.”” (HR.Al-Bukhari: 5108, Muslim: 2628), Ahmad:19163)

Baca Selengkapnya

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER