Puber kedua merujuk pada fase kehidupan pria yang terjadi pada usia 40 tahun ke atas, ditandai dengan perubahan fisik dan emosional yang signifikan. Fase ini sering kali dianggap sebagai masa krisis paruh baya, di mana pria mulai merefleksikan kehidupan mereka dan menghadapi kenyataan bahwa mereka semakin menua.
Kondisi ini berbeda dengan puber yang dialami remaja, di mana perubahan terjadi secara alamiah dan terkait dengan perkembangan menuju kedewasaan. Sebaliknya, puber kedua lebih berkaitan dengan pengalaman krisis eksistensial dan penyesuaian terhadap status dan tanggung jawab yang ada.
Usia yang umumnya menjadi titik awal puber kedua bervariasi, namun sering dikaitkan dengan pria yang berusia 40 tahun ke atas. Hal ini merupakan waktu ketika banyak pria mulai merasakan ketidakpuasan terhadap kehidupan mereka, baik dalam aspek pribadi maupun profesional.
Ciri-ciri fisik pria saat puber kedua
Pada fase puber kedua, pria umumnya mengalami penurunan kadar testosteron, yang dapat memberikan dampak signifikan terhadap kesehatan fisik mereka. Penurunan kadar testosteron yang berkisar antara 0,4 hingga 2% setiap tahunnya dapat menyebabkan berat badan meningkat serta berkurangnya energi.
Selain itu, perubahan penampilan menjadi salah satu ciri yang menonjol, di mana pria cenderung lebih memperhatikan diri dan penampilan mereka agar terlihat lebih muda.
Salah satu perubahan fisik yang dapat terjadi adalah pembesaran dada, yang mungkin disertai dengan kerontokan rambut. Isu-isu kulit seperti keriput dan kekeringan juga sering kali menjadi perhatian, yang dapat menambah rasa frustasi yang dialami para pria.
Mereka mungkin berusaha keras untuk menunjukkan penampilan yang menarik, bahkan hingga menyemir rambut dan mengganti gaya berpakaian agar terlihat lebih sesuai dengan usia muda.
Perubahan emosional yang dialami pria
Melonjaknya emosi adalah salah satu karakteristik penting pada pria yang mengalami puber kedua. Pada fase ini, mereka sering merasa tidak puas dengan diri mereka sendiri, yang dapat memicu gejala emosional yang lebih serius, seperti depresi atau kecemasan. Ketidakpuasan ini sering kali berkaitan dengan pertimbangan tentang pencapaian pribadi dan sosial yang dianggap belum memadai sepanjang hidup.
Dampak emosional ini tidak hanya mempengaruhi diri mereka, tetapi juga dapat berdampak pada hubungan sosial. Pria yang mengalami puber kedua mungkin menjadi lebih menarik perhatian ke arah hubungan dengan orang-orang di luar pasangan mereka, yang sering kali mempengaruhi keharmonisan rumah tangga. Melalui pergeseran emosi ini, mereka mencari konfirmasi dan pengakuan yang mungkin tidak mereka dapatkan dalam lingkungan yang selama ini mereka kenal.
Dampak puber kedua terhadap kehidupan sehari-hari
Perubahan perilaku dan kebiasaan yang terjadi selama puber kedua dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pria melaporkan bahwa mereka menjadi lebih impulsif dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam hal keuangan.
Hal ini sering terlihat ketika mereka membeli barang-barang mahal walaupun kondisi finansial tidak mendukung. Ketika merasa tidak puas, mereka cenderung mencari hiburan di luar aktivitas normal mereka dan bisa lebih jarang berada di rumah.
Hubungan dengan pasangan juga dapat terpengaruh akibat puber kedua. Suami yang merasa jenuh dalam kehidupan pernikahan mungkin mulai mencari perhatian di luar. Dalam konteks ini, pasangan dapat memainkan peran kunci untuk membantu menghadapi tantangan ini. Memberikan dukungan emosional dan menjaga komunikasi yang terbuka akan sangat penting dalam mencegah potensi masalah yang lebih besar.
Menghadapi puber kedua memang bisa menantang, tetapi dengan pendekatan yang benar, banyak pria dapat melalui fase ini dengan lebih sukses. Dukungan dari pasangan dan keluarga sangat dibutuhkan agar mereka merasa dihargai dan diperhatikan, yang dapat membantu mengurangi dampak negatif dari puber kedua pada keseharian mereka.