Daftar Lagu Karya Musisi Indonesia Yang Pernah Dilarang Diputar oleh Pemerintah

3 Mar 2025 20:42 WIB

thumbnail-article

Gitaris dan electroguy Sukatani band Muhammad Syifa Al Lufti (kanan) dan vokalis Novi Chitra Indriyati (kiri) memainkan lagu saat konser Crowd Noise di Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (23/2/2025) malam. Sukatani band yang berasal dari Purbalingga tersebut tampil menyanyikan sebanyak enam lagu. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/agr.

Penulis: Kitin Aprilia

Editor: Kitin Aprilia

Baru-baru ini, grup musik punk asal Purbalingga, Sukatani, menjadi sorotan publik setelah lagu mereka yang berjudul "Bayar Bayar Bayar" dilarang pemutarannya.

Lagu ini, yang dirilis pada 24 Juli 2023, dianggap mengandung kritik terhadap praktik korupsi dan pungutan liar yang melibatkan institusi kepolisian. Menyusul tekanan, pada 20 Februari 2025, Sukatani memutuskan untuk menarik lagu tersebut dari platform digital dan meminta maaf kepada Polri.

Kejadian ini mengingatkan akan sejarah pelarangan lagu di Indonesia, khususnya pada era Orde Baru. Pada periode tersebut, banyak lagu yang dilarang karena dianggap melanggar norma yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini menimbulkan perdebatan mengenai batasan kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial.

Lagu-Lagu yang Pernah Dilarang

Iwan Fals, Suara Kritik Sosial yang Terancam

Iwan Fals merupakan salah satu musisi terkenal yang kerap menjadi target pelarangan. Lagu "Bento" dan "Mbak Tini" dianggap sebagai kritik tajam terhadap pemerintah pada masanya, khususnya liriknya yang merujuk pada dua anak dari presiden masa itu. "Bento" dipandang terlalu frontal, sedangkan "Mbak Tini" membuat Iwan Fals ditahan selama dua minggu karena membawakannya dalam konser.

Doel Sumbang dan Kritik terhadap Pemerintah

Doel Sumbang juga memiliki lagu yang mengalami pelarangan. Salah satu karyanya, "Mimpi di Siang Bolong," dirilis pada 1970-an dan dianggap mengandung kritik terhadap pemerintahan saat itu. Liriknya yang dianggap provokatif membuat pemerintah melarang pemutaran lagu ini di media massa.

Lagu Berwarna Merah, Genjer-genjer

"Genjer-genjer," yang ditulis oleh M. Arief, adalah lagu yang sangat populer pada masa pemerintahan Soekarno. Namun, setelah peristiwa G30S, lagu ini dilarang karena dianggap memiliki keterkaitan dengan PKI. Pelarangan ini menunjukkan dampak politik pada seni dan budaya di Indonesia.

Hati yang Luka, Tak Mendukung Semangat Pembangunan

Pada tahun 1988 lagu yang dinyanyikan Betharia Sonata ini dilarang diputar di berbagai stasiun televisi oleh Harmoko yang menjabat Menteri Penerangan.

Lagu "Hati yang Luka" dianggap terlalu 'cengeng' sehingga tidak mendukung semangat pembangunan yang sedang digembor-gemborkan pemerintah.

Mengkritik Kelompok Elit, Lagu Slank Dilarang Beredar

Lagu karya grup Slank yang berjudul "Gosip Jalanan" ini terkenal dengan kritiknya terhadap perilaku korupsi dan manipulatif yang terjadi di kalangan elit politik. Liriknya yang tajam membuat lagu ini tidak diizinkan beredar karena dianggap mengganggu stabilitas nasional.

Menyerang Sosok Berkuasa

Lagu Elpamas berjudul "Pak Tua" dianggap menyerang langsung pada presiden yang sedang menjabat pada waktu itu, yakni Presiden Soeharto. Lagu dengan kisah seorang pengusaha tua yang enggan pensiun terdengar sedang menyindir pemerintahan saat itu sehingga dilarang tayang di televisi.

Pengaruh Pelarangan terhadap Dunia Musik Indonesia

Musik sering kali digunakan sebagai alat perlawanan sosial. Pelarangan lagu-lagu seperti yang dihadapi Iwan Fals dan Doel Sumbang menunjukkan bahwa aktivitas seni dapat menjadi medium untuk menyuarakan kritik terhadap pemerintahan. Karya-karya mereka tetap dikenal sebagai simbol perlawanan meskipun berhadapan dengan sensor.

Bagi para musisi, pelarangan lagu adalah sebuah tantangan berat. Setelah mengalami pelarangan, banyak musisi harus mengubah strategi pemasaran dan distribusi karya mereka. Mereka mencari cara untuk tetap relevan di mata publik, seringkali dengan memanfaatkan teknologi digital untuk mendistribusikan musik mereka tanpa takut sensor.

Pelarangan lagu sering kali memicu reaksi dari masyarakat. Banyak pendengar yang menanggapi dengan protes terhadap keputusan pemerintah, mendukung kebebasan berekspresi dalam seni. Sosial media menjadi platform utama untuk mengungkapkan ketidakpuasan ini.

Media memainkan peran penting dalam mengangkat isu pelarangan lagu. Mereka tidak hanya melaporkan kejadian tetapi juga melakukan analisis mendalam tentang dampak sosial dan politik dari pelarangan tersebut. Laporan-laporan ini sering kali membentuk opini publik dan meningkatkan kesadaran akan isu kebebasan berekspresi.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER