Daftar Perubahan dalam RUU TNI yang Baru Disahkan: Penambahan Jabatan Kementerian/Lembaga hingga Usia Pensiun

20 Mar 2025 21:21 WIB

thumbnail-article

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kiri) menyerahkan laporan pandangan pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) dalam Rapat Paripurna pengesahan RUU TNI pada Kamis (20/3/2025). (Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Penulis: Rizal Amril

Editor: Rizal Amril

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Ada beberapa pasal yang diubah, apa saja?

Pengesahan RUU TNI menjadi UU tersebut terjadi dalam Sidang Paripurna DPR RI ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di kompleks parlemen, Jakarta pada Kamis (20/3/2025).

"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tutur Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh para peserta rapat.

Dalam pengesahan tersebut, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto turut menyaksikan jalannya rapat.

Pengesahan RUU TNI jadi UU dilakukan DPR di tengah protes aliansi masyarakat sipil di depan kompleks parlemen.

Para demonstran berkumpul untuk menyuarakan penolakan atas pengesahan RUU TNI yang dinilai melemahkan supremasi sipil.

Lantas, apa saja yang berubah dari UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia?

Pasal-pasal yang berubah dalam revisi  UU TNI

Menukil Antara, terdapat empat perubahan yang terjadi dalam proses revisi UU TNI yang telah disahkan DPR jadi UU.

Beberapa pasal yang berubah tetap disahkan kendati ramai-ramai ditolak berbagai pihak. Berikut daftarnya:

1. Pasal 3 tentang kedudukan TNI

Perubahan pertama ada pada Pasal 3 UU Nomor 34 Tahun 2025. Perubahan ini terkait kedudukan TNI dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer.

Dalam UU TNI yang lama, Pasal 3 Ayat 2 menjelaskan bahwa TNI berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan dalam membuat kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi.

Dalam UU TNI pasca-revisi, ayat dalam pasal tersebut diubah, menjadi TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan dalam hal membuat strategi pertahanan dan dukungan administrasi yang berkaitan dengan perencanaan strategis.

2. Pasal 7 tentang tugas pokok TNI

Menurut UU Nomor 34 Tahun 2004, TNI memiliki tugas pokok yang terdiri dari operasi militer (OMP) untuk perang dan operasi militer selain perang (OMSP).

Sebelum direvisi, Pasal 7 UU TNI menjelaskan bahwa terdapat 14 tugas OMSP, yakni:

  • mengatasi gerakan separatis bersenjata;

  • mengatasi pemberontakan bersenjata;

  • mengatasi aksi terorisme;

  • mengamankan wilayah perbatasan;

  • mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; 

  • melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;

  • mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;

  • memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;

  • membantu tugas pemerintahan di daerah;

  • membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;

  • membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;

  • membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;

  • membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan. 

Dalam revisi yang disahkan DPR, terdapat dua tugas OMSP tambahan, yakni:

  • membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber;

  • membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

3. Pasal 47 tentang posisi sipil yang bisa diisi tentara aktif

Berikutnya, DPR meloloskan revisi Pasal 47 UU TNI tentang penambahan jabatan sipil yang bisa diisi tentara aktif.

Pada UU TNI sebelum direvisi, prajurit TNI aktif hanya diperkenankan menjabat di 10 kementerian/lembaga.

Sementara dalam UU TNI pasca direvisi, terdapat penambahan sehingga menjadi 14 kementerian/lembaga.

Pasal ini tetap diubah kendati koalisi sipil menolaknya. Berikut daftar 14 kementerian/lembaga yang boleh diisi prajurit TNI aktif dalam UU terbaru:

  • Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara 

  • Pertahanan Negara, termasuk Dewan Pertahanan Nasional 

  • Kesekretariatan Negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden

  • Intelijen Negara 

  • Siber dan/Sandi Negara 

  • Lembaga Ketahanan Nasional Badan Pencarian dan Pertolongan (SAR) 

  • Badan Narkotika Nasional 

  • Badan Pengelola Perbatasan 

  • Badan Penanggulangan Bencana 

  • Badan Penanggulangan Terorisme 

  • Badan Keamanan Laut 

  • Kejaksaan Republik Indonesia 

  • Mahkamah Agung

4. Pasal 53 tentang batas usia pensiun

Perubahan berikutnya adalah tentang batas usia pensiun bagi prajurit TNI.

Dalam UU TNI sebelum revisi, usia pensiun prajurit perwira adalah paling lama 58 tahun, sementara untuk bintara dan tamtama adalah 53 tahun.

Sementara dalam UU TNI pasca-revisi, batas usia pensiun diatur berdasarkan jenjang yang lebih spesifik dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Bintara dan tamtama: 55 tahun 

  • Perwira hingga pangkat kolonel: 58 tahun 

  • Perwira tinggi bintang 1: 60 tahun 

  • Perwira tinggi bintang 2: 61 tahun 

  • Perwira tinggi bintang 3: 62 tahun 

  • Perwira tinggi bintang 4: 63 tahun dan dapat diperpanjang dua kali sesuai kebutuhan dengan Keputusan Presiden.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER