30 Mei 2023 05:08
Denny Indrayana (tengah) usai menyerahkan berkas permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu 2024 di Bawaslu, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Ia membantah membocorkan rahasia negara terkait putusan sistem pemilu proporsional. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww)
Penulis: Rusti Dian
Editor: Rizal Amril
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengunggah siaran pers di media sosialnya sebagai buntut dari rumor putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilihan umum (pemilu) proporsional tertutup.
Dalam siaran pers tersebut, Denny Indrayana membantah telah membocorkan rahasia negara, seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
“Saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik,” tulis Denny dalam siaran pers yang diunggahnya pada Selasa, 30 Mei 2023.
Sebelumnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut dianggap dianggap membocorkan rahasia negara lantaran memberi informasi terkait putusan yang belum dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi.
Mahfud MD, melalui akun Twitter pribadinya, menjelaskan bahwa putusan MK menjadi rahasia ketat yang tidak seharusnya disebarkan sebelum ketok palu vonis di sidang resmi dan dibuka.
Dalam siaran persnya, Denny menjelaskan bahwa dirinya memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan tentang putusan MK sebagai bentuk kontrol publik.
"Putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali," tulis Denny. "Ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan."
Awalnya, Denny Indrayana mengunggah sebuah twit pada Minggu, 28 Mei 2023. Dalam twit tersebut dijelaskan bahwa dirinya mendapat informasi penting terkait MK yang akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup.
Ia juga menyebut enam hakim MK setuju kembali ke sistem proporsional tertutup, sedangkan tiga hakim lainnya dinyatakan dissenting opinion (perbedaan pendapat).
Denny Indrayana mengaku bahwa ia mendapat informasi tersebut dari orang yang kredibilitasnya dapat dipercaya.
Menurutnya, sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilu Orde Baru yang otoritarian dan koruptif. Oleh karena itu, Denny Indrayana sangat memberi perhatian khusus pada
Awal mula perkara ini muncul ketika gugatan beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum diuji di MK.
Melansir Antara, Gugatan ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Apabila gugatan tersebut dikabulkan, maka sistem Pemilu 2024 akan kembali menjadi sistem proporsional tertutup seperti pada masa Orde Baru.
Sistem proporsional tertutup ini mengharuskan pemilih untuk mencoblos logo partai politik dalam surat suara, bukan nama kader partai.
Usulan tersebut hanya disetujui oleh satu dari sembilan partai di parlemen yaitu PDIP. Delapan partai lain seperti Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP menolak usulan tersebut.
Pakar hukum tata negara Refly Harun menyebut bahwa MK tidak seharusnya memilihkan sistem pemilu mana yang cocok bagi Indonesia.
Menurutnya, sistem pemilu ini bisa dikembalikan kepada dinamika di DPR RI yang berwenang membuat undang-undang.
MK bisa saja menolak gugatan terkait sistem proporsional terbuka dengan alasan penggugat tidak memiliki legal standing.
Refly menyebutkan, para penggugat bukan termasuk kelompok yang dekat dengan pimpinan partai sehingga seharusnya tidak keberatan atau dirugikan oleh sistem proporsional terbuka.
“Sistem pemilu itu bergantung kepada kebutuhan-kebutuhan yang akan kita dapatkan dengan menerapkan sistem tersebut,” ujar Refly Harun pada Senin, 29 Mei 2023 dalam wawancaranya bersama TV One.
Refly menambahkan jika Indonesia menerapkan sistem proporsional tertutup, maka secara oligarki sangat elitis dan tidak ada demokrasi sehingga kita kehilangan banyak akses terhadap kemampuan menentukan siapa yang akan duduk di parlemen.
KOMENTAR
Latest Comment