18 Juli 2023 19:07 WIB
Penulis: Dzikri N. Hakim
Editor: Ramadhan Yahya
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menanggapi desakan yang meminta partainya untuk segera menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) guna melengserkan dirinya dari kursi kepemimpinan partai dengan logo pohon beringin itu.
Menurutnya, partai dengan logo pohon beringin itu tidak akan melaksanakan Munaslub dalam waktu dekat.
“Tidak ada, tidak akan ada (Munaslub),” kata Airlangga di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Airlangga juga menegaskan bahwa Golkar sudah menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada awal Juni lalu, yang menghasilkan keputusan capres atau cawapres Golkar berada di tangan Airlangga. Ia juga menyebut Rakernas yang dijalankan partainya pada saat itu sudah solid.
"Kita sudah Rakernas dan itu selesai, mekanismenya selesai," ucap Airlangga.
"Kemarin rakernasnya kan solid," lanjutnya.
Menurutnya, jika ada pihak-pihak yang ingin mencalonkan diri menjadi pimpinan partai berlambang beringin itu harus menunggu Musyawarah Nasional (Munas) pada 2024.
“Munas 2024, silakan kalau berminat jadi Ketua Umum Golkar ke 2024,” kata Airlangga.
Lebih lanjut, Ia meminta kepada setiap pihak agar tidak mendesak partainya untuk buru-buru menentukan arah dan sikap politik pada Pemilu 2024.
“Ya desak saja yang lain juga, kita dalam pembicaraan dan pembicaraan kan tidak bisa desak mendesak. Pembicaraan partai kan harus cordial,” ucapnya.
Airlangga Didesak Mundur
Sebelumnya, tiga ormas pendiri Partai Golkar, yakni Kosgoro 1957, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), dan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) meminta Airlangga untuk mundur dari posisi Ketua Umum Partai Golkar.
Permintaan itu disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (Depinas) SOKSI Lawrence T.P. Siburian dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (12/7/2023).
"Pak Airlangga tidak apa-apa di kementerian. Memimpin sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, tetapi Partai Golkar diserahkan kepada yang lebih mampu untuk menjaga dan mempertahankan paling tidak meningkatkan suara dari 14 persen naik," kata Lawrence.
Menurutnya, Airlangga sebagai Ketua Umum DPP Golkar tidak jelas akan membawa partai berlambang pohon beringin tersebut ke arah mana. Padahal, waktu pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya menyisakan waktu 3 bulan lagi.
Lawrence menerangkan, Golkar memiliki elektabilitas sebesar 14 persen saat ini. Dengan itu, lanjutnya, Golkar masih memiliki kesempatan bila ingin membentuk koalisi baru, sebab ada partai lain yang belum menentukan arah dukungannya, yaitu PAN.
PAN, menurut Lawrence, memiliki perolehan suara 7 persen. Bila kemudian membentuk koalisi dengan Golkar, ia menyebut, keduanya sudah cukup untuk memenuhi ambang batas 20 persen sebagai syarat untuk mencalonkan pasangan presiden/wakil presiden.
Kendati demikian, menurutnya, koalisi kedua partai itu tidak akan membawa kemenangan. Pasalnya, Airlangga Hartarto hanya memiliki elektabilitas capres sekitar 1 persen.
"Tidak ada orang yang mau ikut pilpres untuk kalah, semuanya mau menang. Oleh karena itu, kami melihat dampaknya pada Partai Golkar nanti dalam pemilihan anggota legislatif," jelasnya.
Selain itu, Lawrence juga menargetkan Golkar dapat mengisi 100 kursi di DPR RI. Ia mengaku sudah memiliki perhitungan dan analisis angka dari Sabang sampai Merauke.
"Nanti kenyataannya pada waktu pemilu yang akan datang. Akan tetapi, kami sudah tahu persis bahwa ini berbahaya," imbuhnya.
Adapun berbagai survei menyebutkan Golkar akan turun ke nomor 4 atau 5. Hal ini, dinilai Lawrence, menurunkan posisi Golkar sebagai partai besar menuju partai menengah, bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi partai bernasib suram.
"Karena apa? Setiap pemilih masuk ke ruang pemilihan yang pertama dia coblos, ya, pasangan calon presiden/wakil presiden yang dia sukai, baru partai dari pasangan calon itu dia coblos," ungkap Lawrence.
Oleh karena itu, pihaknya juga mendorong Golkar agar melakukan munaslub untuk menggantikan posisi Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Lawrence berharap sosok tokoh pengganti Airlangga memiliki kemampuan untuk memimpin Golkar menghadapi Pemilu 2024. Pasalnya, sudah 3 tahun Golkar tidak melakukan manuver capres dan cawapres.
"Kalau Pak Airlangga beralasan tidak ada Munaslub, masih punya waktu, akan diumumkan pada bulan Agustus. Sudah omong kosong itu, sudah tidak mungkin lagi," pungkasnya.
Tiga Poin Tuntutan Dewan Pakar
Dewan Pakar Partai Golkar diketahui telah menggelar rapat pleno pada Minggu (9/7/2023) di kediaman Agung Laksono.
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam menyebut, rapat tersebut memberi rapor merah kepada Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto yang tak kunjung mengambil sikap jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Oleh karena itu, pihaknya telah mengeluarkan tiga poin rekomendasi kepada Airlangga dan DPP Partai Golkar.
Pertama, Airlangga diminta segera mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden (capres) paling lambat sampai akhir Agustus mendatang.
Kedua, Partai Golkar diminta membentuk poros baru yang menjadi kendaraan politik Airlangga untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Terakhir, membuat program 'Airlangga Hartarto Menyapa Rakyat', untuk mensosialisasikan dirinya di daerah-daerah.
Jika rekomendasi pertama dan kedua tak terlaksana, musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) untuk melengserkan Airlangga dari kursi ketua umum Partai Golkar sangat mungkin terjadi. Sebab, Munaslub bukan merupakan hal yang haram dalam partainya.
"Jadi Munaslub itu adalah jawaban dari nomor satu. Kapan jawaban (dari rekomendasi poin satu dan dua) itu dilaksanakan? Agustus. Karena kalau tidak sudah terlambat sudah," kata Ridwan di Hotel Sultan, Rabu (12/7/2023).
Internal Klaim Golkar Masih Kondusif
Sementara itu, pendapat berbeda diungkap Ketua DPP Partai Golkar Lamhot Sinaga. Ia mengklaim kondisi internal partainya kondusif dan solid dari struktur tingkat bawah sampai pusat.
Lamhot bahkan mengatakan desakan senior Golkar untuk segera menggelar forum Munaslub untuk mengganti posisi Airlangga dari kursi ketua umum itu keliru dan mengada-ada.
"Sehingga kalau ada oknum beberapa orang kader [mendesak untuk menggelar munaslub], ya itu adalah yang sangat keliru," kata Lamhot seperti dikutip CNN Indonesia, Rabu (12/7/2023).
Menurutnya, saat ini kondisi internal Golkar, mulai dari struktur di tingkat bawah hingga tingkat pusat masih kondusif dan solid. Lebih lanjut, ia menyebut semua kader Golkar tetap satu di bawah kepemimpinan Airlangga.
Ia juga membantah Munaslub bisa digelar dengan alasan elektabilitas Golkar dan Airlangga terbilang minim di lembaga survei. Sebab, menurutnya, Munaslub baru bisa digelar bila dalam kondisi-kondisi mendesak.
Respon senada disampaikan Sekjen Partai Golkar Lodewijk F. Paulus yang menegaskan partainya masih solid dalam persiapan menjelang Pemilu 2024 mendatang.
Ia menilai rencana menggelar Munaslub sangat jauh, karena saat ini Golkar sedang fokus mempersiapkan Pemilu dan Pilpres 2024.
"Kalau bicara Munaslub saya pikir waduh jauh banget. Kita saat ini fokus bagaimana pilpres, pileg, pilkada. Pilkada aja kita sisihkan nanti setelah pileg dan pilpres. Bagaimana kita bicara Munaslub? Nggak masuk akal kan," ucap Lodewijk di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (11/7/2023).
Isu Perpecahan Bukan Hal Baru
Gonjang-ganjing di tubuh Partai Golkar tempo hari, sejatinya bukan sesuatu hal yang baru. Ancaman perpecahan kerap kali menerpa Golkar setiap mendekati pemilu.
Menjelang Pemilu 2014 lalu, Partai Golkar terbelah menjadi dua golongan. Saat itu, mereka dihadapkan pada dua pilihan. Antara mendukung pencapresan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie atau kader senior Golkar Jusuf Kalla yang pada waktu itu menjadi calon wakil presiden alias Cawapres yang diusung PDI Perjuangan (PDIP).
Politikus senior Golkar Zainal Bintang pada saat itu mengibaratkan partainya seperti sedang diterpa gempa, bahkan goncangan itu juga terasa hingga ke ring paling atas.
"Ada gempa di mana-mana, perpecahan di ring satu Ical sendiri," kata Zainal, seperti dikutip Kompas.com, Sabtu (17/5/2014).
Dalam perjalanannya, Golkar akhirnya bergabung dalam Koalisi Merah Putih yang mengusung pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa pada pemilu.
Lalu pada 2019 lalu, internal Golkar pecah setelah Jokowi menggandeng Ma'ruf Amin sebagai cawapres dalam pemilu saat itu. Padahal, Golkar sempat berharap agar Jokowi maju bersama kader dari partainya.
Politikus Golkar Fadel Muhammad pada saat itu mengungkapkan bahwa internal Golkar pecah ke dalam dua kubu. Yakni, kubu yang tetap fokus untuk memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan kubu yang merasa kecewa atas terpilihnya nama Ma'ruf Amin.
Menurut Fadel, tidak menutup kemungkinan perpecahan itu membuat sebagian kader Golkar mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Belum tahu, [kemungkinan mendukung Prabowo-Sandiaga] besar. Apalagi Sandiaga Uno. Sandiaga Uno orang Gorontalo," katanya di Universitas Brawijaya, Kota Malang, Selasa (21/8/2018).
Pada akhirnya, Golkar secara resmi mendukung Jokowi sebagai capres, bersama dengan Koalisi Indonesia Maju.
Adapun untuk saat ini, Partai Golkar masih tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sejak dibentuk pada pertengahan 2022, KIB belum menentukan arah politiknya pada Pemilu 2024.
Bahkan, salah satu anggota KIB, yakni PPP memutuskan mendukung Ganjar Pranowo, bakal calon presiden yang diusung PDI Perjuangan (PDIP).
KOMENTAR
Latest Comment