Pesanan Gabungan Rugikan Driver Ojol Lantaran Upahnya Tidak Dibayar Semestinya

8 May 2023 13:05 WIB

thumbnail-article

Salah satu pengemudi ojek online yang mengantar pesanan makanan. Sumber: Antara.

Penulis: Rusti Dian

Editor: Margareth Ratih. F

Baru-baru ini muncul tweet seorang warganet yang mempertanyakan kebijakan baru Gojek Indonesia. Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa driver ojol (ojek online) tidak dibayar semestinya. 

Masalahnya adalah tentang driver yang bisa pick up dua order dari customer yang berbeda, asalkan memesan di resto yang sama. Alih-alih membuat driver tidak perlu mondar-mandir, kebijakan ini justru membuat driver tidak mendapat bayaran semestinya.

Gue awalnya pas dapat notif kalau driver harus nganterin orderan ke alamat yang pertama dulu senang, karena mikirnya driver bakalan dibayar 2 kali. Eh pas bapaknya datang dan tahu kalau dia cuma dapat Rp2.800 padahal gue bayar untuk delivery itu normal Rp13.000 malah jadi miris,”tulisnya dalam utas Twitter.

Menurutnya, driver juga harus mendapat bayaran normal di kedua orderan. Tapi kebijakan baru Gojek Indonesia ini justru mengambil 78% hak bayaran driver

Hal ini sontak menjadi perbincangan warganet pengguna Twitter. Bahkan di sana banyak juga driver ojol yang menyetujui utas berisi keluhan tersebut. Mereka juga membagikan ceritanya yang hanya mendapat upah sangat sedikit dari kedua orderan yang masuk.

Kebijakan pesanan gabungan

Kini, ada kebijakan pesanan gabungan sebagai salah satu fitur yang tersedia di layanan transportasi online, terlebih jika ingin memesan makanan. Pesanan gabungan ini diklaim mampu meningkatkan produktivitas mengantar makanan ke konsumen. Driver bisa menyelesaikan dua pesanan dalam sekali jalan dengan memperoleh dua tarif pengiriman sekaligus.

Pesanan gabungan ini baru bisa dinikmati di Bandung dan area sekitar Jabodetabek. Berikut beberapa syarat pesanan gabungan:

  • Pesanan gabungan dilakukan di restoran GoBiz dan Super.
  • Driver menerima maksimal 2 orderan di satu restoran yang sama.
  • Waktu tempuh antar pelanggan harus berdekatan antara 5-10 menit.
  • Driver harus mengantar pesanan secara benar dan tidak tertukar.
  • Hanya mitra terpilih yang bisa menerima pesanan gabungan ini.
  • Driver tidak bisa cancel atau membatalkan pesanan gabungan.

Sayangnya, pesanan gabungan ini justru mengurangi jumlah poin pesanan kedua. Jika orderan terpisah driver bisa mendapat maksimal 3 poin, lain halnya ketika pesanan gabungan hanya bisa menerima 2 poin saja. Inilah yang membuat seolah driver tidak mendapat upah semestinya.

Kebijakan menyengsarakan driver ojol

Kebijakan yang merugikan driver ojol tidak hanya terjadi sekali ini saja. Praktik kerja super eksploitatif ini membuat driver ojol tidak bisa bebas dalam pekerjaannya. 

Penggunaan kata ‘kemitraan’ pun perlu dievaluasi lantaran kemitraan di sini seharusnya hubungan kerja yang setara dan adil berdasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.

Sayangnya, kemitraan ini bersifat palsu. Driver ojol tidak memperoleh haknya sebagai mitra, melainkan bekerja dalam hubungan kerja buruh dan pengusaha. Perusahaan seolah menghindari memberi upah minimum, jaminan kesehatan, upah lembur, pesangon, hak libur, dan jam kerja layak.

Ada beberapa masalah yang justru merugikan driver ojol. Masalah tersebut di antaranya:

  1. Keputusan penting dalam proses kerja adalah kewenangan perusahaan. Perusahaan tidak melibatkan para mitra ojol untuk menentukan tarif, sanksi, bonus, algoritma, dan mekanisme kerja.
  2. Perusahaan mengontrol penuh proses kerja ojol yang terkesan lebih lama dan lebih berat dengan dalih disiplin. Kontrol kerja ini melalui tiga cara yaitu sanksi, penilaian konsumen, dan bonus.
  3. Monopoli akses informasi dan data yang dilakukan perusahaan sehingga ojol tidak mengetahui tata kelola yang seharusnya dilakukan untuk saling menguntungkan dalam hubungan kemitraan.
  4. Hubungan kemitraan bertentangan dengan hukum di Indonesia lantaran ada dominasi dari perusahaan penyedia jasa ojol.

Penelitian yang dilakukan oleh Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) Universitas Gadjah Mada tersebut mencatat 84,83% responden ojol menilai perubahan kebijakan tarif, bonus, potongan, dan sanksi cenderung merugikan pihak ojol dan menguntungkan perusahaan.


Oleh karena itu, perlu adanya regulasi yang jelas untuk mengatur hubungan antara driver ojol dengan perusahaan penyedia layanan. Apalagi keluhan yang disampaikan oleh driver ojol selalu beragam dan merujuk pada satu inti masalah yaitu kebijakan perusahaan.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER