Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi telah menggeledah rumah pribadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara nonaktif, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), pada Rabu (2/7/2025). Topan telah ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama empat orang lainnya atas dugaan korupsi proyek infrastruktur jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut senilai total Rp231,8 miliar di wilayah Sumatera Utara.
“Benar, ada penggeledahan di Sumut,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dikutip Antara saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menambahkan, penggeledahan dilakukan di beberapa lokasi berbeda di Sumatera Utara. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada pekan lalu.
“Tentunya penggeledahan pascakegiatan tangkap tangan terkait dugaan korupsi pada pengadaan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan PJN I Sumut ini untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang berkaitan dengan tindak pidana dimaksud,” ujar Budi.
Senjata Api dan Uang Rp2,8 Miliar Disita
KPK menyita uang tunai senilai Rp2,8 miliar dan dua senjata api dari rumah pribadi Topan.
“Jadi, di lokasi tersebut ditemukan uang cash (tunai) sejumlah 28 pak dengan nilai total sekitar Rp2,8 miliar,” ujar Budi
Ia menyebut penyidik masih akan mendalami asal uang tersebut serta kemungkinan aliran dan tujuannya. Selain uang tunai, penyidik juga menemukan dua senjata api.
“Untuk dua senjata api, jenisnya adalah pistol Beretta dengan amunisi tujuh butir, dan senapan angin dengan amunisi sejumlah dua pak,” katanya.
Menurutnya, keberadaan senjata itu akan ditelusuri lebih lanjut dan dikoordinasikan dengan kepolisian.
“Mengenai asal dari senjata api tersebut nanti akan didalami oleh penyidik, dan dikoordinasikan dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak Kepolisian,” ujarnya.
Selain menggeledah rumah pribadi TOP, KPK sebelumnya juga telah melakukan penggeledahan di Kantor Dinas PUPR Sumut. Dalam proses tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen terkait pengadaan proyek jalan di Dinas PUPR dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
“KPK akan terus menelusuri terkait dengan bukti-bukti yang mungkin nanti juga berada di tempat-tempat lainnya, sehingga KPK masih terus melakukan penggeledahan,” kata Budi.
Para Tersangka
Dua hari setelah OTT, tepatnya pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah:
-
Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Dinas PUPR Sumut,
-
Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
-
Heliyanto (HEL), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut,
-
M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT DNG,
-
M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY), Direktur PT RN.
Klaster Kasus
Kasus ini terbagi dalam dua klaster. Klaster pertama mencakup proyek-proyek jalan di bawah Dinas PUPR Sumut, yaitu:
-
Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun 2023 senilai Rp56,5 miliar,
-
Proyek yang sama tahun 2024 senilai Rp17,5 miliar,
-
Rehabilitasi dan penanganan longsor di lokasi yang sama tahun 2025, dan
-
Preservasi lanjutan tahun 2025.
Klaster kedua berkaitan dengan proyek-proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut, yaitu:
-
Pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu Selatan senilai Rp96 miliar,
-
Pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp61,8 miliar.
Total nilai dari seluruh proyek dalam dua klaster tersebut mencapai sekitar Rp231,8 miliar. Dalam konstruksi perkara, KPK menduga M. Akhirun Efendi Siregar (MAES) dan M. Rayhan Dulasmi Piliang (MRDP) berperan sebagai pemberi suap. Sementara Topan Obaja Putra Ginting (TOPG) dan Rasuli Efendi Siregar (RES) diduga sebagai penerima suap di klaster pertama, sedangkan Heliyanto (H) menjadi penerima di klaster kedua.
Respons Gubernur Sumut Bobby Nasution: Proyek Tetap Lanjut
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution prihatin dengan penetapan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumut Topan Obaja Putra Ginting sebagai tersangka oleh KPK.
“Ini OPD (organisasi perangkat daerah) kami yang ketiga jadi tersangka dalam tindakan korupsi. Ini Pak Topan di-OTT (operasi tangkap tangan) oleh KPK, tentu kami sangat menyayangkan,” ujar Bobby di Medan, Senin (30/6/2025).
Sebelumnya, dua pejabat OPD lain di lingkungan Pemprov Sumut juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus berbeda. Pertama, mantan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumut Ilyas Sitorus, yang ditahan oleh Kejaksaan Negeri Batu Bara atas dugaan korupsi pengadaan software perpustakaan digital dan media pembelajaran digital tingkat SD dan SMP tahun anggaran 2021. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp1,8 miliar.
Kedua, mantan Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Sumut Zumri Sulthony, yang ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas dugaan korupsi penataan Situs Benteng Putri Hijau di Deli Serdang dengan kerugian negara sebesar Rp817 juta.
Menurut Bobby, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan mendukung langkah penegakan hukum oleh lembaga antirasuah.
“Kami pemerintah provinsi menghargai keputusan, dan penindakan apa pun dari KPK,” katanya.
Bobby menyebutkan bahwa pihaknya telah berulang kali mengingatkan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov Sumut agar tidak terlibat dalam praktik korupsi.
“Kemarin juga sudah saya sampaikan, jangan ada kegiatan-kegiatan seperti itu. Jangan ada lagi kelompok A, kelompok B, dan kelompok C. Semua enggak ada karena tujuannya untuk masyarakat,” tegasnya
Bobby memastikan pembangunan dan perbaikan jalan yang menjadi tanggung jawab Dinas PUPR Sumut tetap berlanjut.
"Ya, harus dilanjutkan. Itu, bukan karena seseorang pengerjaannya bisa batal," ucap Bobby.
Pihaknya mengaku, proyek pembangunan dan perbaikan Jalan Sipiongot Batas Labuhanbatu Selatan (Labusel), dan pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot telah puluhan tahun dinantikan masyarakat.
Kronologi OTT KPK
Penangkapan kelima tersangka dilakukan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 26 Juni 2025. KPK menduga para tersangka terlibat dalam pengaturan proyek infrastruktur jalan secara tidak sah, termasuk penunjukan langsung rekanan dan manipulasi proses e-catalog.
Menurut Asep, TOP memerintahkan RES untuk menunjuk PT DGN milik KIR sebagai rekanan dalam dua proyek pembangunan jalan, yaitu Jalan Sipiongot–Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, dengan nilai total Rp157,8 miliar. Penunjukan tersebut dilakukan tanpa melalui mekanisme lelang sebagaimana seharusnya.
“Di sini sudah terlihat perbuatan bahwa ada kecurangan. Seharusnya ini melalui proses lelang yang benar-benar transparan,” tegas Asep dalam konfrensi pers, Sabtu (26/6/2025).
Dalam proses lebih lanjut, RES bersama KIR diduga mengatur sistem e-catalog agar PT DGN bisa ditetapkan sebagai pelaksana proyek. Proses ini disertai pemberian uang dari KIR dan RAY kepada RES.
“Atas pengaturan proses e-catalog di Dinas PUPR Pemprov Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening,” kata Asep.
Di lingkungan Satker PJN Wilayah 1 Sumut, HEL yang menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen diduga juga mengatur proses e-catalog agar PT DGN dan PT RN terpilih sebagai pelaksana proyek. Atas perannya itu, HEL menerima uang sebesar Rp120 juta dari KIR dan RAY dalam rentang waktu Maret 2024 hingga Juni 2025.
“Bahwa HEL karena jabatannya selaku Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut telah menerima sejumlah uang dari KIR dan RAY sebesar Rp120 juta dalam kurun waktu Maret 2024–Juni 2025,” ujar Asep.
KPK menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp231 juta yang diduga merupakan sisa pembayaran dari proyek yang diatur.
Terkait perbuatan para tersangka, KIR dan RAY disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, TOP, RES, dan HEL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kelima tersangka akan ditahan di Rumah Tahanan Cabang KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari ke depan.
Sumber: Antara