Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya membongkar paksa bangunan yang didirikan organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten. Lahan itu sebelumnya diklaim Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) sebagai milik mereka.
"Mereka melakukan penguasaan lahan tanpa hak, milik BMKG," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi dikutip Antara, Sabtu (24/5/2025).
Ade mengatakan pembongkaran ini sebagai respons atas laporan BMKG. Pihaknya menerjunkan 426 personel dari Polda Metro Jaya dan Polres Tangsel untuk membongkar bangunan tersebut.
Ia mengatakan dari hasil pengecekan di lahan tersebut, GRIB menyewakan lahan itu sejumlah pedagang.
"Mereka memberikan izin kepada beberapa pihak, beberapa pengusaha lokal seperti tukang pecel lele, pedagang hewan kurban. Itu dipungut secara liar oleh mereka," ujar Kombes Ade.
Dari pemanfaatan lahan tanpa izin itu Ade mengatakan GRIB meraup keuntungan puluhan juta rupiah.
"Lapak pecel lele dipungut Rp3,5 juta per bulan. Kemudian dari pengusaha pedagang hewan kurban dipungut Rp22 juta. Jadi, dua korban ini langsung mentransfer kepada oknum anggota ormas berinisial Y," katanya.
Ade menjelaskan, pelaku berinisial Y merupakan Ketua DPC ormas GRIB Jaya Tangsel.
17 Orang Ditangkap
Polda Metro Jaya juga menangkap 17 orang terkait kasus ini.
"Kami mengamankan 17 orang, 11 diantaranya adalah oknum dari ormas GJ, kemudian 6 diantaranya adalah oknum yang mengaku sebagai ahli waris di tanah ini," kata Ade.
Ade menambahkan sejumlah barang bukti telah diamankan mulai rekap karcis parkir dari ormas GJ, atribut-atribut ormas, dan beberapa senjata tajam.
Dia juga mengimbau kepada masyarakat agar patuh hukum, tidak melakukan hal-hal yang merugikan pihak lain, atau pihak manapun.
"Apabila ada pihak yang merasa dirugikan, itu mohon dapat memberikan laporan kepada instansi terkait, kemudian juga kepada kami, kepada Polsek, kepada Polres Jajaran, hingga Polda Metro Jaya atau bisa langsung menghubungi 110, itu nomor telepon gratis, bebas pulsa, 24 jam," katanya.
Ia menegaskan tidak ada ruang kepada segala bentuk aktivitas premanisme di wilayah Polda Metro Jaya.
"Sehingga masyarakat jangan segan, jangan takut untuk melaporkan segala bentuk gangguan kamtibmas, peristiwa pidana, hingga gangguan-gangguan dari preman. Negara tidak boleh kalah, negara harus hadir," tegasnya.
Status Lahan BMKG Dicek
Sehari sebelum pembongkaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyatakan kantornya segera mengecek status tanah milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten, yang saat ini diduduki Grib oleh organisasi masyarakat Grib Jaya.
Nusron menegaskan tidak boleh ada ormas-ormas yang mengklaim kepemilikan tanah tanpa bukti kuat, terlebih jika lahan tersebut merupakan barang milik negara (BMN).
“Kami cek masalah ini, secepatnya akan kami info lebih lanjut, dan ini pola-pola semacam ini, proses kedudukan seperti ini oleh ormas apapun dan oleh siapa pun tidak boleh, apalagi itu menyangkut BMN atau barang milik negara, atau menyangkut kepemilikan orang lain pun gak boleh,” kata Nusron dikutip Antara saat menjawab pertanyaan wartawan saat dia ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Nusron melanjutkan jika ada klaim kepemilikan terhadap lahan, maka mereka yang mengklaim wajib menunjukkan bukti. Jika pun ada sengketa, mereka-mereka yang bersengketa wajib menuntaskan masalahnya itu di pengadilan. Dia juga menyebut jika ada yang mengklaim sebagai ahli waris, maka BPN juga akan mengecek warkah tanah tersebut.
“Gak boleh main terabas begitu saja,” sambung Nusron.
Oleh karena itu, Nusron juga akan berkoordinasi dengan BMKG dan Polda Metro Jaya untuk membahas status tanah di Tangerang Selatan tersebut. Nusron menyebut BMKG sejauh ini juga belum mengecek langsung ke Badan Pertanahan Nasional.
Nusron menjelaskan apabila memang tanah itu milik BMKG, yang artinya merupakan barang milik negara, datanya pasti tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan. “Selama masih tercatat di DJKN, kami akan anggap sebagai BMN, barang milik negara,” kata Menteri ATR/Kepala BPN.
Ketua DPR Minta Ormas Pengganggu Ketertiban Dibubarkan
Ketua DPR RI Puan Maharani turut merespons kasus pendudukan lahan milik BMKG oleh Ormas GRIB Jaya. Ia meminta pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) pengganggu ketertiban, dan meresahkan masyarakat.
"Kami minta pemerintah menindak tegas ormas-ormas yang mengganggu ketertiban, apalagi kemudian meresahkan masyarakat, dan mengevaluasi keterlibatan ormas-ormas yang kemudian berbau premanisme," ujar Puan saat memberikan keterangan usai bertemu dengan Perdana Menteri China Li Qiang di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (24/5/2025).
Ia juga meminta aparat penegak hukum melakukan evaluasi terhadap tindakan pendudukan lahan milik negara oleh sebuah ormas.
"Ya kalau memang kemudian itu berbau premanisme, ya segera bubarkan. Jangan sampai kemudian negara kalah dengan aksi-aksi premanisme," katanya menegaskan.
Kronologi
Sebelumnya, BMKG melaporkan kasus dugaan pendudukan lahan milik negara secara sepihak oleh ormas kepada Polda Metro Jaya.
Laporan tersebut disampaikan melalui surat bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025 yang memuat permohonan bantuan pengamanan terhadap aset tanah milik BMKG seluas 127.780 meter persegi di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Akhmad Taufan Maulana di Jakarta, Selasa (20/5), gangguan keamanan terhadap lahan tersebut telah berlangsung hampir dua tahun, dan menghambat rencana pembangunan Gedung Arsip BMKG.
Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya, Wilson Colling, menyatakan bahwa tanah yang disengketakan merupakan milik keluarga ahli waris yang telah dikuasai secara turun-temurun dan memiliki dasar kepemilikan berupa girik.
"Tanah ini awalnya tanah turun-temurun milik ahli waris yang dibuktikan dengan girik," ujar Wilson dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (23/5/2025).
Versi dari pihak GRIB Jaya menyebut, konflik bermula ketika BMKG mengklaim lahan tersebut karena adanya proses pembelian sebagian bidang tanah di area sekitar pada tahun 1970-an. Merasa sebagai pemilik sah, BMKG lantas meminta agar ahli waris mengosongkan lokasi. Namun, permintaan itu tidak direspons.
"Karena ahli waris tidak mengosongkan tanah, BMKG mengajukan gugatan perdata di pengadilan Tangerang sekitar tahun 1980-an, namun gugatan itu kalah di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung," kata Wilson.
BMKG sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara tersebut pada 2007. Walau dikabulkan sebagian, putusan PK tidak mencantumkan perintah untuk menyerahkan girik maupun eksekusi lahan. Gugatan baru yang kemudian diajukan oleh BMKG untuk mendapatkan perintah eksekusi pun, menurut Wilson, ditolak berulang kali oleh pengadilan.
Dalam kondisi itulah, lanjut Wilson, BMKG disebut mengambil langkah di luar prosedur hukum dengan meminta surat penjelasan dari ketua pengadilan setempat. Surat itu, menurut Wilson, hanya berisi opini pribadi namun digunakan seolah-olah sebagai dasar hukum untuk mengeksekusi lahan.
"Surat yang dikeluarkan ketua pengadilan itu bukan keputusan hukum, tapi pendapat pribadi," tegas Wilson.
Ia menambahkan bahwa surat tersebut kemudian dipasang oleh BMKG dalam bentuk plang yang menurutnya menyesatkan publik.
Terkait isu adanya aliran dana hingga Rp 5 miliar dalam sengketa ini, pihak GRIB Jaya membantah keras.
"Dari pihak tim hukum DPP GRIB Jaya sama sekali tidak pernah ada yang bertanya, mengucapkan, atau meminta uang tersebut. Kalau memang ada, silakan buktikan," ujarnya.
Lebih jauh, Wilson menilai pelaporan BMKG ke kepolisian sebagai bentuk upaya mengalihkan tanggung jawab. Ia menganggap langkah itu sebagai strategi untuk menghindari kewajiban terhadap para ahli waris yang telah lama mendiami lahan tersebut.
"Ketiga, laporan yang dilayangkan BMKG ke Polda Metro Jaya kami nilai sebagai bentuk pembohongan publik dan upaya melarikan diri dari tanggung jawab mereka terhadap para ahli waris yang secara turun-temurun telah menempati lahan tersebut dan memiliki bukti kepemilikan berupa girik," ujarnya.
Wilson juga menegaskan bahwa kehadiran GRIB Jaya dalam perkara ini semata sebagai pendamping hukum berdasarkan permintaan resmi dari pihak ahli waris.
"GRIB Jaya tidak pernah menguasai lahan sebagaimana yang diberitakan," kata Wilson.