Ekonom Sebut Alasan Perppu Cipta Kerja Gak Nyambung dengan Capaian dan Proyeksi Ekonomi Pemerintah

5 Januari 2023 11:06

Narasi TV

Presiden Joko Widodo/ Antara

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beralasan Perppu Cipta Kerja diterbitkan karena ada ancaman resesi global.

Airlangga menyebutkan krisis akibat perang Ukraina-Rusia memunculkan tantangan krisis pangan, energi, keuangan dan juga perubahan iklim. Sehingga, Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai penting sebagai langkah awal antisipasi atas kegentingan tersebut.

“Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait ekonomi kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaan stagflasi” ujar Airlangga pada 30 Desember 2022 lalu.

Namun alasan tersebut dinilai mengada-ada dan tidak memenuhi unsur "kegentingan yang memaksa" sebagaimana disyaratkan dalam UUD 1945 saat presiden hendak mengeluarkan Perppu.

Alasan Kegentingan dan Proyeksi APBN 2023 Gak Nyambung

Direktur Center for Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan indikator ekonomi APBN tahun 2023 sama sekali tidak menunjukkan kegentingan sebagaimana didalilkan pemerinah saat mengeluarkan Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Menurut Bhima, indikator ekonomi APBN tahun 2023 sama sekali tidak menunjukkan kegentingan. Malah pemerintah cukup optimistis pertumbukan ekonomi mencapai 5.3% dengan inflasi yang diperkirakan lebih rendah dari tahun 2022.

“Jadi melihat antara pemerintah keluarkan Perppu dengan kegentingan memaksa, dibandingkan dengan proyeksi dalam APBN, dan yang sering disampaikan bahwa indonesia relatif kuat menghadapi ancaman resesi global, ini saling kontradiksi. Saling enggak nyambung. Ini yang jadi pertanyaan. Di sebelah mana kegentingan yang memaksa.” kata Bhima saat dihubungi Narasi, Rabu (4/1/2023).

Perang Rusia-Ukraina juga tidak bisa dijadikan alasan soal ancaman resesi ekonomi. Sebab menurut Bhima perang justru memberi banyak keuntungan yang besar bagi Indonesia karena harga batu bara yang meroket.

“Makanya nggak ada yang disebut dengan kegentingan memaksa. Indonesia untung kok dari perang Ukraina. Buktinya apa? Buktinya harga batu bara tinggi, harga sawit tinggi, kemarin sampai krisis minyak goreng, itu bukti bahwa banyak yang menikmati perang Ukraina," ujar Bhima.

Bhima juga mengatakan Indonesia kondisi ekonomi negara jauh dari apa yang disampaikan pemerintah saat mengeluarkan Perppu.

"Surplus perdagangan berutur-turut. Kemudian dari pendapatan negara, dari pajak, PNBP, tembus diatas 100% dari target. Itu menunjukkan tidak ada kegentingan seperti yang disebutkan pemerintah sebagai landasan terbitnya Perppu Cipta Kerja.” ujarnya.

Bhima kegentingan ekonomi terjadi apabila:

  • Pertumbuhan ekonomi negara mencapai minus, seperti tahun 2020.
  •  Inflasi yang relatif tinggi, dan pelemahan nilai tukar rupiah yang menembus Rp20,000 per dolar AS.

Dalam situasi tersebut, tanpa mengeluarkan Perppu pemerintah bisa mengantisipasinya dengan mengeluarkan paket kebijkaan ekonomi.

Misalnya, kenaikan harga BBM seharusnya direspons dengan kebijakan subsidi atau pemberian bantuan sosial agar warga dapat menghadapi inflasi. Selain itu, dengan penurunan pajak untuk menggenjot ekonomi. 

“Buat apa bikin Perppu (Ciptaker) kalau ternyata masalahnya (resesi) tidak bisa diselesaikan dengan Perppu? Dengan kebijakan teknis di eksekutif cukup (untuk antisipasi resesi). Itu yang menjadi tanda tanya besar,” ujar Bhima.

Perppu Sebagai Antisipasi

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin Puteri mengakuit kondisi ekonomi berupa nilai tukar rupiah dan transaksi perdagangan tercatat baik.

Selain itu, Puteri juga menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi positif diatas 5 persen sepanjang tahun 2021 dan diperkirakan dapat mencapai target 5,2% untuk tahun 2022 dan 5,3% di tahun 2023.

“Inflasi juga cukup terjaga berkat dukungan program perlindungan sosial dan nilai tukar rupiah yang masih terjaga. Dari sisi eksternal juga masih bertahan karena neraca perdagangan dan transaksi berjalan tercatat surplus dan cadangan devisa juga cukup tinggi. Karenanya, DPR juga optimistis akan ketahanan ekonomi kita, namun tentu dengan tetap mewaspadai risiko pelemahan global ini.” papar Puteri dalam keterangannya pada Narasi, Rabu (4/1/2023).

Kendati demikian Puteri menilai Perppu tetap penting sebagai bantalan kebijakan yang dapat memperkuat pertahanan dan optimisme pemulihan ekonomi.

“Untuk itu, kita tetap perlu bantalan kebijakan, melalui perppu, yang menjadi kepastian hukum untuk memitigasi dan mengantisipasi berbagai risiko yang mengancam stabilitas ekonomi domestik. Tujuannya agar memperkuat pertahanan kita dalam menjaga optimisme pemulihan ekonomi serta terhindar dari risiko resesi.” katanya.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR