Advertisement

Faisal Assegaf Bicara Soal Perang Iran vs Israel: Gencatan Senjata Trump, Hingga Potensi Iran Akhiri Genosida di Palestina

30 June 2025 17:29 WIB

thumbnail-article

Faisal Assegaf, pengamat timur tengah dalam wawancara di YouTube Narasi Newsroom Sumber: Narasi Newsroom / YouTube.

Penulis: Salsabila Farenza

Editor: Indra Dwi Sugiyanto

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengklaim bahwa Israel dan Iran telah mencapai gencatan senjata. 

Hal ini diumumkannya pada 24 Juni 2025 lalu melalui platform Truth Social miliknya. 

Namun demikian, tidak ada konfirmasi dari kedua pihak bersangkutan. Aksi saling serang antara Iran dan Israel masih berlanjut. 

Pesan Simbolik Dibalik Pernyataan Gencatan Senjata Trump: Upaya Menyelamatkan Israel

Pengamat Timur Tengah, Faisal Assegaf, dalam wawancara di YouTube Narasi Newsroom berjudul "Trump Minta Gencatan Senjata, Iran & Israel Terus Perang, Arab Diam Genosida di Palestina | Bicara", menyebutkan bahwa pernyataan Trump terkait gencatan senjata antara Iran dan Israel mengandung pesan simbolik—yakni keinginannya agar konflik tidak semakin meluas.

Hal ini dapat dilihat pada serangan ketiga di fasilitas nuklir Iran. Otoritas Iran menyatakan bahwa tidak ada kerusakan di Fordow.

Selain itu, bom yang digunakan Iran hanya seberat 30 ton. “Ini aneh, Fordow itu dalamnya 840, sedangkan bunker yang dihuni Nasrallah pada 27 September tahun lalu ketika Nasrallah dibom oleh Israel itu 80-90 ton yang digunakan,” ujarnya. 

Pernyataan sepihak Trump terlihat seperti upaya untuk menyelamatkan sekutu istimewanya, Israel, yang sudah dalam keadaan terpojok, dimana dua kota besarnya, Tel Aviv dan Haifa dibuat porak poranda oleh Iran.

“Kita tidak pernah membayangkan Tel Aviv itu bisa seperti kayak Khan Yunis, terus Haifa itu seperti Rafah,” ujar Faisal.

Faisal juga menjelaskan bahwa tekanan domestik juga menyebabkan Trump ingin segera menyudahi perang antara Israel dan Iran. 

“Yang kedua, Trump pasti mendapat tekanan domestik, karena kita tahu warga Amerika juga sering demo ketika Trump mendukung genosida di Gaza.”

Iran Berikan Sedikit Keadilan Untuk Palestina Lewat Penyerangan ke Israel 

Faisal Assegaf menjelaskan beberapa alasan mengapa Iran ‘wajib’ membalas serangan Israel. 

Pertama, sebagai upaya untuk mempertahankan kredibilitas rezim. “Kalau Iran tidak membalas, artinya rakyat akan mempertanyakan.”

Kedua, untuk memelihara harga diri Iran, karena serangan Israel merupakan serangan terhadap bangsa dan rakyat Iran.

Ketiga, serangan Iran bukan hanya bentuk pembalasan atas penyerangan Israel ke wilayahnya, tetapi juga merupakan bentuk ‘balas dendam’ atas apa yang telah dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina. 

“Makannya kita lihat ketika peluru kendali Iran lewat di atas tepi barat, lewat di atas Gaza, itu kan rakyat Palestina girang. Artinya apa yang dilakukan serangan balasan Iran sejak 13 Juni lalu itu sedikit banyak memberikan keadilan bagi bangsa Palestina yang sudah dijajah Israel sejak 1948, terutama rakyat Palestina yang menjadi korban di jalur Gaza.”

Hal ini juga membuktikan komitmen Iran sebagai anti zionis sejak kemenangan Revolusi Islam pada 1979.

"Semua negara muslim itu pro Palestina, tapi yang mendeklarasikan anti zionis hanya Iran.”

Iran Pegang Kendali, Israel Defisit, Harga Diri Netanyahu Dipertaruhkan

Faisal Assegaf menjelaskan bahwa saat ini Iran yang memegang kendali, itulah mengapa Netanyahu yang harus mendeklarasikan gencatan senjata. 

“Iran sedang ada di atas angin. Jadi yang perlu gencatan senjata ini Netanyahu, karena tekanan masyarakat sangat besar. Kita tahu orang demo di Tel Aviv ketika perang Gaza karena masih ada sandera, sedangkan tiga tujuan perang yang dibebaskan Netanyahu adalah membebaskan sandera, menghabisi Hamas, mendemiliterisasi Gaza, itu sudah gagal. Kalau Netanyahu membuat perang baru melawan Iran itu artinya tekanan terhadap rakyat Israel itu semakin besar, kerugiannya jauh lebih besar,” jelasnya.

Kemudian, Faisal menyebut bahwa biaya perang melawan Iran sangat tinggi. Hanya untuk menembak satu roket untuk mencegat peluru kendali Iran memerlukan biaya $4 juta. 

Pemerintah Israel juga harus menanggung biaya pengungsian warga yang terkena dampak serangan Iran, dan juga klaim ganti rugi dari masyarakat yang rumahnya mengalami kerusakan, baik itu rusak ringan, rusak sedang, maupun rusak berat. 

Oleh karena itu, di samping menghadapi tekanan militer dari Iran, Israel juga menghadapi tekanan ekonomi, apalagi jumlah turis asing menurun sebanyak 69%. 

“Jadi benar-benar tertekan ekonominya, defisit juga kan. Perang Gaza pun mereka mengalami defisit, apalagi ini. Terus juga jumlah pelancong asing terakhir itu datanya 69% anjlok,” ujar Faisal.

Faisal Assegaf menyebutkan bahwa Iran perlu membuat warga Israel terus ketakutan. Hal ini berkaitan dengan strategi perang. 

Ia menjelaskan bahwa sebagian besar warga Israel merupakan pendatang. Ketika mereka merasa tidak aman, maka banyak yang akan keluar dari Israel. Hal tersebut akan mengancam keberlangsungan Israel sebagai sebuah negara. 

“Jadi dengan ketakutan itu sendiri warga Israel merasa tidak aman. Makannya banyak yang sudah kembali, terakhir itu kemarin ada 180 saya lihat itu ke Bulgaria. Itu bukan hanya warga Yahudi-Bulgaria doang, ada campuran dari beberapa negara Eropa. Jadi mereka merasa tidak aman tinggal di Israel dan itu berbahaya untuk Israel itu sendiri,” jelasnya.

Apakah Serangan Iran Bisa Mengakhiri Genosida di Palestina?

Faisal Assegaf menjelaskan bahwa kemungkinan Israel bisa lebih lunak terhadap Palestina apabila Netanyahu jatuh. 

Menurut Faisal, apabila Netanyahu jatuh dan digantikan, kemungkinan perdana menteri yang baru akan bisa lebih lunak terhadap tuntutan-tuntutan dari Hamas yang sebelumnya ditolak oleh Netanyahu. 

“Kalau Netanyahu jatuh, kemungkinan perdana menteri yang kepilih selanjutnya itu akan lebih mau melunak terhadap tuntutan Hamas.”

Tuntutan Hamas antara lain: mencabut blokade Gaza, menarik mundur pasukan Israel, membuka akses bantuan, dan pertukaran tahanan. 

Propaganda Israel dan Amerika Serikat: Iran Dicap Sebagai Ancaman Dunia Meski Tidak Terbukti Punya Senjata Nuklir

Iran dituduh tengah mengembangkan senjata nuklir dan dipropagandakan sebagai ancaman dunia walaupun hal tersebut belum terbukti. 

Sampai saat ini, tim inspeksi International Atomic Energy Agency (IAEA) tidak menemukan bahwa Iran sedang mengembangkan senjata nuklir. 

Di sisi lain, Amerika Serikat dan Israel memiliki senjata nuklir. Amerika Serikat bahkan memiliki rekam jejak kejahatan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. 

Selain itu, seorang teknisi nuklir, Mordechai Vanunu pernah membocorkan program rahasia nuklir Israel pada 1986 melalui koran The Sunday Times, dan pada akhirnya ditangkap.

“Negara yang belum terbukti punya senjata nuklir dipropagandakan sebagai ancaman bagi perdamaian dunia, ancaman bagi keamanan dunia dan kawasan global, artinya itu belum terbukti. Nah, ini yang sudah punya kan artinya dia lebih ancaman.”

Penutupan Selat Hormuz Jadi Satu Kartu yang Akan Dimainkan Iran Apabila Amerika Serikat Ikut Campur

Parlemen Iran sudah menyetujui rencana penutupan Selat Hormuz yang merupakan titik penting bagi perdagangan minyak bumi global. 

Faisal Assegaf menjelaskan bahwa potensi penutupan Selat Hormuz bergantung pada respon dan tindakan Amerika Serikat. 

“Kalau Amerika berani intervensi, selain menyerang Israel, itu opsi lainnya adalah menutup Selat Hormuz, kemudian menyerang pangkalan militer Amerika di Timur Tengah, yang keempat itu adalah keluar dari NPT. Ketiga ini gak akan diambil Iran kalau Amerika gak ikut campur,” jelasnya. 

Walaupun Amerika Serikat telah menyerang Iran, namun serangan tersebut bersifat simbolik. Oleh karena itu, Ali Khamenei belum mengambil keputusan terkait penutupan Selat Hormuz. 

Saat ini, Iran berfokus untuk terus menyerang Israel sampai Netanyahu menyatakan menyerah.

Potensi Perang Dunia Ketiga

Faisal menyebutkan bahwa potensi konflik yang lebih besar seperti Perang Dunia 3 kemungkinan kecil jika melihat sikap Trump yang seakan ingin menyudahi perang antara Iran dan Israel.

"Kalau kita lihat sikap Trump, pengen buru-buru damai, terus cuma melakukan serangan simbolik ya gak ada lah. Perang dunia itu kayaknya jauh banget," ujarnya. 

Ia juga menjelaskan bahwa saat ini dunia sudah sadar bahwa mereka pernah mengalami kerusakan akibat perang dunia, kemudian gangguan sosial, ekonomi, dan politik akibat pandemi Covid-19, dan mereka tidak ingin neraka tersebut terulang kembali.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER

Advertisement
Advertisement