Ekonom senior alumnus Universitas Indonesia (UI) sekaligus pendiri Institute for Development of Economics & Finance (Indef), Faisal Basri, meninggal dunia pada Kamis (5/9/2024) dini hari di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta.
Kabar duka ini salah satunya disebarkan oleh ekonom Indef, Tauhid Ahmad.
“Innalillahi wa innailaihi rodji’un, Telah berpulang ke rahmatullah hari ini, Kamis, 5 September 2024, pukul 03.50 WIB di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta, suami, ayah, anak, abang, adik, uwak, mamak, kami tersayang Bp. Faisal Basri bin Hasan Basri Batubara.”
Rumah duka almarhum Faisal Basri berada di Komplek Gudang Peluru Blok A 60 Jakarta Selatan. Kehilangan Faisal tidak hanya dirasakan oleh keluarga dan kerabatnya, tetapi juga oleh rekan-rekan sejawatnya di dunia ekonomi, mahasiswa, serta masyarakat yang menghormati kontribusinya dalam dunia ekonomi dan pembangunan nasional.
Jejak Pendidikan dan Karier Akademis
Faisal Basri menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI), dan meraih gelar Master of Arts bidang ekonomi dari Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat pada tahun 1988.
Prestasi akademisnya yang cemerlang membawanya pada jalur karier sebagai seorang intelektual dan ekonom terkemuka. Selain itu, Faisal merupakan keponakan dari mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Adam Malik, yang memperkaya konteks keluarganya dalam dunia politik dan pemerintahan Indonesia.
Faisal memulai karier akademis sebagai pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Mata kuliah yang dia ajarkan meliputi Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, dan Sejarah Pemikiran Ekonomi.
Di luar pengajaran di jenjang sarjana, ia juga mengajar di Program Magister Akuntansi (Maksi), Program Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), serta Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Faisal telah berperan sebagai akademisi sejak tahun 1988 dan terus berkontribusi hingga akhir hayatnya.
Selama kariernya di FEB UI, Faisal pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan ESP (Ekonomi dan Studi Pembangunan) pada periode 1995-1998. Ia juga sempat menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta dari tahun 1999 hingga 2003. Kepemimpinannya dalam berbagai institusi akademis ini mengukuhkan Faisal sebagai salah satu pemikir terkemuka di bidang ekonomi pembangunan di Indonesia.
Kiprah di Bidang Pemerintahan
Faisal Basri tidak hanya aktif di dunia akademis, tetapi juga turut berkontribusi dalam ranah pemerintahan. Pada masa awal kariernya, ia terlibat sebagai anggota Tim “Perkembangan Perekonomian Dunia” pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (Ekonomi, Keuangan, dan Industri) pada tahun 1985-1987.
Peran lainnya di pemerintahan termasuk menjadi anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI pada tahun 2000. Dengan latar belakang intelektual dan pengalaman praktis ini, Faisal secara aktif memberikan analisis dan rekomendasi kebijakan di sektor ekonomi yang bertujuan memperkuat struktur ekonomi nasional.
Pikiran Faisal Basri tentang Ekonomi, Pendidikan, dan Pembangunan
Sepanjang kariernya, Faisal Basri dikenal sebagai seorang pemikir yang sangat kritis terhadap kebijakan ekonomi yang hanya mengandalkan pembangunan fisik. Menurutnya, pembangunan yang berkelanjutan seharusnya berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam diskusi mengenai pendidikan, Faisal menyatakan bahwa pendidikan harus memperkuat keterampilan dasar seperti matematika, membaca, dan menulis agar siswa dapat menggunakan keterampilan tersebut dalam berbagai konteks.
“Sadarilah bahwa secara keseluruhan universitas itu menghadapi kesulitan karena harus mengolah sumber daya yang rendah, jadi prosesnya cenderung lebih berat untuk mengolah mahasiswanya agar berhasil menjadi sarjana,” kata Faisal dalam pernyataan yang dikutip Antara di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Faisal juga mencatat adanya penurunan signifikan dalam kemampuan literasi, matematika, dan sains siswa Indonesia sejak tahun 2015, berdasarkan data dari Programme for International Student Assessment (PISA) yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2022.
“Penurunan ini terjadi sejak tahun 2015, jadi turun terus. Terakhir ada peningkatan itu dari tahun 2009 ke 2015. Ini juga menjadi pembelajaran barangkali pembangunan itu kembali harus diutamakan manusianya, bukan hanya fisik,” jelasnya.
Lebih jauh lagi, Faisal mengamati adanya persaingan antara pendidikan formal dengan mikrokredensial, di mana berbagai lembaga seperti Google menyediakan kursus-kursus singkat yang memberikan sertifikat kompetensi. Dia menyarankan agar universitas di Indonesia dapat memberikan sertifikat kompetensi serupa dengan menjalin kerja sama antara asosiasi perguruan tinggi dan pemerintah daerah.
Dalam konteks pertumbuhan ekonomi, Faisal kerap menekankan pentingnya teknologi dan daya pikir sebagai komponen utama bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh unsur teknologi, semakin banyak pakai komponen otak, semakin kencang pertumbuhan ekonomi itu. Semakin banyak pakai otot, pertumbuhannya melambat terus,” ujar Faisal dalam diskusi bertajuk “Catatan Awal Ekonomi Tahun 2023” yang diselenggarakan oleh Indef secara daring di Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Dia menjelaskan bahwa penggunaan daya pikir suatu masyarakat dapat dilihat melalui indeks Total Factor Productivity (TFP). Faisal mencatat bahwa indeks TFP Indonesia terus mengalami penurunan dalam 50 tahun terakhir, sebagaimana dicatat oleh Asia Productivity Organization (APO). "Kita mengalami penurunan yang terus menerus," kata Faisal.
Pada tahun 2020, indeks TFP Indonesia berada di angka 0,8 poin, lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Vietnam (1,2 poin), Thailand, Malaysia, dan Filipina (1,0 poin).
Faisal juga menyoroti bahwa selama periode 2000 hingga 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar didorong oleh modal fisik dibandingkan modal berbasis daya pikir atau teknologi. Menurut catatan APO, kontribusi modal berbasis non-IT terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 71 persen, sementara kontribusi TFP atau daya pikir justru minus 19 persen.
“Hampir tiga per empat pertumbuhannya disumbangkan oleh modal fisik, seperti infrastruktur. Sumbangan otak dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia minus (19 persen) selama periode 2000-2020,” ujar Faisal.
Faisal juga kerap mengingatkan bahwa tujuan akhir dari pembangunan adalah peningkatan kualitas manusia, bukan hanya berapa banyak infrastruktur yang dibangun.
“Pembangunan itu kan ujung-ujungnya adalah meningkatkan kualitas manusia, bukan berapa kilometer jalan yang dibangun, tapi manusianya itu berkualitas (atau) tidak,” tegas Faisal dalam sebuah Diskusi Publik yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Senin.
Faisal menilai, angka harapan hidup di Indonesia yang pada tahun 2022 tercatat sebesar 68,25 tahun, masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, dengan hanya Myanmar yang berada di bawah Indonesia. Menurutnya, peningkatan anggaran bansos yang dialokasikan pemerintah seharusnya dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup, namun mekanisme bansos belum sepenuhnya efektif.
“Seharusnya, dengan adanya peningkatan anggaran bansos, maka dapat meningkatkan angka harapan hidup manusia di Indonesia. Namun, mengingat bansos tidak menjadi mekanisme terpadu dalam pengelolaan ekonomi, angka harapan hidup di tanah air dianggap masih tergolong rendah,” tambah Faisal.
Kesaksian Rekan dan Murid
Kehidupan Faisal Basri tidak hanya dibentuk oleh gagasan dan kontribusinya, tetapi juga oleh tindakan nyata yang ia lakukan untuk memperbaiki kebijakan publik di Indonesia. Sosok Faisal yang kritis, visioner, dan teguh dalam prinsip akan terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus ekonom Indonesia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengenang Faisal sebagai sosok yang menginspirasi dengan analisis kritis dan pendirian yang teguh. "Bang Faisal Basri, ekonom senior dengan analisis yang tajam dan kritis," kata Esther.
Dia menyatakan bahwa Faisal tidak hanya berperan sebagai pendiri Indef, tetapi juga sebagai mentor bagi para ekonom muda di institusi tersebut. "Pendiriannya teguh dan jujur serta analisis yang kritis dan tajam tidak hanya menginspirasi kami, tetapi juga membuka wacana pemikiran publik," ujarnya.
Ekonom Indef lainnya, Eko Listiyanto, menekankan bahwa Faisal selalu menjadi inspirasi bagi para peneliti muda.
"Bagi saya Pak Faisal itu memang inspirasi untuk peneliti-peneliti muda di Indef. Suara, pemikiran hingga gagasan beliau banyak dan selalu fokus pada upaya untuk memperbaiki kebijakan ekonomi Indonesia," ujar Eko.
Eko juga menyoroti bahwa Faisal tidak hanya berteori, tetapi juga turun langsung memperjuangkan gagasan-gagasannya.
"Beliau itu tidak sekedar akademisi atau juga peneliti, tapi juga memang aktivis jadi pada situasi tertentu, apalagi ketika memperjuangkan saat KPK berupaya dilemahkan dan lain-lain itu kadang-kadang Pak Faisal sampai turun ikut demo," katanya.
Ekonom Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, menggambarkan Faisal Basri sebagai sosok yang berani dalam menyampaikan pandangan dan kritik yang tajam terkait kebijakan publik, terutama yang dinilainya mencederai keadilan sosial.
"Bang Faisal sebagai peneliti dan insan akademik yang jujur dan tegar berjuang menyampaikan pandangan, masukan dan kritik, terlebih untuk perihal kebijakan publik yang mencederai keadilan sosial," kata Budi dalam kesaksiannya kepada Antara di Jakarta, Kamis (5/9/2024).