Fakta-Fakta Keluarga Akhiri Nyawa di Apartemen Penjaringan: Benarkah Ada Unsur Pidana?

13 Maret 2024 15:03 WIB

Narasi TV

Garis polisi terpasang di lokasi kejadian bunuh diri di Apartemen Teluk Intan Penjaringan Jakarta Utara pada Sabtu (9/3/2024). ANTARA/Mario Sofia Nasution/am.

Editor: Akbar Wijaya

Pembaca yang budiman, sebelum Anda melanjutkan membaca berita ini, kami ingin memberi tahu bahwa konten yang akan Anda temui bisa sangat sensitif dan memicu reaksi emosional. Jika Anda merasa tidak nyaman atau terpengaruh oleh topik ini, kami sarankan untuk menghindari membaca lebih lanjut atau mencari dukungan dari sumber yang tepat.

Ingatlah bahwa Anda tidak sendirian, dan bantuan selalu tersedia bagi mereka yang membutuhkannya. Terima kasih atas pengertian dan perhatiannya.

Suasana Apartemen Teluk Intan Topas Tower Penjaringan, Jakarta Utara, dipenuhi tanda tanya besar ketika empat anggota keluarga ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di lobi apartemen, Sabtu (9/3/2024) sore.

Keempat korban, yang diidentifikasi sebagai suami EA (50), istri AIL (52), serta dua anak mereka, JWA (13) dan JL (15), ditemukan petugas keamanan dalam kondisi tak bernyawa.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Suara Dentuman di Depan Lobi

Kapolsek Metro Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya mengatakan keempat korban ditemukan petugas keamanan yang berjaga di lobi apartemen.

Petugas mendengar suara dentuman keras dan saat dihampiri mereka menemukan empat jenazah dalam kondisi terlentang dengan luka berat di kepala, tangan, dan kaki.

"Keempat korban diduga terjun dari puncak apartemen tersebut," kata Kapolsek Metro Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya di Jakarta, Sabtu (9/3/2024).

Tangan Terikat

Kapolsek Metro Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya mengatakan tangan keempat jenazah berada dalam posisi terikat saat ditemukan.
 
"Tangan keempatnya terikat saat melakukan aksi bunuh diri. Mereka jatuh bersamaan," kata dia.
 
Ia mengatakan, petugas juga memeriksa sejumlah saksi dan telepon pintar (telepon seluler) milik korban untuk mengetahui penyebab mereka melakukan aksi ini.
 
"Kami juga akan koordinasi dengan keluarga dan kembangkan dari ponsel mereka untuk mencari penyebab aksi tersebut," kata dia.

Sudah Dua Tahun Meninggalkan Apartemen

Kapolsek Metro Penjaringan, Kompol Agus Ady Wijaya menyatakan berdasarkan pemeriksaan para saksi dan bukti-bukti, keluarga yang terdiri dari suami EA (50), istri AIL (52) dan dua anaknya, yaitu JWA (13) serta JL (15) telah meninggalkan apartemen mereka selama dua tahun terakhir sebelum kembali untuk melakukan aksi tragis ini.

"Baru kembali lagi ke apartemen untuk melakukan kegiatan seperti ini," kata Agus.

Meskipun motifnya masih diselidiki lebih lanjut, kesimpulan sementara polisi menyebutkan bahwa keempat korban bunuh diri dengan motif yang murni.

"Keempat jasad sudah dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan 'visum et repertum' dan saksi diamankan untuk dimintakan keterangan lebih lanjut," kata dia.

Sempat Terekam CCTV

Dari hasil rekaman kamera pemantau, keempat korban, yang merupakan satu keluarga terdiri dari pria berinisial AE, istrinya AIL, serta dua anak mereka, JWA (13) dan JL (16), terlihat datang ke Apartemen Teluk Intan sekitar pukul 16.20 WIB menggunakan mobil Grandmax dengan nomor polisi B 2962 BIQ.

Mereka kemudian memasuki lobi dan menuju langsung ke lift. Saat di dalam lift, AE terlihat mencium kening istrinya AIL yang sibuk mengumpulkan semua telepon seluler korban ke dalam tasnya. Setelah keluar dari lift, mereka naik ke tangga darurat dan sampai di rooftop, lalu meloncat dari atas.

Berdasarkan rekaman itu Kapolsek Metro Penjaringan, Kompol Agus Ady Wijaya mengatakan keluarga ini telah mempersiapkan diri sebelum melakukan aksi nekat tersebut.

"Persiapan itu terlihat dari gerak gerik mereka di CCTV sebelum melakukan aksi bunuh diri," ujar Agus.

Tindakan ini menjadi salah satu momen terakhir keluarga ini sebelum mengakhiri hidup dengan melompat dari rooftop lantai 22 apartemen.

"Dari gerak gerik kami menyimpulkan ini bunuh diri yang sudah dipersiapkan bersama," ungkap Kapolsek Agus.

Divisum di RSCM

Menurut Kapolsek Agus, keempat korban mengalami luka berat di bagian kepala dan patah di sekujur tubuh. Jasad mereka telah dibawa ke RS Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan Visum Et Refertum.

"Kami juga mengamankan saksi untuk dimintai keterangan lebih lanjut," tambahnya.

Sebelumnya, empat orang tewas usai melompat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan Tower Topas Penjaringan Jakarta Utara pada Sabtu sore. Petugas keamanan yang berjaga di lobi apartemen mendengar suara dentuman keras dan segera menemukan empat mayat terlentang. Mereka segera melaporkan kejadian tersebut kepada polisi.

Kejadian tragis ini menyisakan duka yang mendalam di lingkungan Apartemen Teluk Intan. Meskipun motif pasti dari aksi bunuh diri ini masih dalam penyelidikan, insiden ini menjadi pengingat akan pentingnya mendukung mereka yang mungkin berjuang dengan masalah kesehatan mental.

Dicatat Sebagai Kasus Pidana

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel tidak sepakat apabila kasus ini dianggap sebagai bunuh diri murni. Menurutnya polisi perlu mencatat kasus ini sebagai tindak pidana.

“Dalam pendataan polisi, dan perlu menjadi keinsafan seluruh pihak, tetap peristiwa memilukan itu seharusnya dicatat sebagai kasus pidana,” kata Reza dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (12/3/2024).

Dia menjelaskan, tindak pidana yang dimaksudkan adalah terkait pembunuhan terhadap anak dengan modus memaksa anak untuk melompat dari gedung tinggi. Empat orang yang terjun dari atap apartemen itu, kata Reza, baru bisa dikatakan bunuh diri sekeluarga (bersama-sama), hanya jika bisa dipastikan bahwa masing-masing orang tersebut ada kehendak dan antarmereka ada kesepakatan (konsensual) untuk melakukan perbuatan demikian.

“Namun, ingat, pada kejadian yang menyedihkan dan mengerikan itu ada dua orang anak-anak,” katanya.

Dijelaskannya, implikasi dalam kasus ini adalah, bila kedua anak tersebut dianggap berkehendak dan bersepakat dalam peristiwa tersebut maka serta-merta gugur.

“Dalam situasi apapun anak-anak secara universal harus dipandang sebagai manusia yang tidak memberikan persetujuan bagi aksi bunuh diri,” katanya memaparkan.

Reza menganalogikan, hal ini dengan aktivitas seksual. Dari sudut pandang hukum, anak-anak yang terlibat dalam aktivitas seksual harus selalu didudukan sebagai individu yang tidak ingin dan tidak bersepakat melakukan aktivitas seksual.

Siapapun orang yang melakukan aktivitas seksual dengan anak-anak, kata Reza, secara universial selalu diposisikan sebagai pelaku kejahatan seksual.

“Anak-anak secara otomatis berstatus korban,” ujar Reza menerangkan.

Aksi terjun bebas tersebut, kata Reza, mutlak harus disimpulkan sebagai tindakan yang tidak mengandung konsensual (kesepakatan).

“Karena tidak konsensual, maka anak-anak itu harus disikapi sebagai manusia yang tidak berkehendak dan tidak bersepakat, melainkan dipaksa untuk melakukan aksi ekstrim tersebut,” ujarnya.

Atas dasar itulah, kata Reza, dengan esensi pada keterpaksaan tersebut, anak-anak itu sama sekali tidak bisa dinyatakan melakukan bunuh diri. Karena, mereka dipaksa melompat, maka mereka justru jadi korban pembunuhan.

“Pelaku pembunuhnya adalah pihak yang -harus diasumsikan- telah memaksa anak-anak tersebut untuk melompat sedemikian rupa,” katanya.

Kasus ini kata Reza, berubah tidak lagi semata-mata bunuh diri dan pembunuhan. Tapi polisi tidak bisa memproses lebih lanjut karena terduga pelaku sudah tewas.

“Indonesia tidak mengenal proses pidana terhadap pelaku yang sudah mati (posthumous trial),” kata Reza.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR