Fenomena hujan es terjadi di Yogyakarta pada 11 Maret 2025 sempat mengejutkan warga setempat serta menggemparkan dunia maya. Kejadian hujan es berlangsung sekitar pukul 14.30 WIB dan terjadi di beberapa wilayah, termasuk Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul.
Hujan ini berlangsung selama kurang lebih 10-15 menit, sementara suara gemericik es yang jatuh mengingatkan pada suara kerikil. Warga yang menyaksikan acara ini memberikan berbagai kesaksian, mencatat bahwa cuaca yang panas tiba-tiba berubah menjadi mendung yang kemudian diikuti oleh hujan es.
Dampak dari hujan es terbilang signifikan. Beberapa warga melaporkan kerusakan pada atap rumah dan robohnya pohon akibat angin kencang yang menyertai hujan es. Laporan juga mencatat bahwa sejumlah kendaraan mengalami kerusakan akibat lemparan es. Masyarakat mengekspresikan kekhawatiran mengenai kesehatan dan keselamatan mereka selama peristiwa tersebut.
Penjelasan BMKG Terkait Fenomena Hujan Es
Kepala Stasiun Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, Warjono, menjelaskan bahwa hujan es di Yogyakarta terjadi akibat pola sirkulasi atmosfer yang berlangsung di area sebelah barat Kalimantan. Ini memicu belokan angin yang berpengaruh pada wilayah Jawa, termasuk Yogyakarta.
Lebih lanjut, fenomena ini dipicu oleh kombinasi kelembaban tinggi dan suhu permukaan yang meningkat yang menyebabkan terbentuknya awan cumulonimbus yang mencapai ketinggian hingga 15 kilometer.
Warjono menambahkan, suhu puncak awan pada saat itu mencapai -72,5 derajat Celsius, dengan kelembaban yang terpantau mencapai 90 persen.
Hujan es ini terjadi karena butiran es pada ketinggian tertentu tidak mengalami gesekan yang membuat es tersebut mencair sebelum mencapai permukaan.
Dia pun menambahkan adanya aliran udara yang turun dengan kuat atau downdraft sehingga butiran es jatuh ke permukaan tanpa hambatan.
Angin dari barat yang bertiup ke timur pun berperan penting dalam membawa hujan es tersebut ke sejumlah area di Yogyakarta.
Fenomena hujan es merupakan hal yang bisa dianggap biasa terjadi di Indonesia, terutama pada saat peralihan musim atau pancaroba. Peralihan ini seringkali ditandai dengan kondisi cuaca yang tidak stabil, yang berpotensi memicu cuaca ekstrem seperti hujan es.
Pakar cuaca menjelaskan bahwa dengan adanya perubahan iklim yang mempengaruhi pola cuaca, peristiwa semacam ini mungkin akan semakin sering terjadi.
"Masa peralihan ini kan dari bulan Maret sampai di bulan April, jadi potensi sampai bulan April pun masih ada potensi untuk terjadinya hujan ekstrem," terang Warjono.
Masyarakat diminta untuk lebih waspada dan selalu memperhatikan informasi dari BMKG untuk meminimalisir dampak buruk yang mungkin terjadi di masa depan. Prediksi akan terulangnya hujan es juga menjadi perhatian yang serius, mengingat cuaca ekstrem sudah menjadi bagian dari tantangan yang harus dihadapi masyarakat.