30 Mei 2023 08:05 WIB
Penulis: Rusti Dian
Editor: Margareth Ratih. F
Istilah flexing ramai dibicarakan usai para pejabat yang gemar memamerkan hartanya di media sosial diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Flexing adalah tindakan menyombongkan diri dengan memamerkan apapun di media sosial. Singkatnya, flexing adalah pamer kemewahan.
Awalnya, istilah flexing digunakan untuk menggambarkan gerakan tubuh binaragawan yang sering memamerkan otot-ototnya. Terminologi ini kemudian bergeser untuk menggambarkan ketika seseorang sering memamerkan kekayaan, status sosial, dan pencapaian secara berlebihan.
Seseorang yang sering flexing biasanya membutuhkan validasi atas apa yang dia lakukan atau pamerkan. Dengan begitu, ia akan mendapat perhatian lebih dari orang-orang di sekitarnya. Tujuan lainnya yaitu untuk mengajak orang-orang agar mau mengikuti apa yang ia lakukan.
Tidak hanya pejabat seperti Rafael Alun Trisambodo, Andhi Pramono, Eko Darmanto, hingga Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Reihana. Para artis, content creator, vlogger, hingga masing-masing dari kita pun bisa melakukan flexing.
Buntut dari perilaku flexing para pejabat pemerintahan di media sosial adalah netizen beramai-ramai ‘memburu’ para pelaku flexing. Ini adalah bentuk perlawanan mereka atas perilaku flexing yang menambah gap dalam ketimpangan sosial.
Rendahnya self-esteem
Alih-alih meningkatkan value dirinya, flexing justru menunjukkan rendahnya self-esteem orang tersebut. Self esteem adalah penghargaan terhadap dirinya sendiri. Seseorang dengan self-esteem yang rendah cenderung tidak percaya diri dan insecure akan kemampuan yang dimilikinya.
Ketika seseorang memiliki self-esteem yang rendah, ia justru ingin mendapat pengakuan dan pujian dari orang lain. Hal tersebut untuk membuktikan bahwa dirinya lebih baik. Flexing seolah mengamini sifat narsistik manusia yang haus akan validasi dan pujian.
Fenomena flexing ini dapat dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan seseorang. Anggapan bahwa hidup sejahtera berarti memiliki kekayaan melimpah masih banyak ditemui di masyarakat. Oleh karena itu, seseorang akan terus mengumpulkan harta kekayaan tanpa tahu kapan harus berhenti.
Akibatnya, ia merasa cemas dan terus mencari harta hingga orang lain meberinya pengakuan bahwa dirinya sudah sejahtera. Bahkan tak sedikit dari mereka yang terus membandingkannya dengan pencapaian orang lain.
Cara menghadapi flexing
Kita memang tidak bisa mengontrol seseorang untuk berperilaku sesuai mau kita, namun kita bisa mengontrol diri dengan menciptakan batasan.
Cara menghadapi flexing adalah dengan tidak memberi apresiasi kepada pelaku flexing atau pencari perhatian. Sebisa mungkin tumbuhkan sikap netral atau menjauh dari pelaku flexing tersebut. Ingat, kamu tidak perlu menanggapi apa yang mereka pamerkan.
Selain itu, kamu juga bisa menumbuhkan sikap cuek dengan tidak membanding-bandingkan diri. Hal tersebut justru membuatmu merasa insecure. Sebisa mungkin hindari persaingan dengan pelaku flexing dengan menanggapi santai setiap usahanya memamerkan pencapaian.
Kamu juga harus meningkatkan kepercayaan diri agar tidak mudah insecure saat seseorang sedang memamerkan pencapaiannya. Jangan biarkan setiap omongan mereka justru membuatmu rendah diri. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki goals yang berbeda-beda dalam hidupnya.
KOMENTAR
Latest Comment