24 November 2023 19:11 WIB
Penulis: Advertorial
Editor: Advertorial
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Program Kartu Prakerja telah berdampak sejak diluncurkan dan terus berinovasi. Hasil riset terbaru tiga lembaga penelitian; DEFINIT, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), dan Svara Institute menunjukkan bahwa Program Kartu Prakerja memberikan manfaat positif bagi penerimanya.
“Prakerja terbukti sebagai initial effort berskala besar, menggunakan mekanisme pasar, dan inklusif. Prakerja berkolaborasi dengan berbagai pihak, pemerintah dan swasta untuk mewujudkan hal ini,” ungkap Airlangga Hartarto, dalam acara Diseminasi Riset Prakerja bertema “Continuous Improvement, Evidence-driven Decision Making”, di Jakarta, Kamis (23/11).
Airlangga juga membahas tentang pentingnya audit eksternal sebagai bagian dari pembelajaran utama dan pentingnya capacity building dengan melibatkan semua stakeholder. “Kami juga mengundang universitas kelas dunia untuk berkolaborasi dalam pembuatan program pelatihan digital, guna meningkatkan kualitas,” lanjutnya.
Menko Perekonomian menutup pembicaraannya dengan menyatakan optimisme bahwa program unggulan ini akan terus berlanjut, berkat dampak yang dihasilkan dan mekanisme anggaran yang telah diterapkan oleh pemerintah saat ini.
Prakerja, kata Airlangga, merupakan eksperimen yang berhasil menjawab tiga poin utama terkait kebijakan Pemerintah yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan skill masa depan angkatan kerja Indonesia, yaitu skill-first policies, yaitu fokus pada keterampilan bukan gelar atau degree, kemudian mendukung cara kerja hybrid (kombinasi WFO dan WFH), dan mengembangkan keterampilan Artificial Intelligence (AI).
Turut hadir dalam acara ini yaitu Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kemenko Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin, Direktur Eksekutif PMO Prakerja, Denni Puspa Purbasari, Guru Besar FEB UI, Bambang Brodjonegoro, Dekan FEB UI, Teguh Dartanto, ADB Country Director for Indonesia, Jiro Tominaga, Head of Public Policy and Economic Graph LinkedIn Southeast Asia, Trisha Suresh, Kepala Prodi Magister Ekonomi Kependudukan dan Ketenagakerjaan FEB UI, Diahhadi Setyonaluri, dan Vivi Alatas, Ekonom Senior.
Guru Besar FEB UI, Bambang Brodjonegoro, sebagai moderator acara, juga menyampaikan pandangannya tentang pentingnya mengembangkan modal manusia. “Pada tahun 2045, kegagalan menjadi negara maju banyak terjadi akibat kurangnya kemampuan human capital,” kata Bambang. Ia menekankan bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah kunci untuk mencapai status negara maju.
Trisha Suresh Head of Public Policy and Economic Graph LinkedIn Southeast Asia mengemukakan bahwa ada 15 pekerjaan yang sedang naik daun di Indonesia pada tahun 2023, dengan 10 diantaranya membutuhkan kemampuan digital. “Di Indonesia, perubahan skill yang dibutuhkan untuk pekerjaan telah meningkat sebesar 21% antara tahun 2015-2020, dan diperkirakan akan mencapai 41% pada tahun 2025,” kata Trisha Suresh.
Ia juga menekankan perlunya perubahan pendekatan dalam proses perekrutan, dari yang semula berfokus pada latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja, menjadi lebih mengutamakan kemampuan dan keterampilan yang relevan.
Sedangkan Denni Puspa Purbasari mengungkapkan bahwa program Prakerja telah memberikan akses pelatihan kepada 17,5 juta orang di seluruh Indonesia. “Hasil survei BPS dan evaluasi eksternal menunjukkan dampak positif Prakerja, baik dalam meningkatkan probabilitas mendapat pekerjaan maupun mengembangkan kewirausahaan,” ucap Purbasari. Program ini juga telah menjadi inspirasi bagi negara lain, termasuk Kamboja dan Thailand.
Denni lebih lanjut membahas program Prakerja, menyoroti bahwa inisiatif ini telah melampaui sekadar memberikan pelatihan. “Prakerja bukan hanya tentang pelatihan, tetapi juga tentang menciptakan peluang ekonomi baru,” ungkap Denni Purbasari. Ia menguraikan bahwa program telah berhasil menciptakan peluang bagi individu untuk meningkatkan keterampilan mereka, tidak hanya untuk pekerjaan yang ada saat ini tetapi juga untuk pekerjaan masa depan, terutama di bidang digital.
Temuan Diseminasi Riset Prakerja
Dalam acara tersebut, Bagus Santoso dari DEFINIT (Definite Solutions for Infinite Problems) dan Widdi Mugijayani dari SVARA Institute memaparkan temuan risetnya. Bagus mengungkapkan bahwa mayoritas responden Prakerja adalah kaum millennial dan Gen Z, yang merasa program tersebut meningkatkan daya saing mereka dalam pasar kerja. Widdi menambahkan bahwa peserta Prakerja menunjukkan peningkatan kompetensi kerja sebesar 74%, menekankan pentingnya infrastruktur internet yang memadai dalam mendukung produktivitas kerja dan pertumbuhan UMKM.
Dekan FEB UI, Teguh Dartanto, serta para penanggap lainnya seperti Turro Selrits Wongkaren dan Diahhadi Setyonaluri, menyoroti pentingnya program Prakerja dalam mengembangkan SDM, transformasi digital, dan inklusivitas. Mereka juga menekankan pentingnya menjaga standar kualitas pelatihan dan melakukan survei yang komprehensif untuk memastikan keterampilan yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan pasar.
Sedangkan Diahhadi Setyonaluri dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI memberikan apresiasi atas inklusivitas Prakerja, dengan 51% partisipasi perempuan dan 3% peserta dengan disabilitas. Ia juga menekankan pentingnya melakukan pengkajian lebih mendalam terhadap kategori pelatihan yang ditawarkan oleh Prakerja.
Mona L. Usmani dari CIPG (Centre for Innovation Policy and Governance) memaparkan hasil survei tentang pengaruh program Prakerja terhadap pendapatan dan keberlangsungan hidup responden selama pandemi Covid-19. “Dari perspektif responden, Prakerja memberikan konstribusi positif dalam pencapaian 8 target SDGs,” ungkap Mona.
Sementara itu, Vivi Alatas, Ekonom Senior, menekankan pentingnya memiliki 'growth mindset' dan komitmen terhadap kebijakan publik yang berbasis bukti dalam program Prakerja. Ia juga membahas visi jangka panjang Indonesia untuk pertumbuhan dan kemajuan berkelanjutan.
Untuk pengembangan dan menjaga relevansi Prakerja, Vivi Alatas, menekankan perlunya program Prakerja mengadopsi 'DNA modern' dalam strategi dan implementasinya. “DNA modern dalam konteks Prakerja berarti mengintegrasikan teknologi canggih, pendekatan yang berorientasi data, dan fleksibilitas dalam pembelajaran,” kata Vivi.
Ia melanjutkan, “Hal ini akan memastikan bahwa program tidak hanya relevan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini, tetapi juga tangguh dan siap menghadapi dinamika masa depan.”
KOMENTAR
Latest Comment