Jatam Bongkar Jejaring Pengusaha Tambang di Lingkaran Capres-Cawapres

26 Jan 2024 13:01 WIB

thumbnail-article

pemilu.jatam.org

Penulis: Diah Ayu

Editor: Akbar Wijaya

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional menyuarakan keprihatinan terhadap jejaring oligarki tambang dan energi di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Jatam menyatakan Pemilu 2024 tidak jauh berbeda dari pemilihan sebelumnya, di mana pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) beserta tim pemenanganya masih memiliki keterkaitan dengan bisnis pertambangan.

Koordinator JATAM, Melky Nahar, mengemukakan bahwa Pemilu lima tahunan ini memicu kuatnya cengkraman oligarki, yang pada akhirnya mempermudah pembajakan hukum, penjarahan kekayaan alam dan sumber agraria, hingga anggaran publik.

"Tidak ada harapan dalam perbaikan lingkungan jika para calon pemimpin dan pendukungnya tidak berpihak pada rakyat dan peduli pada kerusakan lingkungan," ujar Melky kepada Narasi, Jum'at (26/1/2024).

Melky menguraikan tiga poin utama. Pertama, sebagian besar paslon dan tim pemenangan adalah pebisnis tambang, dengan bisnis yang berkeliaran di berbagai sektor.

Kedua, visi misi para calon masih mengandalkan sumber daya alam, termasuk agenda hilirisasi seperti yang disampaikan Prabowo-Gibran.

"Mereka lupa bahwa manfaat terbesar hilirisasi nikel justru lari ke Tiongkok, sementara kemiskinan di wilayah sentral nikel malah meningkat," jelas Melky.

Ia juga mempertanyakan apakah pandangan calon-calon tersebut mewakili diri sendiri atau kepentingan korporasi.

Ketiga, Melky menyoroti bahwa tidak satupun calon yang meninjau ulang regulasi yang mengakomodasi kepentingan korporasi tambang, seperti UU Cipta Kerja dan UU Minerba.

"Eksplorasi tambang akan terus berlanjut dan kerusakan lingkungan akan semakin masif," ungkapnya.

Melky juga mengkritik debat cawapres terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Menurutnya, meskipun ada ide-ide menarik, debat tersebut tidak memuaskan.

"Solusi yang ditawarkan Mahfud MD tentang membersihkan aparat penegak hukum itu benar, tapi tidak cukup. Harus ada peninjauan ulang regulasi dan kebijakan tambang," kata Melky.

Melky juga menilai usulan Gibran tentang Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) sebagai keliru dan menunjukkan ketidaktahuan.

"Di Indonesia, Amdal sering hanya dijadikan syarat prosedural. Banyak kasus perusahaan beroperasi tanpa Amdal yang memadai," imbuhnya.

Sementara itu, ia setuju dengan Cak Imin tentang pentingnya pertobatan ekologis yang dimulai dari pengurus negara, tetapi mempertanyakan apakah paslon itu dapat menghentikan kegiatan pebisnis di lingkaran mereka sendiri.

Data keterlibatan pasangan capres-cawapres dan lingkaran pendukungnya dengan bisnis tambang dapat dilihat di sini.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER