Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, Mahfud MD: Yang Disantuni Bukan Cuma Korban dari PKI

11 Januari 2023 16:01 WIB

Narasi TV

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus Ketua Tim Pengarah Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM), Mahfud MD (kanan), menyerahkan laporan Tim PPHAM kepada Presiden RI Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). ANTARA/Gilang Galiartha/aa.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam sedikitnya 12 peristiwa di masa lalu.
 
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi setelah menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
 
Jokowi mengatakan ia telah membaca secara seksama laporan dari Tim PPHAM tersebut, yang sebelumnya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2022.
 
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," kata Jokowi dikutip Antara.  

Presiden juga menyesalkan terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat pada masa lalu.

Ke-12 peristiwa tersebut adalah:
 
  • Peristiwa 1965-1966.
  • Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985.
  • Peristiwa Talangsari di Lampung 1989.
  • Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989.
  • Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998.
  • Peristiwa Kerusuhan Mei 1998. 
  • Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999.
  • Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999.
  • Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999.
  • Peristiwa Wasior Papua 2001-2002.
  • Peristiwa Wamena Papua 2003.
  • Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.

"Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban," kata Jokowi.

Kepala Negara menegaskan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.

"Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang," kata Presiden.  

Jokowi mengaku telah menginstruksikan Menkopolhukam agar mengawal upaya-upaya konkret pemerintah dalam memastikan dua hal tersebut bisa dilaksanakan dengan baik.

"Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa, guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia," tutup Presiden.  

Tidak Menutup Penyelesaian Yudisial

Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan hasil kerja tim PPHAM tidak meniadakan kelanjutan proses yudisial dalam peristiwa pelanggaran HAM berat. 

"Jadi tim ini tidak menutup dan mengalihkan penyelesaian yudisial menjadi penyelesaian non-yudisial. Bukan. Yang yudisial silakan jalan," kata Mahfud.

Mahfud juga menepis tudingan yang sempat beredar bahwa pembentukan Tim PPHAM untuk menghidupkan kembali komunisme di Tanah Air.

Tudingan itu sempat merebak karena kerja Tim PPHAM yang meninjau sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk peristiwa 1965-66.

"Itu tidak benar karena berdasarkan hasil tim ini, justru yang harus disantuni bukan hanya korban dari PKI, tetapi juga direkomendasikan korban kejahatan yang muncul saat itu, termasuk para ulama dan keturunannya," kata Mahfud.

Tim PPHAM diketuai oleh Profesor Makarim Wibisono bersama tujuh anggota lainnya yakni Ifdal Kasim, Profesor Suparman Marzuki, Dr. Mustafa Abubakar, Profesor Rahayu, K.H. As'ad Said Ali, Letjen TNI Purn. Kiki Syahnarki, dan Profesor Komarudin Hidayat.

Sementara Menko Polhukam Mahfud MD menjabat sebagai Ketua Tim Pengarah Tim PPHAM.

 

Sumber: Antara

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR