31 Mei 2023 05:32
Juru Kampanye sekaligus Calon Presiden dari PDI-Perjuangan Joko Widodo (tengah) berorasi saat kampanye hari pertama jelang Pemilu Legislatif di Gedung Budi Utomo, Jakarta, Minggu (16/3). (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Penulis: Jay Akbar
Editor: Akbar Wijaya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya terang-terangan mengakui akan cawe-cawe dalam Pemilihan Presiden (pilpres) 2024 mendatang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata "cawe-cawe" berarti ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan); ikut menangani.
Pertanyaanya siapa yang akan dibantu Jokowi? Tentu saja kandidat capres yang menurut versinya bisa menjaga kepentingan nasional lantaran memilih pemimpin Indonesia pada 2024 merupakan momen krusial.
"Tolong dipahami ini demi kepentingan nasional, memilih pemimpin pada 2024 sangat krusial penting sekali, harus tepat dan benar,” ucap Jokowi seperti dikutip Kompas.com di hadapan para pemimpin redaksi dari Forum Pemred di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/5/2023).
"Karena itu saya cawe-cawe. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," tambahnya lagi.
Kendati mengklaim tidak akan melanggar aturan dalam cawe-cawe di Pilpres 2024 mendatang, namun pernyataan Jokowi terkesan inkonsisten dengan sikap dia sebelumnya.
Saat berstatus sebagai bakal calon presiden (bacapres) dari PDI Perjuangan untuk Pilpres 2014, Jokowi pernah menulis surat terbuka yang berisi harapan agar pemilu berjalan adil dan jujur.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil” bermakna tidak memihak atau tidak berat sebelah.
Jika pemaknaan ini dikontekskan dengan sikap politik Jokowi yang ingin cawe-cawe soal siapa penggantinya di Pilpres 2024 mendatang, maka hal ini menunjukan inkonsistensinya sebagai politikus.
Bagaimana isi suratnya?
Pemilu harus adil dan jujur, oleh sebab itu:
1. Pastikan KPU netral dan independen.
2. Pastikan teknologi IT pemilu tidak dimanipulasi.
3. Pastikan Badan Intelijen maupun aparat keamanan dan pertahanan nasional netral dan tidak memihak.
4. Pastikan tidak ada money politic dalam pemilu.
Jakarta, 8 April 2014
tandatangan
Jokowi
Surat tersebut disebarkan ke berbagai kalangan termasuk wartawan sehari sebelum pencoblosan Pemilu Legislatif 2014. Politikus PDI Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka mengakui kesahihan isi surat tersebut dan mengklaim diminta langsung Jokowi untuk menyebarkannya.
"Itu asli tanda tangan Pak Jokowi," kata Rieke seperti dikutip detikcom, Selasa (8/4/2014).
Sebagai bacapres PDI Perjuangan yang saat itu berstatus oposisi pemerintah, pelaksanaan pemilu adil dan jujur menjadi isu krusial yang terus didengungkan baik oleh Jokowi maupun para elite banteng moncong putih.
Sebab, kemenangan PDI Perjuangan akan lebih memudahkan Jokowi maupun partainya meraih tiket presidential threshold atau sekurang-kurangnya memudahkan mereka mendapat mitra koalisi lantaran pelaksanaan pilpres dan pileg belum digelar serentak.
Kemenangan di depan mata PDI Perjuangan yang sebelumnya diprediksi sebagian banyak lembaga survei bisa saja melayang apabila presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara yang membawahi Badan Intelijen Negara, Polri sebagai alamat keamanan negara, dan TNI sebagai alat pertahanan negara bersikap tidak netral.
Namun sejarah mencatat SBY sebagai presiden selalu menyatakan [setidaknya di muka publik] bahwa ia dan Partai Demokrat memilih bersikap netral di Pilpres 2014.
Pengakuan Jokowi untuk cawe-cawe soal siapa penggantinya di Pilpres 2024 juga membatalkan dalih yang ia ucapkan ketika menggunakan Istana Negara yang merupakan simbol kekuasaan pemerintah untuk mengumpulkan para ketua umum partai politik pada 2 Mei 2023.
Ketika itu, anggapan bahwa Jokowi sebagai presiden akan cawe-cawe atau tidak bersikap netral dalam Pilpres 2024 mendatang mencuat lantaran dari tujuh ketua umum partai politik di koalisi pemerintah hanya Surya Paloh selaku ketua umum Nasdem yang tidak dia undang.
Mereka yang diundang di antaranya:
Tapi Jokowi membantah bahwa pertemuan itu terkait dengan campur tangannya sebagai presiden di Pilpres 2024 mendatang.
“Cawe-cawe hahaha. Bukan cawe-cawe. Wong itu diskusi aja kok (disebut) cawe-cawe. Diskusi," tegas Jokowi saat ditemui di Gedung Sarinah Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Bagi peneliti politik sekaligu Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah pernyataan Jokowi soal cawe-cawe lebih dekat sebagai intervensi alih-alih menjaga kepentingan bangsa dan negara.
"Apa yang ditunjukkan Presiden juga yang ia sampaikan, jelas menempatkan Jokowi sebagai presiden partisan. Secara umum bisa dianggap telah lakukan kolusi," kata Dedi dikutip Kompas.com.
Dedi mengatakan jika Jokowi ingin cawe-cawe demi kepentingan bangsa dan negara di Pilpres 2024 mendatang maka mestinya sikap itu tujukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar tidak membuat keputusan yang melanggar konstitusi atau ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak menjadikan hukum sebagai alat politik kekuasaan, termasuk ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Menteri Keuangan agar semua proses pemilu berjalan sesuai koridor konstitusi dan tepat waktu.
"Intervensi dalam hal pelaksanaan, sah saja karena memang tanggung jawab presiden, tetapi intervensi politis jelas tidak dibenarkan," ujarnya.
Dedi melihat yang terjadi saat ini adalah Jokowi menentukan siapa capres yang diinginkan, berupaya memberikan fasilitas negara untuk pembahasan koalisi hingga mengucilkan partai lain yang berseberangan.
Perbuatan tersebut baginya jelas-jelas tidak etis dan merusak wibawa kepala negara.
"Cawe-cawe Jokowi hanya untuk kepentingannya pribadi, keluarga, atau kelompok politiknya, imbasnya cukup berbahaya, mulai dari potensi rusaknya tata kelola pemerintahan hingga menjadikan negara ini seolah milik personal," tegas Dedi.
Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab) Pramono Anung membantah istilah cawe-cawe yang dimaksud Jokowi bertujuan mengintervensi proses dan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Oh eggak. Bukan cawe-cawe kemudian untuk mempengaruhi hasil pemilu. Sama sekali enggak," kata Pramono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Menurut Pramono cawe-cawe Jokowi bertujuan agar pesta demokrasi Pilpres 2024 berjalan baik.
"Cawe-cawe itu menciptakan pemilunya berlangsung dengan baik," ujar Pramono.
Namun Pramono juga menambahkan arti berjalan baik dalam hal tersebut ialah kepala negara selanjutnya dapat melanjutkan pembangunan, program, dan kebijakan yang sudah dikerjakan di pemerintahan saat ini, seperti kebijakan hilirisasi, hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Pulau Kalimantan.
"Apa yang menjadi keinginan beliau untuk hilirisasi tetap berlanjut, IKN bisa dilanjutkan dengan baik karena memang IKN juga mendapat antusias yang luar biasa dari investor dari luar negeri," kata Pramono.
KOMENTAR
Latest Comment