20 Oktober 2022 13:10 WIB
Penulis: Jay Akbar
Editor: Akbar Wijaya
Laju kasus gagal ginjal akut pada balita sudah mencapai 70-an per bulan dengan angka kematian mendekati 50 persen.
Kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal pada balita di Indonesia makin mengkhawatirkan. Sejak akhir Agustus 2022 lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus.
Hingga 18 Oktober 2022, pemerintah mencatat ada sebanyak 206 anak di 20 provinsi yang mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal. Di antara mereka ada sebanyak 99 anak meninggal.
Pemerintah merespons kasus tersebut dengan menghentikan sementara penjualan dan penggunaan obat sirop yang diduga menyebabkan gagal ginjal akut.
Dari hasil penelitian terhadap obat sirop yang dikonsumsi anak pasien gagal ginjal akut ditemukan tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGEB).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan ketiga zat kimia itu seharusnya tidak ada dalam obat-obatan sirop. Kalau pun ada, kadarnya harus sangat sedikit.
“Zat-zat kimia tersebut bisa muncul bila polyethylene glycol yang batas toleransi ditentukan, digunakan sebagai penambah kelarutan dalam obat-obatan berbentuk sirop,” kata Budi dikutip Antara dari siaran pers Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan di Jakarta, Kamis (20/10/2022),
Menurut Farmakope Indonesia, EG dan DEG tidak digunakan dalam formulasi obat, tapi dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirop dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol serta 0,25 persen pada polyethylene glycol.
Kementerian Kesehatan sudah melarang sementara penjualan dan penggunaan obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk sirop dalam upaya menekan faktor risiko gagal ginjal akut.
Kementerian Kesehatan juga menginstruksikan tenaga kesehatan menghentikan sementara peresepan obat-obatan berbentuk sirop yang diduga terkontaminasi EG dan DEG.
"Sambil menunggu BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif mereka, Kemenkes mengambil posisi konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirop," kata Menteri Kesehatan.
Menteri Kesehatan mengatakan bahwa jumlah anak usia di bawah lima tahun yang teridentifikasi mengalami gagal ginjal akut sudah mencapai 70-an per bulan.
"Balita yang teridentifikasi gagal ginjal akut sudah mencapai 70an per bulan, realitasnya pasti lebih banyak dari ini, dengan laju angka kematian mendekati 50 persen," katanya.
Warga yang anaknya memerlukan obat berbentuk sirop namun tidak bisa diganti dengan sediaan obat lain seperti obat anti-epilepsi disarankan berkonsultasi dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak.
"Bila memerlukan obat sirop khusus, misalnya obat anti epilepsi atau lainnya yang tidak dapat diganti sediaan lain harap konsultasi dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak," ujar Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah Yanuarso dalam pernyataan dikutip Antara di Jakarta, Rabu (19/10/2022).
Piprim menuturkan jika masyarakat memerlukan obat, maka tenaga kesehatan dapat meresepkan obat pengganti yang tidak terdapat dalam daftar dugaan obat terkontaminasi atau dengan jenis sediaan lain.
Obat pengganti tersebut dapat berupa suppositoria (obat yang dimasukkan ke dalam anus) atau bisa juga menggantinya dengan obat puyer dalam bentuk tunggal (monoterapi).
"Peresepan obat puyer tunggal hanya boleh dilakukan oleh dokter dengan memperhatikan dosis berdasarkan berat badan, kebersihan, pembuatan, dan tata cara pemberian," kata Piprim.
IDAI mengimbau tenaga kesehatan untuk melakukan pemantauan secara ketat terhadap tanda awal gangguan ginjal akut progresif atipikal itu, baik pasien yang dirawat inap maupun dirawat jalan.
Selain itu, rumah sakit diminta untuk meningkatkan kewaspadaan deteksi dini gangguan ginjal akut progresif atipikal dan secara kolaboratif mempersiapkan penanganan kasus tersebut.
Sejumlah apotek di Jakarta Timur mulai menghentikan sementara penjualan obat sirop.
"Kami enggak mau mengambil risiko apalagi berhubungan dengan yang sakit. Dampaknya yang kita pikirkan seperti," kata Tenaga Teknis Kefarmasian Apotek Setia Jaya di Jatinegara, Jessica Teiorina dikutip Antara, Rabu (19/10/2022).
Jessica mengatakan selama ini obat sirop yang mengandung Parasetamol jadi pilihan masyarakat karena bisa dibeli tanpa resep dokter. Dia menyarankan warga membeli obat jenis lain yang dirasa aman.
"Untuk yang beli bukan banyak, tapi pasti ada. Kalau anak demam (warga) pasti beli (sirop) paracetamol. Kalau sekarang seperti ini kita beralih, paling kita kasih obat tempel yang di jidat," ujar Jessica.
Pemerintah Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten juga menghentikan sementara pendistribusian atau penjualan obat cair/sirop di seluruh jejaring fasilitas kesehatan (faskes) seperti Puskesmas, RSUD, dan apotek seiring munculnya kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan pada Dinkes Kabupaten Tangerang, dr Faridz mengatakan penghentian penjualan obat sirop berlaku sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah.
"Saya sudah bikin surat edaran, kemudian info secara langsung ke jejaring kita Puskesmas, karena instruksi baru kemarin ini perlu proses untuk kita informasikan menunda dulu pemberian sirop sampai dengan ada keputusan BPOM," katanya dikutip Antara di Tangerang, Rabu (19/10/2022).
Di wilayah Kabupaten Tangerang kasus ginjal akut telah banyak ditangani. Akan tetapi, Dinas Kesehatan belum bisa memastikan asal mula penyebab penyakit yang menyerang anak balita tersebut.
"Ini kan sedang ditelusuri, data pasti kita belum bisa diberikan. Karena kita harus mengkonfirmasi ke RS. Kemudian untuk kelompok rentan terkena ginjal akut di bawah lima tahun atau balita," ungkap dia.
KOMENTAR
Latest Comment