Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menilai PT Pertamina (Persero) perlu diawasi oleh lembaga independen guna memulihkan kepercayaan publik usai terbongkarnya dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang, di PT Pertamina Niaga.
Menurut Eddy, meski Pertamina sudah memiliki dewan komisaris, keberadaan tim independen tetap dibutuhkan. Ia menilai langkah ini dapat memperkuat pernyataan direksi yang telah menjelaskan kasus tersebut dan menyampaikan permohonan maaf kepada publik.
"Jika tim independen dibentuk dan berisikan pakar dari kalangan akademisi, ahli kilang, pakar di industri hidrokarbon, dan lainnya, tentu hasil pengkajian yang mereka kelak umumkan akan semakin meredakan kekecewaan masyarakat sehingga kepercayaan publik kepada Pertamina bisa sepenuhnya pulih," ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (8/3/2025).
Kronologi Kasus Korupsi di Anak Usaha Pertamina
Kasus dugaan korupsi yang mengguncang Pertamina bermula dari temuan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Patra Niaga serta subholding lainnya.
Investigasi mulai dilakukan sejak pertengahan 2024 setelah laporan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan dan distribusi minyak mentah. Kejagung menduga ada rekayasa harga dan manipulasi volume impor minyak yang menyebabkan kerugian negara mencapai triliunan rupiah.
Pada Januari 2025, penyidik menetapkan beberapa pejabat di Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka. Mereka diduga bekerja sama dengan pihak swasta untuk mengatur tender pengadaan minyak mentah sehingga keuntungan tidak wajar diperoleh kelompok tertentu.
Kasus ini semakin mencuat setelah mantan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, yang sebelumnya dimintai keterangan sebagai saksi, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2025. Kejagung menyebut ada aliran dana mencurigakan yang mengalir ke sejumlah rekening di luar negeri, memperkuat dugaan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sejak saat itu, Kejagung terus mengembangkan kasus dengan memeriksa jajaran direksi dan komisaris yang diduga mengetahui atau terlibat dalam pengambilan keputusan terkait pengadaan minyak. Pertamina sendiri telah membentuk Tim Crisis Center untuk mengevaluasi seluruh proses bisnisnya guna menghindari kejadian serupa di masa depan.
Baca Juga:Kronologi Penangkapan dan Peran Dua Tersangka Baru Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina
Pengawasan Internal Saja Tak Cukup
Menanggapi kasus ini, Eddy Soeparno menyoroti pentingnya memperkuat pengawasan internal di anak usaha Pertamina. Salah satu langkah yang diusulkan adalah meningkatkan peran dan fungsi dewan komisaris.
"Penempatan figur komisaris yang berintegritas dengan rekam jejak di sektor minyak dan gas bumi atau manajemen risiko, baik praktis maupun akademis, tentu akan membantu proses pemulihan kepercayaan masyarakat kepada Pertamina secara keseluruhan," tuturnya.
Ia berharap kasus dugaan megakorupsi ini bisa menjadi momentum bagi Pertamina dan BUMN lainnya untuk memperbaiki tata kelola agar lebih transparan dan akuntabel.
"Pertamina adalah world class company yang menjadi kebanggaan nasional. Sudah sepantasnya Pertamina menjadi contoh bagi BUMN lainnya dengan menerapkan tata kelola perseroan yang terbaik dan tidak tercela," tegasnya.
Lebih lanjut, Eddy optimistis bahwa kasus ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi seluruh BUMN agar lebih jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan amanah yang dipercayakan kepada mereka.
Sementara itu, publik kini menunggu langkah konkret dari Pertamina dalam menindaklanjuti temuan yang mencoreng kredibilitasnya, termasuk apakah akan melibatkan lembaga independen dalam proses audit dan evaluasi bisnis ke depan.