Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengumumkan bahwa sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan untuk tahun ajaran 2025/2026 tidak akan lagi menggunakan istilah "zonasi".
Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, pada Senin, 20 Januari 2025 saat ditemui di kantornya.
"Sekadar bocoran, nanti kata-kata zonasi tidak ada lagi, diganti dengan kata lain. Nah, kata lainnya apa? Tunggu sampai keluar," ujarnya.
Namun, Ia tidak membocorkan kata lain apa yang nantinya menjadi pengganti dari zonasi. Ia akan mengumumkan kebijakan dengan menunggu persetujuan Presiden Prabowo Subianto, dan kemungkinan keputusan final akan diambil dalam rapat kabinet hari ini Rabu, 22 Januari 2025.
"Sudah kami serahkan hasil kajian Kementerian kepada Bapak Presiden melalui Seskab (Sekretaris Kabinet), sehingga kapan sistem ini diputuskan sepenuhnya kami menunggu arahan dan kebijaksanaan Bapak Presiden," tutur Abdul Mu'ti. mengutip Antara.
Mengenal Lebih Jauh Sistem Zonasi
Sistem zonasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 2017 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), kebijakan ini diinisiasi oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Muhadjir Effendy.
Tujuan dari sistem zonasi ini tidak lain untuk menciptakan pemeraatn akses dan kualitas pendidikan bagi siswa diseluruh Indonesia.
“Target kita bukan hanya pemerataan akses pada layanan pendidikan saja, tetapi juga pemerataan kualitas pendidikan,” ujarnya dalam Sosialisasi Peraturan/Kebijakan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah di Jakarta, 30 Mei 2018. Mengutip Tempo.
Kebijakan ini terus mengalami revisi dan penyempurnaan, hingga pada akhirnya di tahun 1018, Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 dikeluarkan untuk memperbaiki kebijakan yang sebelumnya tertuang dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017.
Kebijakan tersebut tidak langsung disahkan, hingga akhirnya di akhir tahun 2019, antan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan program “Merdeka Belajar” yang mencakup beberapa inisiatif kebijakan pendidikan, salah satunya adalah penerapan PPDB dengan sistem zonasi.
Nadiem Makarim yang saat itu dipercaya oleh Jokowi menjadi Mendikbud mengeluarkan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, yang memberikan tambahan fleksibilitas dalam pembagian jalur PPDB.
Komposisi yang diatur adalah minimal 50% untuk jalur zonasi, minimal 15% untuk jalur afirmasi, maksimal 5% untuk jalur perpindahan, dan sisa 0-30% untuk jalur prestasi, yang dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah.
Pro Kontra Sistem Zonasi
Sejak pertama diterapkan sistem jalur zonasi menuai pro dan kontra, hingga pada akhirnya dipemerintahan baru, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meminta Mendikdasmen, Abdul Mu’ti untuk menghapus sistem zonasi pada PPDB.
Gibran menilai bahwa zonasi tidak dapat diterapkan secara merata di seluruh wilayah, terutama karena adanya disparitas dalam ketersediaan guru yang berkualitas. Hal ini mengakibatkan sekolah-sekolah di daerah pinggiran kesulitan untuk bersaing dalam menarik siswa.
Selain itu, pemerintah juga menyadari aspirasi masyarakat yang menginginkan akses pendidikan yang lebih baik untuk semua anak. Zonasi dianggap menghambat peluang bagi siswa di sekolah-sekolah pinggiran yang tidak memiliki reputasi baik dibandingkan dengan sekolah-sekolah di daerah yang lebih berkembang.
Dalam analisis berdasarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk kepala dinas pendidikan daerah, pemerintah memutuskan untuk mengevaluasi kembali kebijakan zonasi.