1 Maret 2024 11:03 WIB
Penulis: Rusti Dian
Editor: Margareth Ratih. F
Pemilihan umum (pemilu) 2024 didominasi oleh pemilih yang berasal dari generasi Z (gen Z) dan milenial (gen Y). Meski begitu, pemilih muda rentan disesatkan informasi atau malah tidak peduli terhadap politik. Lantas, kenapa anak muda harus melek politik?
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih gen Z dan milenial mencapai 56% atau sekitar 116,5 juta dari 204,8 juta daftar pemilih tetap (DPT). Dari jumlah tersebut, tak heran jika para calon presiden dan wakil presiden berlomba-lomba memperebutkan hati pemilih muda.
Berbagai strategi politik digunakan untuk menggaet suara anak muda. Mulai dari live TikTok, membentuk XSpace, berjoget, aktif membuat cuitan di X, membuka forum diskusi dengan berbagai nama, dan masih banyak lagi.
Para politisi seolah menyadari bahwa anak-anak muda enggan membicarakan isu politik secara serius. Hal ini tidak terlepas dari anggapan bahwa anak muda apatis terhadap politik. Akhirnya, mereka pun mengemas pesan-pesan politik menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Sayangnya, tidak semua anak muda memiliki kesadaran untuk melek terhadap politik. Tidak bisa dipungkiri bahwa ada yang mengakses informasi dari sumber tidak relevan, hanya peduli pada gimik, atau sekadar memilih tanpa mempertimbangkan visi, misi, dan program kerja.
Apatisme terhadap politik justru bisa berdampak buruk bagi proses demokrasi di Indonesia. Lantas, mengapa anak muda harus melek terhadap politik?
Alasan anak muda melek politik
Berikut alasan anak muda harus melek terhadap politik:
Indonesia termasuk negara yang demokratis di mana siapapun punya hak untuk mengungkapkan pendapat. Sebagai masyarakat perlu untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah secara objektif. Sebab, masyarakat yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut.
Dengan memberikan kritik yang konstruktif dan objektif, maka kebijakan yang dibuat pun tidak akan berdampak buruk. Kita juga bisa mengawal implementasi janji yang diucapkan politisi saat masa kampanye.
KOMENTAR
Latest Comment