Satpam Hotel Fairmont melaporkan tiga anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan ke Polda Metro Jaya buntut aksi interupsi rapat pembahasan RUU Tentara Nasional Indonesia (TNI). Aksi mereka dianggap mengganggu ketertiban umum dan melawan pejabat negara yang sedang bertugas.
Laporan tersebut dibuat pada Sabtu (15/3/2025) ketika Koalisi Masyarakat Sipil menggeruduk rapat tertutup pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta. Dalam laporannya, pelapor berinisial RYR mengatakan bahwa aksi mereka merugikan dirinya sebagai satpam.
Ia turut melaporkan beberapa pasal yang dilanggar oleh Koalisi Masyarakat Sipil seperti Pasal 172, 503, dan 335 KUHP. Ketiga pasal tersebut mengatur tentang perbuatan pidana mengganggu ketentraman, ketenangan, dan ketertiban umum.
Namun, pihak manajemen hotel enggan memberi penjelasan soal laporan tersebut. Menurut Assistant Front Office Manager, Dinda, pihaknya tidak memberikan keterangan resmi karena sedang libur bertugas.
Di sisi lain, Head of Security Hotel Fairmont, Heru Nugroho menyebut dirinya tidak berwenang untuk menjelaskan tentang laporan yang dilayangkan oleh RYR.
“Kami tidak dibolehkan mengeluarkan statement apapun terkait dengan yang terjadi di sini apapun itu tanpa izin dari manajemen,” ujar Heru pada Minggu (16/3/2025).
YLBHI Sebut Ancaman Serius Demokrasi
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyebut laporan satpam Hotel Fairmont adalah bentuk pembungkaman. Hal ini menjadi ancaman serius pada demokrasi dan hak warga jika polisi memproses laporan tersebut.
“Seharusnya tidak boleh ada pemidanaan untuk kebebasan berekspresi,” ujar Isnur pada Minggu (16/3/2025).
Isnur juga mempertanyakan legal standing pelaporan satpam. Pasalnya, tidak ada upaya pengrusakan yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil sehingga membuat proses pembahasan RUU TNI pun berhenti.
“Satpam ini juga siapa. Saya juga tidak yakin satpam melaporkan. Ini pasti ada instruksi atau perintah,” tambah Isnur.
Kritik Berujung Teror
Sebelumnya, para aktivis Koalisi Masyarakat Sipil mendatangi Hotel Fairmont dan menginterupsi rapat pembahasan RUU TNI oleh Komisi I DPR RI. Mereka mengkritik proses pembahasan RUU yang digelar di hotel mewah secara tertutup.
“Pembahasan ini tidak sesuai karena diadakan tertutup. Kami menuntut pembahasan RUU TNI ini dihentikan,” ujar Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus.
Mereka masuk ruang rapat tanpa pengawalan dan hanya membawa poster. Andrie Yunus terlihat membentangkan poster di dalam ruang rapat sembari meminta agar rapat pembahasan RUU TNI dihentikan.
“Bapak ibu yang terhormat, yang katanya ingin dihormati, kami menolak adanya pembahasan di dalam, kami menolak adanya Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), hentikan proses pembahasan RUU TNI,” ujarnya.
Tiga orang dari Koalisi Masyarakat Sipil tersebut langsung ditarik keluar ruang rapat oleh pihak pengamanan. Bahkan, Andrie sempat terjungkal karena didorong oleh petugas keamanan hotel.
Setelah aksi di Hotel Fairmont, Andrie melaporkan bahwa kantor KontraS didatangi tiga orang asing pada Minggu (16/3/2025) dini hari. Ia yang sedang berada di balkon lantai dua sempat menanyakan dari mana asal ketiga orang tersebut.
“Salah seorang berbaju hitam kemudian menjawab “dari media” sambil terus membunyikan lonceng di pagar kami,” ujar Andrie pada Minggu (16/3/2025).
Teror tidak berhenti sampai di situ. Andrie juga mendapatkan tiga panggilan telepon dari nomor tidak dikenal dalam rentang pukul 00.00-00.15 WIB. Namun, Andrie tidak mengangkat telepon tersebut sebagai upaya keamanan.
“Kami menduga ini adalah aksi teror pasca kami bersama Koalisi Masyarakat Sipil mengkritisi proses legislasi revisi UU TNI,” imbuh Andrie.
Sebagai informasi, pembahasan RUU TNI tengah bergulir dan menuai kritik dari berbagai pihak. Pasalnya, RUU TNI dinilai menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang bertentangan dengan amanat reformasi, mengancam demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia (HAM).
RUU TNI memungkinkan militer untuk menduduki jabatan sipil. Jika pada UU TNI sebelumnya, militer hanya dapat menduduki 10 jabatan saja. Kini, ada penambahan lima jabatan sipil yang bisa diisi oleh perwira aktif TNI.