Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 menjadi tonggak penting bagi perlindungan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Kebijakan ini diundangkan pada 7 Februari 2025 dan merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 mengenai Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Salah satu perubahan utama dalam aturan ini adalah penurunan iuran JKP dari sebelumnya 0,46% menjadi 0,36% dari upah bulanan.
Lebih lanjut, manfaat tunjangan bagi korban PHK juga mengalami peningkatan signifikan. Sejak implementasi kebijakan ini, pekerja yang mengalami PHK kini berhak memperoleh tunjangan sebesar 60% dari gaji bulanan mereka selama enam bulan. Sebelumnya, tunjangan ini hanya 45% untuk tiga bulan pertama dan 25% untuk tiga bulan berikutnya. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dukungan keuangan yang lebih kuat bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan.
Manfaat JKP bagi korban PHK
JKP menawarkan manfaat berupa uang tunai untuk membantu korban PHK memulihkan diri selama masa transisi. Selama enam bulan, penerima tunjangan akan menerima 60% dari upah terakhir mereka. Manfaat ini diberikan setiap bulan, memberikan pegangan finansial yang signifikan di saat-saat sulit.
Dari sisi distribusi manfaat, tunjangan ini tidak hanya memiliki dampak finansial langsung, tetapi juga dapat mengurangi tekanan psikologis akibat kehilangan pekerjaan. Dengan adanya tunjangan yang lebih besar, pekerja yang terkena PHK dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mencari peluang pekerjaan baru tanpa beban finansial yang berlebihan.
Prosedur pengajuan klaim JKP
Untuk dapat mengajukan klaim JKP, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh korban PHK. Penyebab PHK harus bukan karena pengunduran diri, pensiun, cacat total tetap, atau meninggal dunia. Korban PHK juga wajib melaporkan statusnya kepada BPJS Ketenagakerjaan dan dilaporkan sebagai non-aktif oleh perusahaan.
Proses pengajuan klaim JKP meliputi beberapa langkah. Pertama, calon penerima tunjangan harus mengakses akun melalui SIAPkerja. Setelah itu, mereka harus memastikan bahwa sudah melakukan pelaporan PHK dan mengisi formulir klaim manfaat. Verifikasi pengajuan akan dilakukan setelah formulir diisi dan jika diterima, mereka dapat langsung mengakses manfaat JKP.
Penting untuk melaporkan PHK secara tepat waktu, idealnya dalam waktu maksimal tiga bulan setelah PHK terjadi. Keterlambatan dalam pelaporan dapat menyebabkan hilangnya hak atas tunjangan.
Hak dan kewajiban setelah PHK
Dalam konteks kewajiban, perusahaan yang menunggak iuran, bahkan jika dinyatakan pailit atau tutup, tetap memiliki kewajiban untuk melunasi tunggakan tersebut. Namun, meski perusahaan mengalami kesulitan, manfaat JKP akan tetap dibayarkan kepada pekerja oleh BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak pekerja.
Korban PHK memiliki hak untuk mengajukan klaim JKP sebagai bentuk perlindungan sosial setelah kehilangan pekerjaan. Namun, penting bagi penerima manfaat untuk mengetahui bahwa hak ini dapat hilang jika mereka tidak mengajukan klaim dalam waktu yang ditentukan, sudah mendapatkan pekerjaan baru, atau jika mereka tidak memenuhi syarat lainnya.
Dengan adanya kebijakan JKP yang baru ini, diharapkan situasi pekerja yang mengalami PHK akan lebih baik. Melalui dukungan keuangan yang lebih besar, pekerja dapat menemukan kembali titik terang di tengah tantangan yang dihadapi setelah kehilangan pekerjaan.
Baca Juga:Gibran Tinjau Cek Kesehatan Gratis di Tiga Puskesmas Jakarta Pusat: Sejauh Ini Belum Ada Keluhan