31 Oktober 2023 16:10 WIB
Penulis: Rusti Dian
Editor: Margareth Ratih. F
Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat Rp70,5 triliun lantaran menerima pendaftaran capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Perbuatan tersebut dinilai penggugat sebagai tindakan melawan hukum.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyebut akan hadir pada sidang gugatan jika sudah ada panggilan secara resmi. Mengingat hingga saat ini KPU belum menerima bahan gugatan.
“Kalau nanti sudah ada panggilan sidang kita hadiri sidangnya,” ujar Hasyim pada Senin (30/10/2023).
Gugatan ini dilayangkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh seorang dosen bernama Brian Demas Wicaksono. Ia menggugat KPU atas dugaan perbuatan melawan hukum usai menerima pendaftaran capres dan cawapres Prabowo dan Gibran.
Menurutnya, KPU harus melakukan perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) sesuai keputusan MK terkait syarat batas usia capres dan cawapres. Alih-alih mengubah PKPU, pihaknya justru tetap menerima pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran.
“Harusnya ketua KPU itu melakukan rapat dengar pendapat dengan DPR dahulu untuk melakukan perubahan PKPU,” ujar Demas di PN Jakarta Pusat pada Senin (30/10/2023).
Penerimaan pendaftaran capres dan cawapres ini menggunakan PKPU No. 19 Tahun 2023. Di sana tertulis syarat pencalonan minimal 40 tahun. Sementara Gibran sendiri baru berusia 36 tahun. Artinya, Gibran seharusnya tak lolos persyaratan menjadi cawapres.
Kuasa hukum Brian Demas, Sunandiantoro menjelaskan pasca putusan MK terkait batas usia tersebut, KPU belum merevisi aturannya. Oleh karena itu, proses pendaftaran seharusnya masih menggunakan PKPU No. 19 Tahun 2023.
Tak hanya gugatan, perwakilan Front Pengacara Pejuang HAM dan Anti-KKN tersebut juga meminta ganti rugi Rp70,5 triliun terhadap KPU. Dasar nominal dihitung dari biaya Pemilu 2024.
Hasyim: ikuti undang-undang
Sejauh ini, Hasyim menyebut tak ada masalah dengan usia Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Ia tetap bisa mendaftar sebagai cawapres meski PKPU No. 19 Tahun 2023 belum diubah.
“Putusan MK kan mengubah norma undang-undang. Peraturan KPU kan turunan dari undang-undang, ikuti undang-undang,” ujar Hasyim pada Jumat (27/10/2023), dikutip dari Kompas.com.
Awalnya, KPU RI mewacanakan revisi cepat atas putusan MK, dengan ataupun tanpa rapat konsultasi dengan Komisi II DPR RI. Sehari setelahnya, KPU membatalkan niat tersebut dengan dalih putusan MK bersifat final dan mengikat.
Kemudian KPU mengubah sikapnya kembali dengan meminta forum rapat konsultasi bersama pemerintah dan DPR RI pada Senin (23/10/2023). Sayangnya, rapat ini tak bisa terlaksana untuk merevisi aturan lantaran DPR sedang memasuki masa reses.
KOMENTAR
Latest Comment