Kronologi Aksi Protes Gerebek Rapat Tertutup Revisi UU TNI di Fairmont: Diseret Keluar, Diteror, dan Dilaporkan

17 Mar 2025 16:19 WIB

thumbnail-article

Aktivis KontraS Andrie Yunus ketika melakukan aksi protes menolak RUU TNI di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta pada Sabtu (15/3/2025). (Foto: X/KontraSupdate)

Penulis: Rizal Amril

Editor: Rizal Amril

Tiga aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan menggerebek ruang rapat Panja Revisi Undang-undang (UU) TNI yang digelar di Fairmont Hotel, Jakarta, Sabtu (15/3/2025).

Dalam video yang diterima Narasi, ketiga aktivis tersebut berhasil menerobos masuk ruang rapat barang sebentar, sebelum didorong keluar oleh pihak keamanan hingga terjatuh di depan pintu ruang rapat.

Video tersebut kemudian viral di internet seiring isu "dwifungsi TNI" yang tengah jadi perhatian masyarakat.

Lantas, bagaimana kronologi kejadian aksi protes yang direpresi tersebut terjadi?

1 Bermula dari rapat RUU TNI yang tertutup

Sebelum digerebek koalisi masyarakat sipil, Komisi I DPR RI menggelar rapat panja untuk membahas revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Jumat (14/3) dan Sabtu (15/3).

Rapat yang digelar di hotel bintang lima Fairmont di bilangan Senayan, Jakarta itu juga dilakukan secara tertutup.

Padahal, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir pada Rabu (12/3) menyatakan bahwa RUU TNI tak akan disahkan sebelum masa reses Lebaran 2025. "Kalau dalam waktu dekat ini mungkin tidak mungkin, sebentar lagi mau Idulfitri, ada reses," katanya.

Tak hanya dilakukan dengan kesan terburu-buru, rapat tersebut dilakukan di hotel bintang lima ketika pemerintahan Prabowo Subianto tengah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran.

Belakangan, DPR mengklaim bahwa Fairmont dipilih lantaran rapat dilakukan secara maraton hingga malam hari, sehingga para anggota dewan harus menginap.

Seiring berlangsungnya rapat RUU TNI itu, gelombang kritik disampaikan masyarakat sipil. Rapat itu dianggap banyak pihak tidak transparan, terkesan dikebut.

2 Digeruduk koalisi masyarakat sipil

Berlangsungnya rapat Panja RUU TNI di Fairmont Hotel tersebut membuat sejumlah perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan datang ke ruang rapat di hotel itu untuk melakukan protes pada Sabtu (15/3).

Ketika rapat berlangsung, tiga aktivis yang membawa poster dengan tulisan protes berhasil merangsek masuk ruang rapat. Andrie Yunus, salah satu dari tiga aktivis yang melakukan aksi, sempat melakukan orasi singkat sebelum ditarik paksa pihak keamanan hotel.

"Selamat sore, Bapak Ibu," seru Andrie ketika berhasil masuk ruang rapat. "Kami menuntut agar proses pembahasan RUU TNI dihentikan karena tidak sesuai dengan proses legislasi, ini diadakan tertutup."

Belum selesai menyampaikan protes, Andrie kemudian ditarik keluar oleh pihak keamanan secara paksa.

3 Tetap protes di luar ruang rapat

Setelah ditarik keluar secara paksa hingga terjatuh, Andrie Yunus terus menyampaikan protes di depan pintu ruang rapat yang segera ditutup.

"Teman-teman, bagaimana kami kemudian direpresi, kami menjalankan fungsi pengawasan sebagai masyarakat sipil," seru Andrie. 

Lebih lanjut, Andrie menyerukan penolakan atas rapat pembahasan RUU TNI yang dianggap dapat menghidupkan kembali mekanisme dwifungsi TNI.

"Kami menolak adanya pembahasan di dalam," seru Andrie. "Kami menolak dwifungsi ABRI!"

Dalam orasinya itu, Andrie yang merupakan Ketua Divisi Hukum KontraS, turut mempertanyakan alasan DPR dan pemerintah menggelar rapat di hotel Fairmont.

Menurutnya, pasal dan substansi yang muncul dalam RUU TNI justru menjauhkan diri dari semangat penghapusan dwifungsi militer yang disepakati dalam Reformasi 98.

"Bapak ibu yang terhormat, yang katanya ingin dihormati tapi justru menyakiti hati rakyat, hentikan proses pembahasan RUU TNI!" teriak Andrie.

4 Aktivis KontraS dilaporkan satpam Fairmont

Usai aksi protes gerebek ruang rapat RUU TNI dilakukan, aktivis yang terlibat dalam protes tersebut dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh anggota satpam hotel Fairmont.

Dalam laporannya itu, para aktivis yang merangsek masuk dituduh mengganggu ketertiban umum dan melawan pejabat negara yang tengah bertugas.

Laporan bernomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/Polda Metro Jaya itu dibuat pada Sabtu (15/3), hari yang sama dengan berlangsungnya aksi protes gerebek ruang rapat DPR di hotel Fairmont.

Pelapor yang berinisial RYR menyatakan dalam laporannya bahwa tindakan yang dilakukan para aktivis tersebut, yakni menyampaikan protes kepada DPR, telah merugikan pihaknya.

5 Kantor dan aktivis KontraS diteror

Tak hanya dilaporkan ke Polda Metro Jaya, aktivis KontraS yang turut dalam aksi protes gerebek ruang rapat RUU TNI, Andrie Yunus, mengaku mendapatkan panggilan dari nomor tak dikenal.

Menurutnya, setelah nomor tersebut ditelusuri, Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menyatakan bahwa kepemilikan nomor tersebut mengarah pada personel Datasemen Intelijen (Denintel) TNI AD.

Selain mendapat panggilan telepon berulang dari nomor tak dikenal, kantor KontraS juga sempat didatangi tiga orang tak dikenal pada Minggu dini hari.

Dari tangkapan layar kamera pengawas yang terpasang di depan Kantor KontraS, "Kantor KontraS didatangi oleh 3 (tiga) orang tidak dikenal (OTK) yang mengaku dari media, tapi tanpa menjelaskan asal/nama medianya termasuk tujuannya datang tengah malam," ujar Andrie Yunus, Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS kepada Narasi.

Rangkaian peristiwa tersebut, jelas Andrie, diduga berkaitan dengan aksi geruduk ruang rapat pembahasan RUU TNI yang dilakukan pada Sabtu petang.

6 Sejumlah tokoh dan jaringan masyarakat sipil buat petisi

Pada Senin (17/3), KontraS bersama sejumlah tokoh dan aliansi masyarakat sipil lain menyampaikan petisi dan pernyataan sikap untuk menolak revisi UU TNI.

Dalam pernyataan petisi tersebut, aliansi masyarakat sipil menyatakan bahwa RUU TNI akan membuka pintu kembalinya dwifungsi TNI. 

Padahal, dalam penilaian mereka, ada banyak hal yang lebih penting dibahas terkait militer ketimbang perluasan ruang lingkup jabatan sipil yang dapat diisi anggota TNI aktif.

Salah satu yang lebih penting didorong dalam UU kemiliteran, jelas mereka, adalah reformasi sistem peradilan militer melalui revisi UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Agenda revisi UU ini lebih penting ketimbang RUU TNI, karena agenda itu merupakan kewajiban konstitusional negara untuk menjalankan prinsip persamaan di hadapan hukum," tutur Sukidi yang turut membacakan petisi itu.

Petisi yang diinisiasi oleh 174 tokoh sipil dan 186 lembaga swadaya masyarakat itu dapat dibaca sepenuhnya melalui tautan ini

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER