Advertisement

Kronologi Penulis Opini Detikcom Diduga Diintimidasi Usai Kritik Peran Militer Dilingkaran ASN

26 May 2025 07:55 WIB

thumbnail-article

Dewan Pers Sumber: ANTARA.

Penulis: Elok Nuri

Editor: Elok Nuri

Seorang penulis opini di Detikcom, berinisial YF, mengaku mengalami intimidasi setelah menerbitkan artikel berjudul “Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?” pada Kamis, 22 Mei 2025.

Artikel ini menjadi sorotan karena kritiknya terhadap pengangkatan Letnan Jenderal Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai yang dinilai melanggar prinsip meritokrasi dalam pengisian jabatan aparatur sipil negara. Djaka Budi sendiri adalah seorang tentra yang sempat menjabat sekretaris utama Badan Intelijen Nasional atau BIN.

Dalam waktu singkat setelah publikasi, YF mengalami serangkaian serangan dan intimidasi dari orang tak dikenal. Berikut adalah kronologinya

Detik Menghapus Tulisan YF

Sementara itu redaksi Detikcom telah mencabut isi tulisan penulis dan mengubah judulnya. Sebelumnya, tulisan penulis berjudul Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?.

Setelah mendapat permintaan dari penulis, judul diubah menjadi Tulisan Ini Dicabut. Dalam tautan yang sama, isi tulisan rubrik kolom itu telah diklarifikasi oleh Detikcom sendiri

“Redaksi menghapus tulisan opini ini atas permintaan penulis, bukan atas rekomendasi Dewan Pers. Sedangkan mengenai alasan keselamatan, itu berdasarkan penuturan penulis opini sendiri,” tulis artikel tersebut.

Sebelumnya Detikcom menyatakan penurunan artikel itu karena rekomendasi dari Dewan Pers. "Kami mohon maaf atas keteledoran ini," kata detikcom dalam situs mereka.

Sementara itu Wakil Ketua Dewan Pers Totok Suryanto enggan berkomentar terkait peristiwa tersebut. Menurutnya pihak media telah meluruskan bahwa tidak ada rekomendasi dari lembaganya. "Sudah selesai," ujar dia pada Sabtu, 24 Mei 2025.

Mendapat Dua Kali Serangan Teror

Berdasarkan informasi yang diterima Narasi dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) hasilnya penulis yang juga mahasiswa S2 UI mengaku mendapatkan dua kali serangan teror dari orang yang tak ia kenal.

Insiden pertama terjadi setelah YF mengantar anaknya ke sekolah. Dua orang berhelm full face menyerempet dan mendorongnya hingga terjatuh. Selang beberapa jam kemudian, YF kembali menjadi sasaran serangan oleh pengendara motor berbeda kembali menyerempet YF hingga terjatuh.

Dua peristiwa serangan teroro tersebut membuat YF merasa terancam, seroang temannya mengingatkan YF mengenai tulisannya yang dinilai terlalu kritis.

YF pada akhirnya mengajukan permintaan kepada Detikcom untuk menghapus artikelnya. Namun, pihak redaksi mengaku harus mengacu pada prosedur yang berlaku, di mana penghapusan artikel memerlukan rekomendasi dari Dewan Pers.

Dewan Pres Telah Menerima Laporan YF

Teranyar, Dewan pers mengaku mengaku telah menerima laporan YF dan masih melakukan pendalaman "Dan saat ini tengah melakukan verifikasi dan mempelajarinya,” kata Komaruddin Hidayat dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 24 Mei 2025.

Dlaam keterangan yang sama Komaruddin juga menulisakn jika pihaknya belum memberikan rekomendasi atau permintaan kepada redaksi detikcom untuk mencabut artikel opini setelah penulisnya mengaku diintimidasi orang tak dikenal.

“Dewan Pers belum memberikan rekomendasi, saran, ataupun permintaan kepada redaksi detikcom untuk mencabut artikel opini tersebut," Jelas Komaruddin.

Namun sejauh ini Dewan Pers menghormati kebijakan redaksi media, termasuk untuk melakukan koreksi atau pencabutan berita dalam rangka menjaga akurasi, keberimbangan, dan memenuhi kepatuhan pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Namun, ia menegaskan, bahwa setiap pencabutan berita harus disertai dengan penjelasan yang transparan kepada publik agar tidak menimbulkan spekulasi, serta tetap menjaga akuntabilitas media.

Dukungan dari Lembaga dan Organisasi Jurnalis

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan keprihatinan mendalam terhadap intimasi yang dialami YF. Mereka mengecam tindakan tersebut sebagai upaya pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi.

Koordinator AJI, Erick Tanjung, menyebut bahwa perilaku ini adalah pola represif yang memperingatkan kembali pada praktik otoriter di masa lalu. AJI mendesak agar tindakan mundur ini dihentikan dan menuntut perlindungan bagi semua jurnalis serta penulis.

"Ini adalah pembungkapan terhadap suara-suara kritis, kebebasan berekspresi dan berpendapat oleh masyarakat, dan mengecam kemerdekaan pers, ya karena ini opini, pikiran kritis dari masyarakat dan kolom opini itu terbit di perusahaan pers. Kami mengecam tindakan intimidasi" Ucap Erick Tanjung kepada Narasi.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER

Advertisement
Advertisement