7 Desember 2022 20:12 WIB
Penulis: Yohana Nabilla Wuryanto
Editor: Margareth Ratih. F
Baru-baru ini istilah apropriasi budaya atau cultural appropriation memang banyak diperbincangkan oleh masyarakat umum, apalagi setelah putra bungsu Joko Widodo, Kaesang Pangarep dituding melakukan apropriasi budaya dalam salah satu potret prewedding-nya. Lantas apa itu apropriasi budaya? Apa perbedaan apresiasi dan apropriasi? Mengapa apropriasi dapat terjadi? Berikut adalah pembahasan tentang apropriasi budaya.
Perbedaan Apresiasi dan Apropriasi
Meskipun kata apresiasi dan apropriasi terdengar mirip, namun pada dasarnya dua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Dilansir dari situs resmi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), apresiasi berarti kesadaran akan penilaian atau penghargaan terhadap suatu budaya dan nilai seni.
Sementara itu, kata apropriasi memiliki arti perbuatan mengambil atau menggunakan sesuatu, tanpa memahami atau menghargai hal tersebut. Sehingga bila disimpulkan, apresiasi adalah perbuatan menghargai sesuatu, sementara apropriasi adalah perbuatan untuk meniru sesuatu dengan cara yang salah.
Pengertian apropriasi budaya
Mengutip dari britannica.com apropriasi budaya adalah perbuatan seseorang atau suatu kelompok yang meniru atau menggunakan budaya suatu daerah untuk kepentingan pribadi tanpa memahami dan menghormatinya.
Beberapa contoh budaya yang sering menjadi sasaran dari apropriasi budaya adalah pakaian adat, gaya rambut, bahasa, dekorasi, tarian, artefak, hingga makanan. Sehingga ketika, budaya tersebut digunakan dengan pemahaman yang salah, maka arti atau makna yang sebenarnya dapat hilang atau salah arti.
Istilah yang satu ini, mulai digunakan pada tahun 1980, dalam bidang akademik untuk mendiskusikan isu tentang kolonialisme dan hubungan antara kelompok mayoritas dan minoritas. Kemudian seiring dengan berkembangnya zaman, praktik apropriasi budaya semakin banyak dilakukan, sehingga istilah apropriasi budaya juga semakin gencar digunakan.
Penyebab apropriasi budaya
Apropriasi budaya dapat terjadi karena beberapa alasan, salah satunya adalah kepentingan pribadi, baik seseorang maupun kelompok tertentu. Sebagai contoh, seorang model melakukan suatu pemotretan majalah menggunakan salah satu baju adat yang dimodifikasi menjadi modern. Hal tersebut dapat menjadi contoh apropriasi budaya, karena penyalahgunaan suatu baju adat, sehingga nilai atau makna asli dari baju adat tersebut berubah. Namun, dengan adanya perubahan tersebut, mampu menguntungkan beberapa pihak yang terlibat, seperti hasil foto yang modern.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa meniru atau menggunakan suatu budaya demi keuntungan pribadi merupakan perbuatan yang salah. Selain mengubah arti atau makna yang ada, dengan melakukan praktik apropriasi budaya juga dapat menimbulkan kontroversi di masyarakat Indonesia.
KOMENTAR
Latest Comment