Musra Relawan Jokowi Dinilai Cara Unjuk Gigi ke Megawati

17 Mei 2023 08:31

Narasi TV

Presiden Joko Widodo menyapa peserta pada puncak acara Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/5/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym/pri.

Penulis: Dzikri N. Hakim

Editor: Akbar Wijaya

Musyarawah Rakyat Relawan Jokowi yang digelar di Istora Senayan, Minggu (14/5/2023) ditafsirkan sebagai manuver Jokowi unjuk gigi kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Melalui para relawannya Jokowi dianggap hendak menunjukkan pengaruhnya ke Megawati bahwa ia patut diperhitungkan dalam menentukan calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilu 2024 mendatang.

“Karena kan begini, Jokowi itu kan bukan pemilik PDIP. Dalam situasi politik saat ini Jokowi kan ingin didengar juga, ingin punya pengaruh juga, ingin jadi king maker juga. Nah, dalam posisi bukan ketum partai, maka, ya manuver-manuver Jokowi dilakukan dengan menggunakan relawan-relawan tadi,” kata analis politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin kepada Narasi, Selasa (16/5/2023).

Tafsir bahwa Jokowi sedang menggunakan relawannya untuk unjuk kekuatan politik ke Megawati via musra tergambar dari sejumlah hal.

Pertama, Musra relawan Jokowi masih merekomendasikan nama capres-cawapres yang jika ditarik ke konteks PDI Perjuangan sebenarnya merupakan hak prerogatif Megawati Soekarnoputri.

Kedua, Jokowi, meski belum memutuskan, menerima rekomendasi capres hasil Musra yang menempatkan Prabowo Subianto di urutan teratas disusul Ganjar Pranowo dan Airlangga Hartato. Padahal, sebagai kader PDI Perjuangan ia tahu betul Megawati sudah memutuskan Ganjar sebagai bakal capres.

Ketiga, pernyataan Jokowi dalam Musra bahwa terkati calon presidan dan wakil presiden yang didengar adalah suara rakyat bukan suara elite terkesan bertentangan dengan hak prerogatif Megawati sebagai elite utama PDI Perjuangan.

"Karena yang kita dengarkan adalah suara rakyat, suara akar rumput, bukan suara elite," ujar Jokowi, Minggu (15/5/2023).

Ujang menilai pernyataan Jokowi tentang mendengar suara rakyat bukan suara elite, bisa saja ditafsirkan secara spesifik kepada Megawati bukan ketua umum partai yang lain.

"Statement itu banyak makna atau banyak tafsir, salah satunya bisa saja menyinggung kalangan lain, dan salah satunya itu PDIP,” ucap Ujang.

Simbol Ketidakpatuhan

Ujang melihat munculnya nama capres-cawapres dalam Musra yang kemudian diterima Jokowi merupakan bentuk ketidakpatuhan sebagai kader partai.

Jokowi seperti belum sepenuh yakin untuk mendukung Ganjar sebagai capres pilihan Megawati.

"Bisa jadi Jokowi berdiri di dua kaki, satu kaki di Prabowo, satu kaki di Ganjar, dan Jokowi kelihatannya juga tidak terlalu patuh dan tunduk pada PDIP,” kata Ujang.

Selain itu, sulit untuk tidak mengatakan bahwa Jokowi turut andil dalam skenario pemunculan nama capres dan cawapres di Musra mengingat Ketua Umum Projo sekaligus penanggung jawab musra Budi Arie Setiadi merupakan loyalis Jokowi yang dalam tidakannya selalu mengatasnamakan perintah dan komando Jokowi.

“Jadi musra menjadi panggung bagi jokowi, untuk berpidato, untuk mengeluarkan statement," ujar Ujang.

Jokowi Tidak Nyaman dengan PDI Perjuangan

Pengamat politik Hendri Satrio mengatakan musra relawan Jokowi yang merekomendasikan nama capres-cawapres menggambarkan ketidaknyamanan Jokowi ke partainya sendiri.

Salah satu alasan ketidaknyamanan itu menurut Hendri karena relasi Jokowi dengan partai, khususnya PDI Perjuangan terkait capres-cawapres bisa berlangsung setara.

"Karena kan partai politik bisa mengkritisi dia bisa memberikan masukan masukan kritis, sementara relawan kan semuanya mengelu elukan, bahkan meneriakkan satu komando,” ucap Hendri Satrio kepada Narasi.

Apalagi, kata Hendri, Megawati pernah menyinggung bagaimana nasib Jokowi bila tidak ada PDI Perjuangan di belakangnya.

“Jadi itu sih sudah terlihat kasat mata, kalo pak Jokowi lebih bahagia sama relawan dari pada partai politik, ya itu kan makanya ibu Mega waktu HUT (PDIP) kemarin bilang ‘ya pak Jokowi kalo gaada PDIP gatau deh’, gitu kan”, tambahnya.

Relasi PDI Perjuangan dan Relawan Projo

Terlepas dari tafsir-tafsir tersebut, sejarah menunjukkan relasi politik antara PDI Perjuangan dengan relawan Jokowi di Projo memang nyaris selalu tidak baik-baik saja.

PDI Perjuangan Ragukan Kekaderan Pentolan Projo

Politikus PDI Perjuangan Bambang Wuryanto misalnya pada Desember 2013 pernah mengkritik keberadaan Projo yang awalnya menggunakan nama PDI Perjuangan Projo.

Ketika itu Bambang terang-terangan meragukan kualitas kekaderan Budi Arie Setiadi sebagai Koordinator Nasional PDI Perjuangan Projo yang juga mendaku sebagai kader PDI Perjuangan.

Bambang juga mengkritik sikap Budi dkk di Projo yang mendeklrasikan dukungan ke Jokowi sebagai capres padahal Megawati belum mengambil keputusan.

Projo Kritik Wacana Duet Megawati-Jokowi

Di sisi lain pada 2 Februari 2014 Budi mengkritik wacana yang dilontarkan sejumlah elite PDI Perjuangan untuk menduetkan Megawati sebagai capres dan Jokowi sebagai cawapres di Pilpres 2014.

"Jangan benturkan Ibu Mega dengan rakyat melalui berbagai skenario, manuver dan spekulasi. Sebab bila skenario ini dipaksakan akan menjadi lembaran sejarah hitam, kelam dan memilukan," kata Budi dikutip Detik, Senin (2/10/2014).

PDI Perjuangan Ingatkan Projo Cuma Ormas

Juni 2022 Wakil Sekretaris Jendral DPP PDI Perjuangan Arief Wibowo mengkritik Projo yang menyatakan bahwa mereka akan menunggu arahan Presiden Jokowi terkait Pilpres dan Pemilu 2024.

Arief mengingatkan Projo hanya ormas dan bukan partai politik yang bisa ikut pemilu. Pernyataan Arief direspons dingin oleh Sekretaris Jenderal DPP Projo Handoko.

"Projo ormas, bukan parpol. Tapi kami bukan onderbouw (organisasi sayap) partai apa pun," kata Handoko dikutip Detik, Rabu (8/6/2022).

Selanjutnya pada 16 Agustus 2022 politikus PDI Perjuangan yang juga Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengkritik keras pernyataan Budi Arie Setiadi yang mengatakan bahwa partai politik di Indonesia akan berhati-hati menentukan strategi untuk 2024 karena yang kalah di Pilpres bakal masuk penjara.

Menurut Edi pernyataan Budi serampangan.

“Saya terkejut dengan pernyataan serampangan pimpinan wadah relawan terbesar yakni Projo,” kata Prasetio melalui Instagram miliknya, Selasa (16/8/2022).

Tunggu Arahan Jokowi Bukan Megawati

Saat Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri hendak mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai capres, Budi Arie Setiadi selaku Ketua Umum Projo memastikan bahwa anggotanya tetap patuh menunggu arahan Jokowi.

"Terserah saja jika mau diumumkan. Monggo saja," ujar Budi kepada wartawan, Jumat (21/4/2023).

"Kami relawan Jokowi solid dan militan menunggu komando Jokowi. Kami tunduk dan tegak lurus menunggu arahan dan perintah Pak Jokowi," jelas Budi.

Terkait relasi antara Projo dan PDI Perjuangan Ujang Komarudin mengatakan memang banyak percikan yang terjadi antara keduanya.

“Ya kan banyak (percikan), selama ini kan partai itu tidak terlalu enjoy, tidak hepi dengan keberadaan relawan-relawan itu, karena relawannya dia tidak patuh dan taat kepada partai tapi lebih patuh kepada Jokowi sebagai presiden, karena memang di situ kan mereka relawannya Jokowi, bukan relawannya PDIP,” ujar Ujang Komarudin.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR