Artikel ini merupakan kerja sama antara Narasi dan Diet Partner. Seluruh informasi yang dimuat telah dikurasi oleh Rheinhard, S.Gz., Dietisien (Nutritionist).
------------------------------------------------------------------
Omega-3 merupakan salah satu jenis lemak esensial yang berperan vital dalam menjaga kesehatan tubuh, khususnya fungsi jantung, otak, dan sistem imun. Namun, tidak semua omega-3 diciptakan sama. Perbedaan sumber omega-3, baik dari hewan maupun tumbuhan, berpengaruh besar terhadap efektivitasnya di dalam tubuh.
Perbedaan Jenis Omega-3: EPA, DHA, dan ALA
Secara umum, omega-3 terbagi menjadi tiga tipe utama: EPA (eicosapentaenoic acid), DHA (docosahexaenoic acid), dan ALA (alpha-linolenic acid). EPA dan DHA adalah bentuk aktif dari omega-3 yang paling banyak ditemukan pada sumber hewani, seperti ikan laut berlemak (sarden, salmon, tuna) dan minyak ikan. Sedangkan ALA merupakan bentuk omega-3 dari sumber nabati seperti biji rami, chia, kenari, dan minyak perilla.
Perbedaan penting di antara ketiganya terletak pada kebutuhan konversi dalam tubuh. ALA dari sumber nabati harus diubah terlebih dahulu menjadi EPA dan DHA agar bisa memberikan manfaat optimal bagi tubuh. Sayangnya, proses konversi ini sangat tidak efisien, dengan rata-rata konversi hanya sekitar 5-10% untuk EPA dan bahkan lebih rendah lagi untuk DHA.
Efektivitas Omega-3 Hewani Lebih Unggul
Berdasarkan berbagai penelitian, omega-3 dari hewan, terutama ikan, terbukti lebih efektif dalam mendukung kesehatan jantung, otak, dan meredakan peradangan di dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena EPA dan DHA dari sumber hewani tidak memerlukan proses konversi sehingga langsung dapat digunakan oleh tubuh.
Beberapa studi menunjukkan bahwa konsumsi suplemen minyak ikan atau mengonsumsi ikan laut secara rutin berhubungan dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular, peningkatan fungsi kognitif, hingga mendukung kesehatan mata dan kehamilan.
Omega-3 Nabati: Alternatif bagi Vegetarian
Meski bioavailabilitasnya lebih rendah, omega-3 dari sumber nabati tetap penting, terutama bagi individu yang menjalani diet vegetarian atau vegan. ALA berperan sebagai prekursor pembentuk EPA dan DHA dan turut mendukung fungsi metabolisme lemak serta kesehatan jantung.
Saat ini, salah satu solusi bagi pelaku diet nabati adalah konsumsi suplemen berbasis mikroalga. Mikroalga merupakan satu-satunya sumber tumbuhan yang secara alami mengandung EPA dan DHA, sehingga bisa menjadi pengganti yang setara dengan omega-3 dari ikan.
Dampak Lingkungan dan Pertimbangan Etis
Selain soal efektivitas kesehatan, pemilihan sumber omega-3 juga kerap mempertimbangkan dampak lingkungan. Produksi ikan, terutama yang ditangkap di laut lepas, bisa memicu eksploitasi sumber daya alam jika tidak dikelola dengan baik. Di sisi lain, sumber nabati seperti biji rami dan chia cenderung memiliki jejak karbon yang lebih rendah.
Namun, kemunculan minyak omega-3 dari mikroalga memberi jalan tengah: kaya akan EPA dan DHA seperti minyak ikan, tetapi berasal dari sumber non-hewani dan lebih ramah lingkungan.
Rekomendasi Konsumsi Omega-3
Badan kesehatan dunia (WHO) dan beberapa organisasi nutrisi merekomendasikan konsumsi omega-3 EPA dan DHA sebanyak 250-500 mg per hari untuk dewasa guna mendukung fungsi jantung dan otak. Untuk mereka yang tidak mengonsumsi ikan, disarankan memenuhi kebutuhan ini melalui suplemen berbasis mikroalga atau memperbanyak asupan makanan tinggi ALA.
Di Indonesia, sumber omega-3 hewani yang mudah ditemukan meliputi ikan kembung, tongkol, dan sarden. Sedangkan untuk sumber nabati, biji chia, kenari, minyak canola, dan sacha inchi yang mulai banyak dibudidayakan di dalam negeri, dapat menjadi pilihan.
Omega-3 Sumber Nutrisi yang Baik
Omega-3 dari sumber hewani, seperti ikan dan minyak ikan, lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan tubuh akan EPA dan DHA karena tidak memerlukan konversi. Namun, bagi mereka yang memilih pola makan nabati, sumber ALA dari tanaman tetap bermanfaat, terlebih bila dikombinasikan dengan suplemen mikroalga untuk mendapatkan EPA dan DHA secara langsung.
Akhirnya, pilihan terbaik sangat bergantung pada gaya hidup, preferensi diet, dan kebutuhan kesehatan masing-masing. Baik omega-3 hewani maupun nabati bisa menjadi bagian penting dari pola makan sehat, asalkan dikonsumsi dalam porsi yang sesuai.