11 Oktober 2022 20:10 WIB
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Ramadhan Yahya
Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengumumkan pembubaran parlemen, Senin (10/10/2022) melalui layar televisi nasional seperti dilansir dari Reuters.
"Baginda (Raja Malaysia) memperkenankan permintaan saya supaya parlemen ke-14 dibubarkan,” kata Ismail Sabri dalam naskah resmi pidato PM.
Pembubaran itu terjadi tiga hari setelah pemerintah Ismail mengumumkan usulan anggaran 2023 yang menjanjikan pemberian uang tunai dan manfaat lainnya.
Ismail juga menyatakan sudah memperoleh persetujuan dari Raja Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, meski langkahnya tersebut dinilai kontroversial oleh kerajaan.
"Saya melakukan audiensi dengan Yang di-Pertuan Agong kemarin sore," katanya mengutip dari The Strait Times.
Bubarnya parlemen berarti bisa dilaksanakannya pemilu secepat mungkin. Komisi Pemilihan diharapkan bisa segera melakukan pertemuan guna mengumumkan tanggal pemungutan suara.
Menurut aturan di Negeri Jiran, pemilu harus langsung digelar dalam kurun 60 hari setelah parlemen dibubarkan.
Keputusan Ismail untuk menggelar pemilu lebih cepat diduga berawal dari desakan Partai Organisasi Kebangsaan Malaysia Bersatu (UMNO). Partai terbesar di koalisi pemerintahan itu diisukan ingin berpisah dari partai lain dan menjalankan kampanyenya sendiri.
Kepercayaan diri yang tinggi itu bersumber pada kemenangan Barisan Nasional di Melaka, Johor dan Serawak, baru-baru ini.
Ismail beralasan pemilihan umum penting segera dilakukan untuk memperoleh kepercayaan rakyat kembali.
“Amanat rakyat merupakan penangkal ampuh bagi negara untuk mewujudkan stabilitas politik dan menciptakan pemerintahan yang kuat, stabil dan dihormati setelah pemilihan umum,” katanya.
Namun, langkah tersebut sempat dikritik Raja Abdullah yang mengaku tidak diberikan pilihan selain pemilu.
"Raja telah mengekspresikan kekecewaannya terhadap perkembangan politik di dalam negeri dan tidak punya pilihan selain menyetujui permintaan perdana menteri untuk mengembalikan mandat kepada rakyat," kata juru bicara Istana Negara, Ahmad Fadil Shamsuddin.
Malaysia memang telah berada dalam kekacauan politik sejak pemilihan nasional terakhir pada 2018, ketika pakta reformis yang dipimpin oleh Mahathir Mohamad mengalahkan aliansi yang dipimpin oleh UMNO.
Penggulingan tersebut juga membuat Perdana Menteri Najib Razak, bagian dari UMNO, digulingkan karena terlibat dalam skandal korupsi miliaran dolar dana kekayaan negara 1MDB.
Dia kemudian dihukum karena korupsi setelah persidangan yang panjang dan mulai menjalani hukuman penjara 12 tahun pada Agustus untuk sejumlah dakwaan awal.
Namun, harapan untuk stabilitas setelah penggulingan Najib memudar dengan cepat, karena pemerintahan Mahathir runtuh setelah 22 bulan karena pertikaian sengit.
Dia kemudian digantikan oleh mantan tangan kanannya Muhyiddin Yassin. Sayangnya lagi-lagi ada persoalan yang membuat rakyat Malaysia marah.
Muhyiddin Yassin dikritik atas penanganannya terhadap pandemi COVID-19 sehingga membuatnya harus mengundurkan diri kurang dari dua tahun setelah dia menjabat. Ismail dari Partai UMNO pun lantas menggantikannya sebagai pemimpin baru Malaysia.
Seruan UMNO untuk pemilihan umum lebih awal telah dikritik oleh oposisi dan anggota Kabinet Ismail Sabri sendiri, karena Departemen Meteorologi Malaysia telah memperingatkan banjir selama musim monsun timur laut, yang biasanya dimulai pada November dan berakhir pada Maret.
UMNO kemungkinan juga akan menghadapi kemarahan publik karena terburu-buru melakukan pemungutan suara di tengah musim hujan. Hujan deras dan badai petir telah menyebabkan banjir di beberapa bagian negara.
Partai Pejuang Mahathir mengecam UMNO karena mengadakan jajak pendapat cepat meskipun ada risiko banjir. Tahun lalu, banjir di Malaysia bahkan menewaskan lebih dari 50 orang dan membuat ribuan orang mengungsi.
Sekadar informasi, UMNO merupakan partai terbesar dalam koalisi yang berkuasa di Malaysia. UMNO memimpin Malaysia sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1957.
Kejayaannya terperosok dalam pemilihan 2018 karena dipicu skandal korupsi PM Najib Razak. Presiden partai saat ini Ahmad Zahid Hamidi juga diadili karena kasus serupa.
UMNO kemudian kembali berkuasa pada Maret 2020 sebagai bagian dari pemerintahan koalisi mayoritas, menggeser pemerintah baru yang tak stabil karena jumlahnya yang tipis di Parlemen.
KOMENTAR
Latest Comment