24 Oktober 2022 16:10 WIB
Penulis: Rahma Arifa
Editor: Akbar Wijaya
Tim Bareskrim Polri menyelidiki dugaan tindak pidana dalam kasus obat sirop mengandung etilen glikol melebihi ambang batas yang menyebabkan sejumlah anak terkena gagal ginjal akut progresif atipikal hingga meninggal.
“Hari ini tim dari Bareskrim bekerja dengan agenda mengecek hasil laboratorium,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo dikutip Antara di Jakarta, Senin (24/10/2022).
Dedi mengatakan Bareskrim menggandeng Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam memeriksa obat sirop bermasalah di laboratorium.
“Tim melakukan penyelidikan secara sinergi dan atensi kejadian tersebut,” ujar eks Kapolda Kalimantan Tengah itu.
Hasil pemeriksaan akan disampaikan setelah penyelidikan selesai dilakukan.
“Nanti, hasil laboratorium dan tahapannya masih penyelidikan. Menunggu update dari Bareskrim," kata Dedi.
Julius Ibrani, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia mengatakan penyelesaian jalur hukum dalam kasus gagal ginjal akut anak penting segera dilakukan.
Menurutnya proses hukum jangan hanya menyasar swasta tapi juga institusi negara seperti BPOM, Kemenkes, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian yang memungkinkan obat sirop bermasalah diproduksi dan diperjual belikan.
“Ini produk tidak mungkin akan sampai ke tangan anak dan orang tua kalau tidak ada struktur negara. Karena negara diberikan kewenangan untuk melakukan screening” kata Julius pada Narasi (24/05/2022).
Julius mengatakan sejumlah pihak yang lalai menjalankan fungsinya dapat dikenai Pasal 359 dan 360 KUHP. Pasal ini mencakup kelalaian dan kesalahan yang menyebabkan kematian orang lain.
Sedangkan, jika ada unsur kesengajaan, pihak yang terbukti harus dipidanakan dalam Pasal 338 dan 340.
“Pertanyaannya, apakah produk dicek dan dites hanya sekali pada saat produksi pertama dan untuk selanjutnya dianggap aman? Atau sesuai regulasi, setiap produk yang masuk dan beredar harus diuji terus.”
Julius berpendapat keluarga korban bisa bersama-sama mengambil inisiatif pelaporan pidana atas kerugian yang mereka alami alih-alih menunggu kerja aparat kepolisian.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus gangguan ginjal akut yang menelan banyak korban anak-anak.
"YLKI mendesak untuk mengusut tuntas kasus tersebut dari hulu hingga hilir, mulai dari pasokan bahan baku obat, proses produksi, hingga ke pemasarannya," kata Tulus Abadi dikutip Antara, di Jakarta, Senin (24/10/2022).
Menurut Tulus Abadi, kasus yang terjadi secara masif ini membuktikan bahwa mekanisme pengawasan pada aspek pre market control dan post market control yang dilakukan BPOM tidak efektif.
Menurut YLKI adanya cemaran etilen glikol dan dietilen glikol pada obat sirop menunjukan quality control di internal manajemen produsen obat tidak dilakukan.
Oleh karena itu, menurut dia Presiden Joko Widodo perlu turun tangan untuk mengevaluasi kinerja Badan POM dalam hal pengawasan dan kebijakannya.
"Juga pengawasan oleh produsen dalam proses produksinya, sebab proses pembuatan obat seharusnya mengacu pada aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)," ujar Tulus.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan pihaknya akan mendalami temuan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas di beberapa produk obat sirop.
"Pertanyaan tentang apakah mungkin karena bahan bakunya berubah dan lain sebagainya. Itu akan menjadi tahapan pendalaman kami tentang sebabnya, kenapa sampai sekarang ada kadar konsentrasi pencemar sampai di produk yang melebih ambang batas," kata Penny dikutip Antara dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad (23/10/2022) petang.
Senin (24/10/2022) Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan sudah ada 245 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (Acute Kidney Injury/AKI) di 26 provinsi di Indonesia dengan tingkat kematian mencapai 57,6 persen yang terdeteksi pihaknya.
"Per hari ini kasus totalnya ada 245 di 26 provinsi. Delapan provinsi yang berkontribusi atas 80 persen kasus adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten dan Sumatera Utara. 'Fatality rate' atau yang meninggal persentasenya dari jumlah kasus 245 ini cukup tinggi yaitu 141 atau 57,6 persen," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin dikutip Antara di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
KOMENTAR
Latest Comment