Prabowo Menjawab Najwa Shihab Soal Revisi UU Polri: Kalau Sudah Diberi Wewenang Cukup Kenapa Mesti Ditambah?

8 Apr 2025 00:04 WIB

thumbnail-article

Tangkapan layar - Presiden Prabowo Subianto melangsungkan pertemuan dengan tujuh jurnalis, yakni Alfito Deannova (Pemred detikcom), Lalu Mara Satriawangsa (Pemred Tvone), Uni Lubis (Pemred IDN Times), Najwa Shihab (Founder Narasi), Sutta Dharmasaputra (Pemred Harian Kompas), Retno Pinasti (Pemred SCTV-Indosiar), dan Valerina Daniel (News Anchor TVRI) di Hambalang, Jawa Barat, Minggu (6/4/2025). ANTARA/Andi Firdaus/aa.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

RINGKASAN

"Apakah Bapak setuju polisi perlu diperluas kewenangannya atau justru harus ditambah pengawasan dan wewenang diperkecil?”

Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa penambahan kewenangan Polri bukanlah hal yang otomatis perlu dilakukan, apabila kewenangan yang sudah dimiliki aparat kepolisian saat ini sudah cukup untuk menjalankan tugasnya. Hal itu disampaikan Prabowo dalam pertemuan dengan tujuh jurnalis senior di kediaman pribadinya di Hambalang, Bogor, Minggu, 6 April 2025.

Diskusi yang berlangsung hampir empat jam itu membahas berbagai isu strategis, termasuk sejumlah rancangan undang-undang yang kini menjadi perhatian publik. Salah satu topik yang mengemuka adalah Rancangan Undang-Undang Kepolisian (RUU Polri), yang ditengarai akan memperluas kewenangan aparat kepolisian di tengah minimnya pengawasan.

Founder Narasi, Najwa Shihab, menyuarakan kekhawatiran publik terhadap proses legislasi yang dinilai makin jauh dari rakyat. Ia menyebut bahwa sejumlah RUU penting, seperti RUU Polri, RUU Kejaksaan, dan RUU Penyiaran menunjukkan pola serupa: menguatkan negara, tetapi mengecilkan ruang gerak warga sipil.

“Bapak Presiden, ada kekhawatiran dari masyarakat sipil. Proses pembentukan undang-undang kita makin jauh dari rakyat. Tidak ada partisipasi publik yang bermakna,” ujar Najwa.

Ia menambahkan, “...tampak ada pola yang mirip: wewenang aparat negara diperbesar, warga negara diperkecil perannya.”

Kepada Prabowo, Najwa menyoroti draf RUU Polri yang menyebutkan adanya penambahan kewenangan bagi institusi kepolisian, di tengah catatan pelanggaran oleh aparat yang belum direspon dengan reformasi pengawasan.

“Saya spesifik mau bertanya soal RUU Polri, karena di situ tampak bahwa kewenangan kepolisian akan ditambah, padahal isu krusialnya adalah pengawasan yang minim dilihat dari berbagai abuse of power, mulai dari kasus pelecehan seksual perwira, korupsi, hingga aksi kekerasan yang dilakukan aparat. Apakah Bapak setuju polisi perlu diperluas kewenangannya atau justru harus ditambah pengawasan dan wewenang diperkecil?” tanya Najwa.

Menjawab pertanyaan itu, Presiden Prabowo menyatakan bahwa dirinya akan mempelajari secara mendalam draf yang beredar, namun ia menekankan pentingnya keseimbangan dan kecukupan dalam pemberian kewenangan.

“Ya sudah lihat draftnya beredar, saya akan pelajari draft itu. Tapi, pada prinsipnya, polisi harus diberi wewenang yang cukup untuk melakukan tugasnya. Kalau dia sudah diberi wewenang yang cukup, ya kenapa harus ditambah?” kata Prabowo.

Prabowo juga menanggapi soal minimnya transparansi dalam proses legislasi, termasuk dalam pembahasan revisi UU TNI. Ia mengatakan bahwa sistem yang ada saat ini memungkinkan semua partai politik terlibat, termasuk yang berada di luar pemerintahan.

“Kita punya sistem politik bahwa semua undang-undang itu kan dibahas oleh semua partai politik yang dipilih oleh rakyat. Tapi terima kasih, masukan itu akan saya kasih perhatian khusus. Sekarang mungkin alinea demi alinea akan saya pelajari,” ujarnya.

Najwa kembali menekankan bahwa permasalahan utama adalah tidak terbukanya proses penyusunan dan pembahasan RUU kepada publik.

“Prosesnya tidak transparan, draft yang kerap kali tidak terbuka. Kemudian juga pertemuan-pertemuan bukan di lembaga DPR, tetapi di luar ruangan parlemen,” kata Najwa.

Prabowo membalas dengan mengatakan bahwa mekanisme tersebut sudah berjalan lama dan memang sering kali berlangsung secara maraton.

“Maaf ya, tapi ini kan sudah berjalan belasan tahun. Anda paham kan, kadang-kadang orang itu istilahnya menyelesaikan suatu masalah itu ada istilah konsinyir, mereka kerja berapa hari tanpa berhenti loh,” ucap Prabowo.

Najwa pun menegaskan kembali bahwa rakyat tidak mendapatkan akses terhadap informasi resmi. Prabowo mengakui bahwa mekanisme transparansi masih bisa diperbaiki, namun ia menilai beredarnya draf-draf tidak resmi justru dapat menimbulkan kebingungan.

“Oke, mekanisme itu bisa kita perbaiki. Tapi kan ada beredar naskah-naskah karangan. Saya sendiri sebagai Presiden belum bikin surat ke DPR,” tegasnya.

Ketika Najwa menyebut bahwa 80 persen parlemen adalah bagian dari koalisi pemerintah, Prabowo menjawab, “Iya 80 persen oke, tapi kan kalau mereka tidak setuju bagaimana? Jadi dalam arti, mari kita koreksi itu. Kalau tidak puas dengan transparansi, kita bikin transparan.”

Wawancara lengkap bisa dilihat Youtube Narasi Newsroom di bawah ini:

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER