Puspom TNI dan KPK Geledah Kantor Basarnas, Panglima Yudo Tegaskan Tak Ada Impunitas

4 Aug 2023 23:08 WIB

thumbnail-article

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono/ Antara

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Penyidik Puspom TNI dan KPK menggeledah Kantor Basarnas terkait kasus suap yang melibatkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (HA), Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm. Afri Budi Cahyanto (ABC), dan tiga pemberi suap.

Penggeledahan berlangsung Jumat (4/8/2023) pukul 10.00 WIB dan masih berlangsung per pukul 14.45 WIB.

“Benar, Puspom dengan KPK [menggeledah Kantor Basarnas, red]. [Penggeledahan] masih berlangsung mulai jam 10 tadi,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono dikutip Antara saat dihubungi di Jakarta, Jumat (4/8/2023).

Kapuspen belum dapat menjelaskan informasi terkait berapa penyidik Puspom TNI yang dikerahkan dokumen-dokumen seperti apa yang disita oleh penyidik. Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menetapkan HA dan ABC sebagai tersangka kasus suap pengadaan alat-alat di Basarnas.

Hingga saat ini KPK dan Puspom TNI telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut, yakni Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC).

Kemudian Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.

Kasus dugaan korupsi suap di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) tersebut berawal pada tahun 2021, saat itu Basarnas melaksanakan beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Basarnas yang dapat diakses oleh umum.

Kemudian pada 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan, yakni pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (tahun jamak 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.

Komandan Puspom TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko saat jumpa pers di Mabes TNI, Jakarta, akhir bulan lalu (31/7/2023) menjelaskan penetapan tersangka dua perwira aktif TNI itu berdasarkan hasil pemeriksaan kepada mereka dan para saksi dari pemberi suap.

“Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan kasus ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel TNI tersebut atas nama HA dan ABC sebagai tersangka,” kata Danpuspom TNI yang memberi keterangan kepada media bersama Ketua KPK Firli Bahuri.

HA dan ABC pada hari yang sama saat mereka ditetapkan sebagai tersangka langsung ditahan di Instalasi Tahanan Militer milik Puspom TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Hasil pemeriksaan terhadap ABC, Puspom TNI menemukan pemberi suap, MR atau Marilya alias Bu Meri menyerahkan uang hampir Rp1 miliar, tepatnya Rp999.710.400 kepada ABC pada 25 Juli 2023 di parkiran Bank BRI Mabes TNI AL, Jakarta.

“Sepengakuan ABC, uang tersebut adalah profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan yang telah selesai dikerjakan oleh PT Intertekno Grafika Sejati,” kata Marsda Agung.

PT Intertekno Grafika Sejati merupakan pemenang tender pengadaan alat dari Basarnas. MR dalam kasus itu merupakan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati. Menurut Danpuspom, profit sharing hanya istilah dari pribadi ABC untuk memperhalus bahasa suap.

“ABC menerima uang sejumlah Rp999.710.400 dari Sdri. Marilya atas perintah Kabasarnas atas nama HA. Perintah itu ABC terima pada 20 Juli 2023 dan disampaikan secara langsung,” kata dia.

Marsda Agung melanjutkan keduanya diyakini melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Panglima TNI Tegaskan Tak Ada Impunitas

Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono menegaskan tidak ada impunitas di lingkungan TNI, termasuk dalam penanganan kasus suap yang melibatkan dua perwira TNI, yaitu Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC).
 
“Tentunya saya minta masyarakat tidak khawatir dengan itu karena saya lihat dari pembicaraan selama ini seolah-olah TNI kalau salah masuk peradilan militer ada impunitas. Tidak ada. Tunjukkan mana impunitas yang diterima prajurit TNI, kalau (mereka berbuat) salah,” kata Laksamana Yudo saat jumpa pers selepas membuka Panglima TNI Cup di Stadion Perkasa Mabes TNI, Jakarta, Jumat.
 
Yudo menjelaskan tidak ada prajurit yang kebal hukum atau menerima impunitas karena proses hukum di lingkungan TNI diatur dalam ketentuan perundang-undangan, di antaranya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
 
Dia mencontohkan majelis hakim peradilan militer pernah menjatuhkan hukuman berat kepada prajurit TNI yang terlibat kasus korupsi, yaitu Brigjen TNI Teddy Hernayadi yang pada 2016 divonis penjara seumur hidup karena terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan RI.
 
Majelis hakim saat itu memecat Teddy dari TNI dan memerintahkan dia mengembalikan kerugian negara sebesar 12.409 dolar AS atau sekitar Rp130 miliar.
 
“Ya kami laksanakan seperti itu. Kami tunduk pada hukum. Kalau mau diubah dan sebagainya kami tunduk pada keputusan politik negara. Kami melaksanakan ini. Ini adalah keputusan politik negara, ya kami laksanakan,” kata Yudo.
 
Dalam kesempatan yang sama, dia mengajak masyarakat untuk mengikuti secara langsung proses hukum kasus suap di Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) yang melibatkan HA selaku Kepala Basarnas (Kabasarnas) dan ABC sebagai Koorsmin Kabasarnas.
 
“Kalau masih ragu-ragu, ya silakan ayo kita sama-sama melihat penjaranya kaya apa, penyidikannya kaya apa, silakan. Jadi, jangan selalu bilang produk Orde Baru, kita semuanya produk Orde Baru. Kita, akui atau tidak, produk Orde Baru semuanya, karena memang saat itu kita lalui semua. Jadi, jangan terus menuduh TNI ini produk Orde Baru. Semua produk Orde Baru. Ayo, kita akui atau tidak,” kata Yudo.
 
Dia menambahkan ada banyak perubahan dalam tubuh TNI selepas Orde Baru yang mana itu merupakan hasil keputusan politik pemerintah.
 
“Tentunya, kami sudah berubah sesuai keputusan politik pemerintah. Kami sudah berubah, berubah, dan berubah. Kalau nggak percaya. Ayo, datang ke TNI. Kami tidak tertutup untuk itu. Untuk berdiskusi, berkoordinasi, dan bersilaturahim. Kami sekarang ini sudah terbuka. Jauh dibanding dengan zaman-zaman dulu. Kami sudah generasi-generasi penerus. Kami nggak begitu tahu tentang Orde Baru karena saya hanya mengikuti dulu, karena saya masih junior dan kita semuanya. Sekarang, kita semuanya menjadi pemimpin. Tentunya kita semua akan tunduk pada keputusan politik pemerintah,” kata Yudo Margono.
 
Sumber: Antara

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER