PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 1 Jakarta mengambil kebijakan untuk tidak membuka pagar pembatas bagian tengah Stasiun Cikini. Salah satu alasan yang diungkapkan oleh manajemen adalah untuk menjaga keamanan dan keteraturan di area stasiun. Pengelola menyadari bahwa membuka pagar dapat mengundang masalah, terlebih dengan banyaknya kendaraan angkutan seperti taksi dan ojek yang dapat memarkir sembarangan jika akses lebih leluasa.
"Ada dua titik sebelah utara menuju taman dekat tempat kumpul ojek pengkolan, sebelah selatan ada akses masuk dekat Indomaret dan shelter Transjakarta," ujar Manager Humas PT KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko di Jakarta saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Sebagai solusi, pihak KAI Jakarta telah menyediakan dua titik akses yang dinilai cukup memadai untuk para penumpang. Akses pertama terletak di sebelah utara stasiun, dekat taman dan area kumpul ojek pengkolan, sedangkan akses kedua berada di sebelah selatan, dekat Indomaret dan shelter Transjakarta. Penyediaan dua titik akses ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan penumpang tanpa perlu membuka pagar tengah yang bisa menimbulkan masalah.
"Supaya tertib. Kalau pagar dibuka, ojek, taksi akan mangkal di sembarang tempat. Jalan akan macet. Belum lagi pedagang akan masuk pedestrian seperti di sebelahnya," kata dia.
KAI Jakarta berkomitmen untuk menjaga keamanan dan ketertiban di stasiun dengan cara memperbanyak pengawasan oleh petugas. Petugas akan melakukan pengawasan aktif untuk mencegah aksi-aksi yang berpotensi membahayakan, seperti melompati pagar. Ini merupakan langkah strategis untuk memastikan bahwa setiap penumpang dapat menikmati pengalaman perjalanan yang aman dan nyaman.
Implikasi Keamanan dan Ketertiban
Salah satu risiko paling signifikan yang muncul akibat membuka pagar adalah faktor keselamatan penumpang. Aksi melompati pagar tidak hanya ilegal, tetapi juga berpotensi membahayakan jiwa penumpang. Tanpa adanya penghalang yang jelas, penumpang mungkin melakukan tindakan ceroboh yang dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, menjaga pagar tetap tertutup adalah salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut.
Dalam situasi di mana pagar dibuka, akan ada kecenderungan para pengemudi taksi dan ojek untuk bermanuver secara sembarangan di area sekitar stasiun. Hal ini berpotensi menyebabkan kemacetan yang dapat mengganggu arus lalu lintas. KAI Jakarta ingin menciptakan atmosfer yang tertib dan aman, sehingga upaya untuk menjaga pagar tetap tertutup menjadi langkah yang penting.
Keberadaan pedagang kaki lima di area sekitar stasiun juga menjadi perhatian. Jika pagar dibuka, ada kemungkinan pedagang akan lebih leluasa mengakses area pedestrian. Ini dapat menggangu kenyamanan penumpang yang menggunakan fasilitas umum. Dengan menutup pagar, KAI Jakarta berharap akan tercipta lingkungan yang lebih tertib, yang pada gilirannya akan mendukung aktivitas perdagangan yang lebih teratur tanpa menimbulkan masalah bagi penumpang.
Aksi Penumpang Melompati Pagar
Beberapa waktu lalu, aksi penumpang yang melompati pagar Stasiun Cikini menjadi viral di media sosial. Video tersebut memperlihatkan betapa jauh pintu keluar stasiun dari halte angkutan umum, yang mungkin memicu ketidakpuasan di kalangan penumpang. Banyak penumpang merasa bahwa mencar akses yang lebih cepat adalah solusinya, meskipun tindakan tersebut melanggar aturan yang ada.
Pihak KAI Jakarta menanggapi situasi ini dengan serius. Mereka mengingatkan bahwa tindakan melompati pagar bukan hanya melanggar peraturan, tetapi juga dapat mengganggu kelancaran operasional di area stasiun. KAI Jakarta berkomitmen untuk menangani masalah ini dan akan terus meningkatkan pengawasan terhadap perilaku penumpang di stasiun.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, KAI Jakarta menekankan pentingnya edukasi kepada penumpang mengenai risiko dan konsekuensi dari tindakan melanggar aturan. Mereka berencana untuk menyampaikan informasi yang jelas melalui media sosial dan papan pengumuman di area stasiun agar penumpang menyadari bahaya dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan akibat pelanggaran tersebut.
KAI Jakarta tidak bekerja sendiri dalam menangani permasalahan ini. Mereka menjalin kerja sama dengan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) yang bertanggung jawab atas pengelolaan pelayanan KRL. Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan serta keamanan di stasiun, dengan langkah-langkah yang lebih terarah dan efektif.
Dalam upaya menjaga ketertiban, KAI Jakarta dan KCI telah merumuskan sejumlah strategi penegakan disiplin. Ini termasuk meningkatkan jumlah petugas yang terlibat dalam pengawasan dan penegakan aturan. Petugas tersebut tidak hanya bertugas untuk menegur, tetapi juga untuk memberikan pemahaman kepada penumpang mengenai pentingnya mengikuti aturan.