Tanggal 30 Maret selalu diperingati sebagai Hari Film Nasional (HFN). Tema HFN tahun 2023 ini adalah “Bercermin pada Masa Lalu, Merencanakan Masa Depan”. Tema tersebut diusung dan disampaikan langsung oleh Badan Perfilman Indonesia (BPI).
BPI menerjemahkan momentum HFN 2023 sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999. HFN bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri atas kualitas film dalam negeri. Selain itu, penetapan HFN juga bentuk apresiasi dan dukungan terhadap dunia perfilman Indonesia.
Sejarah Hari Film Nasional
Hari Film Nasional ditetapkan oleh Presiden B.J. Habibie dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999. Keppres tersebut ditandatangani pada 29 Maret 1999.
Penetapan tanggal 30 Maret juga bukan tanpa alasan. Pada tanggal 30 Maret 1950, Indonesia memproduksi film pertama kali yang berjudul The Long March of Siliwangi (Darah dan Doa). Film tersebut disutradarai oleh Usmar Ismail.
Film The Long March of Siliwangi yang dihadirkan juga versi bahasa Indonesia berjudul Darah dan Doa mengisahkan tentang perjalanan prajurit Divisi Siliwangi saat akan kembali dari Yogyakarta menuju Jawa Barat.
Di tanggal yang sama, Usmar Ismail juga mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) di Jakarta. Ia kemudian melanjutkan studi tentang perfilman di Amerika Serikat tahun 1952.
Ketika kembali ke Indonesia, Usmar Ismail dihadapkan dengan situasi di mana politik memanas menjelang Pemilu 1955. Kondisi perpolitikan tersebut juga mengancam kestabilan dunia perfilman.
Usmar Ismail menggandeng Djamaluddin Malik untuk menyelenggarakan festival film. Festival tersebut menyatukan para produser film di Indonesia sekaligus menjadi ajang tertinggi perfilman Indonesia. Ajang ini kemudian dikenal dengan Festival Film Indonesia.
Film lokal mendunia
Meskipun sempat melalui perjalanan panjang, pasang surut, hingga sempat meredup, namun industri perfilman Indonesia tak menyerah. Setiap insan film terus berusaha menampilkan karya terbaik mereka.
Perjuangan mereka tidak sia-sia. Pasalnya, film-film Indonesia tersebut berhasil menembus pasar internasional dan dikenal oleh seluruh dunia. Berikut film-film Indonesia yang tayang di luar negeri dan sarat akan nilai budaya Indonesia:
- Prenjak (2016)
Film ini disutradarai oleh Wregas Bhanuteja. Prenjak (2016) menceritakan tentang Diah yang meminta teman laki-lakinya bernama Jarwo untuk membeli korek api. Setelah membeli korek api, Jarwo diperbolehkan melihat alat kelamin Diah.

Film Prenjak berhasil memenangi berbagai penghargaan internasional seperti Discovery Award di Festival Film Cannes, Best Fiction Short Film di Festival Film Internasional Melbourne, dan Best Southeast Asian Short Film di SGIFF Silver Screen Award.
- Marlina: Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)
Film ini disutradarai oleh Mouly Surya. Bercerita tentang aksi balas dendam Marlina (Marsha Timothy) setelah dirinya dirampok. Ia membunuh setiap perampok yang waktu itu mendatangi rumahnya. Bahkan Marlina juga memenggal kepala bos perampok.

Marlina: Si Pembunuh dalam Empat Babak memenangi penghargaan Grand Prize di Tokyo FilmEX International Film Festival tahun 2017. Film ini juga sempat tayang di Cannes Film Festival.
- Pengabdi Setan (2017)
Film bergenre horor yang satu ini disutradarai oleh Joko Anwar. Film ini bercerita tentang keluarga yang mengalami kesulitan finansial untuk biaya pengobatan ibu. Tak ada yang tahu jika ayah dan ibu mereka pernah melakukan perjanjian dengan setan demi kesuksesan.

Pengabdi Setan (2017) berhasil memenangi Best Horror Film di Toronto After Dark Film Festival, Overlook Film Festival, dan Popcorn Frights Film Festival.
- Kucumbu Tubuh Indahku (2018)
Film karya Garin Nugroho ini sempat menjadi kontroversi di Indonesia lantaran temanya yang sensitif. Kucumbu Tubuh Indahku (2018) bercerita tentang perjalanan hidup seseorang bernama Juno. Ia hidup sebatang kara menjadi seorang penari Lengger.

Walaupun kontroversial, film ini justru berhasil memborong berbagai nominasi dan penghargaan. Film Kucumbu Tubuh Indahku meraih Bisato D’oro Award dari Venice Independent Film Critic dan FIlm Terbaik di Festival Des 3 Continents.
- Gundala (2019)
Gundala (2019) merupakan film yang mengangkat tema pahlawan lokal khas Indonesia. Film ini bercerita tentang kisah hidup Sancaka yang mampu bertahan hidup setelah orang tuanya tiada.

Film Gundala disutradarai oleh Joko Anwar dan sempat ditayangkan di Toronto International Film Festival dan Paris International Fantastic Film Festival.
- Yuni (2021)
Film ini disutradarai oleh Kamila Andini. Yuni (2021) menceritakan tentang seorang gadis SMA yang bermimpi bisa menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
Sayangnya, ia harus dihadapkan dengan budaya patriarki yang justru menghalangi cita-citanya. Alih-alih mendapat dukungan, Yuni (Arawinda Kirana) justru diminta memilih jalan sendiri tanpa diarahkan oleh orang tuanya.

Film ini mendapat penghargaan Young Cineastes Award di Palm Springs International Film Festival. Film Yuni juga tayang di Toronto International Film Festival.
- Penyalin Cahaya (2021)
Film ini disutradarai oleh Wregas Bhanuteja. Penyalin Cahaya (2021) bercerita tentang Suryani (Shenina Cinnamon) yang mengalami pelecehan seksual dari senior teaternya di kampus.

Penyalin Cahaya sempat diputar di Busan International Film Festival dan berkompetisi dalam beberapa nominasi seperti New Current Award, New Currents Audience Award, NETPAC Award, dan FIPRESCI Award.
Selamat merayakan Hari Film Nasional! Semoga film-film Indonesia semakin dikenal di kancah internasional.