Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan Dewan Pers tidak akan mencampuri proses hukum yang sedang berlangsung di Kejaksaan Agung terkait penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar. Namun, Dewan Pers tetap berkomitmen untuk menjalankan tugasnya dalam menilai aspek etika jurnalistik dari pemberitaan yang bersangkutan.
"Dewan Pers tentu tidak ingin menjadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum," ujar Ninik di Kejagung, Selasa (22/4/2025).
Ia menambahkan bahwa jika terdapat bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka itu adalah kewenangan penuh dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti prosesnya.
Meskipun demikian, Ninik menekankan bahwa penilaian terhadap apakah sebuah karya pemberitaan masuk dalam kategori karya jurnalistik atau bukan adalah kewenangan etik yang dilakukan oleh Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Kami Dewan Pers tentu akan menilai dua hal, yang pertama soal pemberitaannya apakah ada pelanggaran terhadap kode etik, misalnya pasal 3 tentang cover both side atau tidak ada proses uji akurasi, dan lain-lain. Yang kedua adalah menilai perilaku dari wartawan," jelasnya.
Dalam konteks pemeriksaan, Ninik menyatakan bahwa Dewan Pers akan mengumpulkan berita-berita yang selama ini digunakan menurut Kejaksaan untuk melakukan rekayasa permufakatan jahat. Berita-berita tersebut akan dinilai apakah secara substansial atau prosedural menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau tidak.
"Kami ingin memastikan terlebih dahulu. Jadi, dalam konteks pemeriksaan itu bisa jadi nanti kami memanggil para pihak," katanya.
Ninik juga menegaskan pentingnya profesionalisme dalam jurnalisme.
"Perusahaan persnya harus profesional, jurnalisnya juga harus profesional. Artinya bekerja secara demokratis, bekerja tidak mencampuradukkan antara opini dengan fakta, menggunakan standar moral yang tinggi, tidak meminta-minta uang, tidak menyuap, dan menggunakan asas praduga tidak bersalah," tegasnya.
Untuk memperjelas duduk perkara dan status keanggotaan yang bersangkutan dalam organisasi profesi, Dewan Pers pun akan menggandeng Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
“Kami juga akan mengundang IJTI untuk menjelaskan kepada kami keanggotaan yang bersangkutan,” kata Ninik.
Langkah ini menjadi penting, mengingat verifikasi status keanggotaan merupakan bagian dari proses klarifikasi etis yang dilakukan oleh Dewan Pers. Lebih jauh, Ninik mengungkapkan bahwa evaluasi terhadap berita-berita yang digunakan dalam kasus hukum ini akan dilakukan secara saksama.
“Kami akan mengumpulkan berita-berita yang selama ini digunakan menurut Kejaksaan tadi digunakan untuk melakukan rekayasa permufakatan jahat. Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau bukan,” ujarnya.
Sebagai penutup, Ninik memberikan semangat kepada para jurnalis untuk tetap bekerja secara profesional.
"Teman-teman wartawan, teman-teman jurnalis, teman-teman yang bekerja di pers tetap semangat. Tidak boleh merasa dengan adanya kasus ini khawatir dan takut. Tetap bekerja secara profesional. Itu saja yang penting, bekerja secara profesional, patuhi kode etik jurnalistik," pesannya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan bahwa Korps Adhyaksa juga menghormati proses penyelidikan dugaan pelanggaran etik yang akan dilakukan oleh Dewan Pers.
Harli menegaskan bahwa perkara perintangan penyidikan yang menjerat TB adalah perbuatan personal dan tidak mewakili institusi. Dirinya juga memastikan bahwa Kejaksaan bukan institusi yang antikritik.
Akan tetapi, hal yang dipersoalkan Kejaksaan adalah adanya permufakatan jahat antartersangka untuk menyebarkan narasi negatif yang berpengaruh pada proses penanganan perkara.
“Tetapi yang dipersoalkan adalah tindak pidana pemufakatan jahatnya antarpihak-pihak ini sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” katanya.