Apa Sanksi Pelaku Penyebaran Konten Seksual di Indonesia? Cek Aturannya Di Sini

12 Jun 2024 15:06 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi pengguna media sosial yang mendapati konten non consensual dissemination of intimate image. Sumber: Freepik.

Penulis: Rusti Dian

Editor: Margareth Ratih. F

Kasus non consensual dissemination of intimate image (NCII) atau yang masih banyak disebut revenge porn terus meningkat seiring penggunaan internet yang masif. Kini, korban dapat melaporkan pelaku NCII menggunakan pasal-pasal tertentu. Berikut sanksi pelaku NCII atau revenge porn di Indonesia.

NCII termasuk kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang bertujuan mempermalukan dan merendahkan korban. Pelaku NCII akan memanfaatkan konten intim seksual milik korban untuk mengancam dan mengintimidasi korban agar menuruti kemauannya.

NCII juga dikenal dengan istilah lain yaitu revenge porn. Namun, penggunaan frasa tersebut dianggap kurang tepat karena pelaku penyebaran tidak melulu memiliki motif balas dendam. Selain itu, kata “revenge (balas dendam)” juga cenderung menyalahkan dan tidak berpihak pada korban.

Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mencatat sebanyak 480 aduan kasus KBGO terjadi sepanjang Januari-Maret 2024. Pihaknya menyebut terjadi peningkatan tajam dari periode yang sama tahun lalu.

Angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih darurat KBGO. Hal ini tentu menjadi perhatian serius, mengingat dampak KBGO dapat membuat korban mengalami trauma jangka panjang.

Sanksi pelaku NCII

Disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi angin segar bagi korban kekerasan seksual. Sebab, undang-undang tersebut mengatur segala bentuk kekerasan seksual yang selama ini tidak terakomodasi dalam aturan yang sudah ada.

UU TPKS juga mengatur tentang sanksi bagi pelaku, upaya perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual, serta tindakan preventif yang bisa dilakukan oleh masyarakat agar kasus kekerasan seksual tidak terulang kembali.

Pelaku NCII juga tidak luput dari sanksi yang diatur dalam Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS. Dalam hal ini, pelaku akan dijerat pasal tersebut jika melakukan:

  • Perekaman dan/atau pengambilan gambar atau tangkapan layar bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan korban,
  • Menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik bermuatan seksual di luar kehendak korban dengan tujuan mendapatkan keinginan seksual,
  • Menguntit dan/atau melacak seseorang yang menjadi objek informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual,

Hal-hal yang disebutkan di atas dilakukan dengan tujuan memeras, mengancam, memaksa, atau memperdaya korban. Oleh karena itu, pelaku NCII dapat dipidana penjara maksimal empat tahun dan denda paling banyak Rp200 juta. 

Hambatan menjerat pelaku NCII

Sayangnya, penegakan hukum NCII di Indonesia masih cukup rumit dan tidak berpihak pada korban. Sebab, korban masih rentan disudutkan dan disalahkan oleh aparat penegak hukum (APH). Apalagi jika kasusnya menyangkut konten seksual secara online.

LBH APIK Jakarta masih menemui sejumlah kendala dalam melaporkan kasus KBGO. Salah satunya adalah keberadaan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

UU ITE tidak bisa digunakan untuk menangani kasus KBGO. Alasannya harus ada dua saksi pelapor, pelaku yang sulit ditemukan, konten seksual yang sulit dihapus, dan alat digital forensik yang hanya tersedia di Polda Metro Jaya dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).

Mekanisme laporan yang berbelit, stigma yang disematkan pada korban KBGO, serta sumber daya yang terbatas di daerah cukup menyulitkan dalam pelaporan KBGO. Belum lagi kerentanan korban jika disalahkan kembali (reviktimisasi). Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri untuk mewujudkan keadilan bagi korban.

Apabila kamu atau orang di sekitarmu mengalami KBGO, berikut panduan, tahapan melaporkan kasus, serta tips selama melaporkan kasus KBGO: https://awaskbgo.id/wp-content/uploads/2020/11/Panduan-NCII-1-v2.pdf.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER