Seberapa Valid Klaim Denny Indrayana Soal Bocoran Putusan MK dalam Gugatan Sistem Pemilu?

29 Mei 2023 12:05 WIB

Narasi TV

Anggota tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019). (ANTARA/Youtube)

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana bikin geger jagat politik usai mengaku mendapat bocoran soal putusan para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup dalam Undang-Undang Pemilu.
 
Dalam kicauan di akun Twitternya @dennyindranaya pada Minggu (28/5/2023) Denny menyebut bahwa MK akan memutuskan perubahan sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup.
 
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny dalam kicauannya.
 
Denny mengatakan informasi tersebut ia dapatkan bukan dari para hakim MK melainkan sumber internal yang sangat ia percaya.
 
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ujarnya.

Rekam Jejak Denny Indrayana

Di dunia hukum tanah air Denny bukanlah sosok kaleng-kaleng atau sembarangan. Ia merupakan aktivis dan akademisi yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014) di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
 
Sebelum menduduki jabatan sebagai Wamenkumham Denny lebih dahulu menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Hukum (2008-2009). Lalu pada periode 2009-2011 perannya sebagai staf khusus presiden diperluas ke bidang hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN.
 
Di bidang akademik Denny juga pernah menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (2010-2018) serta profesor tamu di Melbourne University Law School, Australia (2016-2019).
 
Dengan rekam jejak segambreng semacam itu tentu bukan hal aneh jika Denny memiliki jaringan luas di lembaga-lembaga hukum negara termasuk MK.

Lagi pula Denny akan mempertaruhkan reputasinya jika mengumbar informasi yang tidak bisa dipercayai validitasnya.
 
Namun, tidak semua pihak percaya dengan klaim informasi yang didapatkan Denny.

MK Sebut Dibahas Saja Belum

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (Jubir MK) Fajar Laksono misalnya, membantah klaim Denny Indrayana bahwa ia mendapatkan bocoran putusan perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 terkait gugatan terhadap sistem proporsional terbuka pada UU Pemilu.
 
“Dibahas saja belum,” ujar Fajar ketika dihubungi Antara dari Jakarta, Senin (29/5/2023).
 
Fajar menjelaskan berdasarkan sidang pada Selasa (23/5/2023), para pihak akan menyerahkan kesimpulan kepada majelis hakim konstitusi paling lambat pada 31 Mei 2023 pukul 11.00 WIB.
 
Setelah itu, tutur Fajar, majelis hakim akan membahas dan mengambil keputusan atas perkara tersebut.
 
“Kalau putusan sudah siap, baru diagendakan sidang pengucapan putusan,” ucapnya.
 
Ia menegaskan bahwa hingga saat ini, putusan perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 belum memasuki tahap pembahasan. Sehingga tidak mungkin ada kebocoran informasi putusan terkait sistem pemilu di Indonesia.

Mahfud MD Minta Polisi Selidiki

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta polisi dan MK mengusut dugaan kebocoran putusan hakim MK terkait gugatan sistem pemilu yang disampaikan Denny Indrayana.

Pasalnya, kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd, putusan MK yang belum dibacakan masih berstatus sebagai rahasia negara.
 
"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud lewat cuitan di akun Twitter yang dipantau Antara di Jakarta, Minggu.
 
Mahfud bahkan mengatakan dirinya yang pernah menjabat sebagai Ketua MK tidak berani bertanya kepada MK soal putusan yang belum dibacakan. Dia juga mendesak MK mencari pihak yang membocorkan informasi tersebut.
 
"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," ujar Mahfud dalam cuitannya.
 
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
 
Keenam orang yang menjadi Pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.

Wakil Ketua MK Bantah Menunda-nunda Putusan

Wakil Ketua MK Saldi Isra menepis tuduhan yang menyatakan bahwa majelis hakim sengaja menunda-nunda putusan perkara gugatan UU Pemilu terkait dengan sistem proporsional terbuka.
 
"Kami akan segera menyelesaikan permohonan ini. Jadi, jangan dituduh juga nanti MK menunda segala macam, begitu," ujar Saldi Isra dalam Sidang Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, dipantau dari kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, di Jakarta, Selasa (23/5/2023).
 
Saldi Isra juga menyatakan apabila terdapat pihak-pihak yang ingin menyampaikan keberatan, keterangan tambahan, atau hal lainnya dapat disampaikan bersama dengan kesimpulan yang akan diserahkan kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi.
 
"Ini perlu penegasan-penegasan, terutama yang memungkinkan penambahan waktu," kata Saldi Isra.
 
Saldi Isra menegaskan bahwa sidang perkara nomor 114/PUU-XX/2022 yang berlangsung pada Selasa 23 Mei 2023 merupakan sidang terakhir dan majelis hakim akan segera mengambil putusan.
 
Agenda selanjutnya adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak kepada Mahkamah Konstitusi. Majelis hakim telah menetapkan bahwa kesimpulan paling lambat diserahkan oleh pemohon dan para pihak terkait kepada Mahkamah Konstitusi pada hari Rabu, 31 Mei 2023.
 
"Penyerahan kesimpulan itu paling lambat pada hari Rabu, tolong diperhatikan, tanggal 31 Mei 2023, jam (pukul) 11.00 WIB," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.
 
Sumber: Antara

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR