Studi Terbaru Tunjukkan Polusi Udara Dapat Memicu Depresi

10 Apr 2025 14:06 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi depresi akibat polusi udara. (Freepik)

Penulis: Nuha Khairunnisa

Editor: Nuha Khairunnisa

Paparan polusi udara telah lama diidentifikasi sebagai faktor berbahaya bagi kesehatan fisik. Baru-baru ini, penelitian teranyar menunjukkan bahwa dampaknya juga meluas ke kesehatan mental.

Polusi udara, terutama di daerah perkotaan yang padat, diyakini berkontribusi terhadap peningkatan risiko depresi. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak studi telah mencari hubungan antara peningkatan polusi dan adanya gejala masalah kesehatan mental.

Menurut sejumlah penelitian, paparan polusi mempunyai efek jangka pendek dan panjang pada kesehatan mental. Polusi tidak hanya menimbulkan masalah fisik, tetapi juga dapat memicu ketidakbahagiaan atau bahaya emosional yang berkepanjangan. Seiring dengan semakin tingginya tingkat polusi, masyarakat mulai merasakan dampak kesehatan mental yang serius, termasuk gejala depresi.

Dampak jangka panjang polusi terhadap depresi

Harbin Medical University dan Cranfield University melakukan penelitian yang berfokus pada orang dewasa di Tiongkok selama tujuh tahun. Dalam hasil studi yang belum lama ini dipublikasikan, dijumpai bukti yang menguatkan bahwa paparan polusi udara dalam jangka panjang, terutama dari polutan seperti sulfur dioksida (SO2) dan partikel halus (PM2.5), meningkat secara signifikan risiko depresi.

Sulfur dioksida terbukti menjadi polutan yang paling berpotensi menyebabkan masalah kesehatan mental, diikuti oleh karbon monoksida (CO) dan PM2.5. Penelitian ini menunjukkan bahwa mereka yang hidup di daerah dengan tingkat polusi tinggi mengalami peningkatan dalam gejala depresi yang berkelanjutan. Dampak jangka panjang dari paparan ini dapat memicu perubahan biokimia dalam otak, yang berakibat pada fungsi mental yang terganggu.

Masalah kesehatan mental lainnya akibat polusi

Selain depresi, polusi udara juga berkaitan dengan berbagai masalah kesehatan mental lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang terpapar polusi tinggi memiliki risiko lebih besar mengalami gangguan tidur, isolasi sosial, serta penurunan kognitif, terutama pada anak-anak dan orang tua. Berbagai gangguan mental seperti skizofrenia, bipolar, dan gangguan kecemasan juga semakin umum terjadi di kalangan mereka yang tinggal di kawasan dengan polusi tinggi.

Sebuah metaanalisis terbaru menemukan bahwa selain depresi, masalah kesehatan mental lainnya seperti ADHD dan autisme turut menunjukkan korelasi positif dengan tingkat paparan polusi. Hal ini menandakan bahwa kualitas udara yang buruk dapat menyebabkan dampak negatif yang luas dalam aspek kesehatan mental masyarakat luas.

Upaya bersama mengatasi polusi

Mengatasi polusi udara bukanlah tugas yang mudah, tetapi sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik masyarakat. Pemerintah mempunyai peran kunci dalam merumuskan regulasi yang lebih ketat terkait emisi udara. Melalui pembuatan kebijakan yang berbasis data, mereka dapat membantu mengurangi tingkat polusi yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat.

Penelitian yang dilakukan dalam bidang ini perlu didorong lebih lanjut agar informasi yang dihasilkan dapat memandu langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif. Setiap individu juga diharapkan untuk terlibat aktif dalam menciptakan perubahan. Dukungan dari masyarakat dan gerakan kolektif sangat dibutuhkan untuk mendorong pemerintah dalam mengambil tindakan nyata untuk mengatasi masalah polusi udara.

Berkaca pada hasil penelitian yang ada, penting bagi masyarakat untuk menyebarluaskan pengetahuan mengenai hubungan antara polusi udara dan kesehatan mental. Dengan kesadaran dan kerjasama, diharapkan bisa tercipta lingkungan yang lebih sehat, sehingga kesehatan mental dapat terjaga.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER